Alih Fungsi Lahan Semakin Parah
Imbas Pesatnya Pembangunan dan Kurangnya Minat Petani Muda
Alih fungsi lahan di Kota Denpasar selama 4 tahun terakhir ini sangat tajam.
DENPASAR, NusaBali
Alih fungsi lahan pertanian di Kota Denpasar semakin parah setiap tahunnya. Alih fungsi lahan tidak bisa dibendung akibat dari pesatnya pembangunan yang semakin masif. Lahan pertanian khususnya persawahan di Kota Denpasar tahun 2018 sebanyak 2.170 hektare menjadi 1.958 hektare di tahun 2019.
Total pengurangan lahan pertanian dalam satu tahun sebesar 212 hektare. Beruntungnya tahun 2020 nihil pembangunan yang terdata di Dinas Pertanian Kota Denpasar yang diprediksi karena faktor pandemi Covid-19.
Kepala Dinas Pertanian Kota Denpasar, AA Gede Bayu Bramastha, Kamis (9/12) mengatakan, alih fungsi lahan di Kota Denpasar selama 4 tahun ini sangat tajam. Dimana, pembangunan perumahan dan tempat usaha cukup pesat yang tidak bisa dikontrol.
Selain itu, pengaruh lainnya alih fungsi lahan karena minimnya penerus bertani. Saat ini, yang tersisa menjadi petani hanya orang tua saja. "Alih fungsi lahan ini tidak bisa kami kontrol karena terlalu pesat pembangunan di Kota Denpasar. Selain itu juga generasi sudah hampir tidak ada yang bertani. Hanya tersisa orang tua saja sehingga mempertahankan lahan ini yang cukup susah," ungkapnya.
Menurut Gung Bayu, dari tahun 2016 lahan yang ada di Denpasar mencapai 2.444 hektare, namun di tahun 2017 menjadi 2.409 hektare. Setelah itu di tahun 2018 juga kembali alami penurunan yang tersisa hanya 2.170 hektare bahkan smapai 2019 lahan pertanian di Kota Denpasar hanya tersisa sebanyak 1.958 hektare.
Namun di tahun 2020, menurut Gung Bayu, hampir tidak ada pengurangan lahan pertanian. Kemungkinan karena pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian masyarakat menurun. "Kalau tahun 2020 hampir tidak ada, kemungkinan karena pandemi Covid-19. Jadi perekonomian menurun untuk membiayai pembangunan," imbuhnya.
Jika dirinci menurut dia, untuk kawasan Kecamatan Denpasar Timur dari 14 subak yang tersisa sampai saat ini sebanyak 616 hektare. Denpasar Utara dari 10 subak yang masih aktif total lahan pertanian capai 589 hektare, Denpasar Barat dari 8 subak yang tersisa hanya 217 hektare, dan Denpasar Selatan dari 10 subak yang tersisa hanya 536 hektare.
Dengan kondisi tersebut, Gung Bayu mengatakan saat ini hanya bisa berusaha meningkatkan pendapatan petani dan mempertahankan subak lestari. Sebab, pengurangan lahan pertanian ini merupakan milik pribadi yang tidak bisa diintervensi oleh pemerintah. "Kami hanya bisa mempertahankan subak lestari dengan berkoordinasi dengan pekaseh dan para petani. Kami juga berusaha meningkatkan pendapatan mereka," tandasnya.*mis
Total pengurangan lahan pertanian dalam satu tahun sebesar 212 hektare. Beruntungnya tahun 2020 nihil pembangunan yang terdata di Dinas Pertanian Kota Denpasar yang diprediksi karena faktor pandemi Covid-19.
Kepala Dinas Pertanian Kota Denpasar, AA Gede Bayu Bramastha, Kamis (9/12) mengatakan, alih fungsi lahan di Kota Denpasar selama 4 tahun ini sangat tajam. Dimana, pembangunan perumahan dan tempat usaha cukup pesat yang tidak bisa dikontrol.
Selain itu, pengaruh lainnya alih fungsi lahan karena minimnya penerus bertani. Saat ini, yang tersisa menjadi petani hanya orang tua saja. "Alih fungsi lahan ini tidak bisa kami kontrol karena terlalu pesat pembangunan di Kota Denpasar. Selain itu juga generasi sudah hampir tidak ada yang bertani. Hanya tersisa orang tua saja sehingga mempertahankan lahan ini yang cukup susah," ungkapnya.
Menurut Gung Bayu, dari tahun 2016 lahan yang ada di Denpasar mencapai 2.444 hektare, namun di tahun 2017 menjadi 2.409 hektare. Setelah itu di tahun 2018 juga kembali alami penurunan yang tersisa hanya 2.170 hektare bahkan smapai 2019 lahan pertanian di Kota Denpasar hanya tersisa sebanyak 1.958 hektare.
Namun di tahun 2020, menurut Gung Bayu, hampir tidak ada pengurangan lahan pertanian. Kemungkinan karena pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian masyarakat menurun. "Kalau tahun 2020 hampir tidak ada, kemungkinan karena pandemi Covid-19. Jadi perekonomian menurun untuk membiayai pembangunan," imbuhnya.
Jika dirinci menurut dia, untuk kawasan Kecamatan Denpasar Timur dari 14 subak yang tersisa sampai saat ini sebanyak 616 hektare. Denpasar Utara dari 10 subak yang masih aktif total lahan pertanian capai 589 hektare, Denpasar Barat dari 8 subak yang tersisa hanya 217 hektare, dan Denpasar Selatan dari 10 subak yang tersisa hanya 536 hektare.
Dengan kondisi tersebut, Gung Bayu mengatakan saat ini hanya bisa berusaha meningkatkan pendapatan petani dan mempertahankan subak lestari. Sebab, pengurangan lahan pertanian ini merupakan milik pribadi yang tidak bisa diintervensi oleh pemerintah. "Kami hanya bisa mempertahankan subak lestari dengan berkoordinasi dengan pekaseh dan para petani. Kami juga berusaha meningkatkan pendapatan mereka," tandasnya.*mis
Komentar