Jembatan Kuning Dipelaspas
Pembangunan kembali Jembatan Kuning pengubung Nusa Lembongan-Nusa Ceningan di Desa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung yang ambruk 16 Oktober 2016 lalu, sudah selesai namun belum boleh dilintasi.
SEMARAPURA, NusaBali
Masalahnya, masih menunggu upacara pemelaspas jembatan bernilai Rp 3,4 miliar ini. Rencananya, upacara pemelaspas dan pecaruan alit Jembatan Kuning akan digeler bertepatan Tilem Kawulu pada Saniscari Umanis Tolo, Sabtu (25/2) ini. Habis upacara pemelaspas, akan dilanjutkan dengan uji beban jembatan. “Saat ini jembatan belum bisa dilalui. Untuk penyerberangan masyarakat mupun siswa, masih menggunakan perahu,” ujar Kabag Humas dan Protokol Setda Kabupaten Klungkung, I Wayan Parna, Jumat (24/2).
Sedangkan Bendesa Pakraman Lembongan, I Wayan Sukadana, mengatakan upacara ritual pemelaspas dan pecaruan alit Jembatan Kuning hari ini menggunakan sarana banten pecaruan eka sata. Upacara akan dipuput Jro Mangku Desa Pakraman Lembongan, dengan persembahyangan yang diikuti krama dan prajuru desa. “Karena pengerjaan Jembatan Kuning sudah selesai, kita langsung siapkan sarana dan prasara upakaranya,” jelas Wayan Sukadana saat dikonfirmasi NusaBali, Jumat kemarin.
Sukadana menyebutkan, upacara ritual ini dilaksanakan untuk mengharmoniskan kembali situasi dan kondisi setempat, sehingga Jembatan Kuning bisa difungsikan dengan baik. Selain itu, ritual pemelaspas dan pecaruan alit juga bermakna untuk menjaga kesakralan dan kesucian kawasan pantai.
Bukan hanya itu. Menurut Sukadana, pada 31 Maret 2017 mendatang, akan kembali digelar upacara ritual lebih besar yakni Tawur Labuh Gentuh, Pemarisuda Jagat Kertih, dan Samudra Kertih. Upacara ini merupakan salah satu upacara dengan tingkatan utama. “Kami berharap Jembatan Kuning bisa terasambung baik secara sekala maupun niskala,” katanya.
Sementara itu, Bupati Klungkung Nyoman Suwirta bersama jajaran SKPD terkait sempat beberapa kali terjun mengecek pengerjaan Jembatan Kuning. Terakhir, Bupati Suwirta dan jajarannya terjun mengecek kondisi Jembatan Kuning pasca rampung dibangun, Kamis (23/2) lalu.
Jembatan Kuning pasca ambruk dibangun dengan ukuran panjang 140 meter dan lebar 1,8 meter. Ini lebih lebar dari ukuran sebelum jembatan ambruk, yang semula hanya 1,4 meter. Jembatan Kuning nantinya hanya bisa dilalui sepeda motor dan pejalan kaki. Pembangunan kembali Jembatan Kuning pasca ambruk telah dilakukan sejak 6 November 2016 lalu.
Jembatan Kuning sebelumnya mendadak ambruk, 16 Oktober 2016 petang pukul 18.10 Wita. Akibatnya, 8 pamedek (umat yang hendak tangkil ke pura) tewas mengenaskan, sementara 34 korban lainnya terluka. Diduga kuat, jembatan yang dibangun era 1990-an ini ambruk karena beberapa tali sling sudah putus sejak lama.
Saat jembatan ambruk petang itu, sekitar 75 pamedek yang rata-rata berpakaian adat sembahyang melintas di atas Jembatan Kuning. Mereka hendak tangkil ke Pura Bakung di Banjar Ceningan Kangin, Desa Pakraman Lembongan, Kecamatan Nusa Penida serangkaian pujawali pada Radite Wage Krulut, Minggu (16/10). Mereka sebagian naik sepeda motor, sebagian lagi jalan kaki di atas jembatan sepanjang 100 meter tersebut.
Begitu jembatan ambruk, motor-motor yang ditunggangi langsung tercebur ke laut berkedalaman lebih dari 1 meter. Demikian pula pamedek yang jalan kaki, sebagian terjebur ke laut. Akibatnya, 8 orang tewas dan 34 korban terluka. * wa
Masalahnya, masih menunggu upacara pemelaspas jembatan bernilai Rp 3,4 miliar ini. Rencananya, upacara pemelaspas dan pecaruan alit Jembatan Kuning akan digeler bertepatan Tilem Kawulu pada Saniscari Umanis Tolo, Sabtu (25/2) ini. Habis upacara pemelaspas, akan dilanjutkan dengan uji beban jembatan. “Saat ini jembatan belum bisa dilalui. Untuk penyerberangan masyarakat mupun siswa, masih menggunakan perahu,” ujar Kabag Humas dan Protokol Setda Kabupaten Klungkung, I Wayan Parna, Jumat (24/2).
Sedangkan Bendesa Pakraman Lembongan, I Wayan Sukadana, mengatakan upacara ritual pemelaspas dan pecaruan alit Jembatan Kuning hari ini menggunakan sarana banten pecaruan eka sata. Upacara akan dipuput Jro Mangku Desa Pakraman Lembongan, dengan persembahyangan yang diikuti krama dan prajuru desa. “Karena pengerjaan Jembatan Kuning sudah selesai, kita langsung siapkan sarana dan prasara upakaranya,” jelas Wayan Sukadana saat dikonfirmasi NusaBali, Jumat kemarin.
Sukadana menyebutkan, upacara ritual ini dilaksanakan untuk mengharmoniskan kembali situasi dan kondisi setempat, sehingga Jembatan Kuning bisa difungsikan dengan baik. Selain itu, ritual pemelaspas dan pecaruan alit juga bermakna untuk menjaga kesakralan dan kesucian kawasan pantai.
Bukan hanya itu. Menurut Sukadana, pada 31 Maret 2017 mendatang, akan kembali digelar upacara ritual lebih besar yakni Tawur Labuh Gentuh, Pemarisuda Jagat Kertih, dan Samudra Kertih. Upacara ini merupakan salah satu upacara dengan tingkatan utama. “Kami berharap Jembatan Kuning bisa terasambung baik secara sekala maupun niskala,” katanya.
Sementara itu, Bupati Klungkung Nyoman Suwirta bersama jajaran SKPD terkait sempat beberapa kali terjun mengecek pengerjaan Jembatan Kuning. Terakhir, Bupati Suwirta dan jajarannya terjun mengecek kondisi Jembatan Kuning pasca rampung dibangun, Kamis (23/2) lalu.
Jembatan Kuning pasca ambruk dibangun dengan ukuran panjang 140 meter dan lebar 1,8 meter. Ini lebih lebar dari ukuran sebelum jembatan ambruk, yang semula hanya 1,4 meter. Jembatan Kuning nantinya hanya bisa dilalui sepeda motor dan pejalan kaki. Pembangunan kembali Jembatan Kuning pasca ambruk telah dilakukan sejak 6 November 2016 lalu.
Jembatan Kuning sebelumnya mendadak ambruk, 16 Oktober 2016 petang pukul 18.10 Wita. Akibatnya, 8 pamedek (umat yang hendak tangkil ke pura) tewas mengenaskan, sementara 34 korban lainnya terluka. Diduga kuat, jembatan yang dibangun era 1990-an ini ambruk karena beberapa tali sling sudah putus sejak lama.
Saat jembatan ambruk petang itu, sekitar 75 pamedek yang rata-rata berpakaian adat sembahyang melintas di atas Jembatan Kuning. Mereka hendak tangkil ke Pura Bakung di Banjar Ceningan Kangin, Desa Pakraman Lembongan, Kecamatan Nusa Penida serangkaian pujawali pada Radite Wage Krulut, Minggu (16/10). Mereka sebagian naik sepeda motor, sebagian lagi jalan kaki di atas jembatan sepanjang 100 meter tersebut.
Begitu jembatan ambruk, motor-motor yang ditunggangi langsung tercebur ke laut berkedalaman lebih dari 1 meter. Demikian pula pamedek yang jalan kaki, sebagian terjebur ke laut. Akibatnya, 8 orang tewas dan 34 korban terluka. * wa
Komentar