Cegah Anak Stunting dan Perceraian
Program Semara Ratih di Desa Tegal Mengkeb
TABANAN, NusaBali
Bali merupakan provinsi dengan prevalensi stunting terendah di Indonesia. Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 mencatat angka prevalensi stunting di Bali sebesar 10,9 persen.
Angka tersebut jauh di bawah angka prevalensi nasional pada angka 24,4 persen. Kendati demikian, Bali terus berupaya menekan angka prevalensi stunting dengan target 2 persen pada 2024.
Salah satu kendala dalam upaya percepatan penurunan stunting di Bali yakni belum adanya mekanisme bimbingan kepada calon pengantin sebelum pernikahan. Seperti disampaikan Sekda Bali Dewa Made Indra, saat menghadiri kegiatan Koordinasi dan Perencanaan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada bulan lalu di Sanur.
Menurut Dewa Indra, sebelum melangsungkan pernikahan, calon pengantin ataupun keluarganya biasanya terlebih dahulu melapor ke Bendesa Adat alih-alih melapor ke Kepala Desa (Perbekel). Sehingga tim pembimbing catin (calon pengantin) terlambat mengetahui pasangan yang akan melakukan pernikahan. Bahkan seringkali bimbingan dilakukan setelah pernikahan terjadi atau sesudah terjadinya kelahiran.
Kendala tersebut juga terjadi di Desa Tegal Mengkeb, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan. Perbekel Tegal Mengkeb Dewa Made Widarma menggagas program Semara Ratih. Program ini hasil sinergi pihak desa, desa adat, dan unsur terkait dalam penurunan stunting. Program dirancang tahun 2017. Alur teknisnya, pasangan calon pengantin harus melapor tiga bulan sebelum menikah ke kantor kepala desa. Setelah itu, perbekel akan mengarahkan Tim Semara Ratih yang terdiri dari unsur tenaga kesehatan (puskesmas), Tim Pendamping Keluarga (bidan, Kader TP PKK, Kader KB), Bhabinkamtibmas, dan bendesa adat.
Tim Pendamping Keluarga, kata Widarna, akan menscreening catin (calon pengantin), terutama calon pengantin perempuan, meliputi lingkar perut, lingkar lengan atas, berat dan tinggi badan, HB, dan cek tensi darah. “Beberapa layanan kami tambahkan agar sesuai dengan upaya pencegahan lahir bayi stunting,” ungkap Dewa Widarma, Minggu (23/10). Selanjutnya dari unsur kepolisian (Bhabinkamtibmas) memberikan konseling tentang hukum untuk menghindari kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Bendesa adat memberikan pemahaman atau tata-titi tentang kewajiban suami-istri, terutama masyarakat Hindu Bali yang kental menjunjung adat istiadat. “Setelah itu, pas hari-H pernikahan, kami langsung bawakan akta perkawinan ke rumahnya dan satu bibit pohon manggis sebagai simbol kejujuran. Kedua benda ini adalah 'reward' bagi mereka yang mengikuti program Semara Ratih,” jelas Dewa Widarma.
Pohon manggis itu kemudian ditanam di areal rumah sang pengantin. Menurut Dewa Widarma, penanaman pohon ini mengandung nilai filosofis yang tinggi. Dalam ajaran Hindu, pohon memiliki Dwi Pramana (Bayu dan Sabda) yang mampu memberikan vibrasi positif bagi rumah tangga. Buah manggis sangat jujur, karena berapa pun jumlah tapuknya, sebegitulah isi di dalamnya.
“Kami sarankan pasangan itu merenung di samping pohon yang mereka tanam saat menikah. Pohon saja yang punya Dwi Pramana bisa tumbuh dengan baik, masa sih kita manusia yang punya Tri Pramana (Bayu, Sabda dan Idep) kalah sama pohon?,” kata Dewa Widarma. Dia mengakui, tujuan program Semara Ratih juga untuk memutus rantai perceraian yang cukup signifikan di Desa Tegal Mengkeb.
Program yang telah mendapat apresiasi Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya ini juga terinspirasi kisah hidup sang perbekel sendiri. Dia adalah korban perceraian orangtuanya, bahkan tidak hanya sekali, tapi dua kali. “Untuk itu saya tidak mau ada warga saya yang bercerai. Cukup saya yang merasakan. Sekarang saya dan jajaran tinggal berupaya bagaimana membentuk keluarga-keluarga berkualitas,” ujarnya.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali Ni Luh Gede Sukardiasih juga mengapresiasi Program Semara Ratih yang diinisiasi oleh Perbekel Desa Tegal Mengkeb Dewa Made Widarma. “Program ini sangat bagus, sangat penting calon pengantin harus diberikan pembekalan untuk mengarungi kehidupan berkeluarga, sehingga tercipta keluarga yang harmonis dan dapat menghasilkan anak-anak yang berkualitas," kata Sukardiasih.
Sukardiasih berharap program ini dapat diadaptasi oleh Pemerintah Daerah dalam rangka untuk percepatan penurunan stunting di Provinsi Bali dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya screening kesehatan tiga bulan sebelum pernikahan. “Saat ini, pemerintah Kabupaten Tabanan sudah (mulai) mengadaptasi program ini, harapannya tidak hanya sampai pada administrasi akta nikah saja, tetapi sampai ke proses pendampingan juga berjalan untuk di seluruh desa di Tabanan, bahkan kalau bisa di seluruh Bali," jelasnya.
Sejumlah pasangan suami istri (pasutri) di Desa Tegalmengkeb, mengakui manfaat positif mengikuti program Semara Ratih yang rangkaiannya dimulai tiga bulan sebelum hari-H pernikahan. Salah satu pasutri yang merasakan manfaat Semara Ratih, yakni Wayan Anom Adi Putra,26, - Putu Renaayuna Dewi,26. Mereka melangsungkan upacara pernikahan secara Hindu, beberapa waktu yang lalu.
Mereka mengajak seluruh masyarakat, khususnya calon pengantin (catin) untuk tidak takut menjalani screening pranikah. Pasalnya, Renaayuna membuktikan sendiri manfaat yang didapatkan setelah mengikuti screening sekaligus mengikuti Program Semara Ratih di Desa Tegalmengkeb. *cr78
Komentar