Pelestarian Bahasa Ibu Jangan Dijadikan Slogan Saja!
Guru Bahasa Bali Non ASN di Badung Gelisah Tak Masuk Formasi PPPK
MANGUPURA, NusaBali.com – Guru Bahasa Bali non-ASN di Kabupaten Badung gelisah belum ada kepastian soal formasi guru bahasa daerah di Sistem Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (SSCASN).
Bagaimana tidak, guru Bahasa Bali baik honorer maupun kontrak yang sudah memenuhi syarat seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) harus menelan pil pahit akibat ketidakpastian formasi guru bahasa daerah tersebut. Akibatnya, guru Bahasa Bali non-ASN yang sudah mengabdi minimal 3 tahun merasa dianaktirikan.
Menurut seorang guru Bahasa Bali non-ASN yang tengah mengabdi di wilayah Badung selatan, dirinya sangat menyayangkan tidak terakomodasinya formasi guru bahasa daerah dalam SSCASN. Situasi ini, katanya, adalah bentuk bunuh diri terhadap usaha pelestarian bahasa ibu.
“Jika guru Bahasa Bali saja tidak diberi perhatian maka tidaklah salah bila bahasa ibu akan semakin punah,” tegas sumber yang tidak menyebutkan identitas ini kepada NusaBali.com, Kamis (3/11/2022) sore.
Menurutnya, seharusnya guru bahasa daerah diberikan posisi yang sejajar dengan guru-guru mata pelajaran lain yang mendapat formasi. Baginya, guru bahasa daerah khususnya Bahasa Bali merupakan lini depan dalam pelestarian bahasa ibu di Pulau Dewata.
Dia menyoroti gembar-gembor pelestarian bahasa daerah sedangkan pihak yang bertugas mengajarkan bahasa daerah kepada generasi bangsa saja tidak diperhatikan seperti ini.
“Jangan hanya slogan pelestarian bahasa ibu sedangkan orang yang bergelut untuk melestarikan bahasa ibu tidak pernah diperhatikan,” ujar sumber ini.
Di lain sisi, kemirisan tenaga pengajar bahasa daerah ini ternyata sudah berkembang di kalangan akademisi. Menurut salah satu guru muda yang bertugas di sebuah lembaga pendidikan di Badung utara, sejak di bangku kuliah ia sudah diingatkan oleh dosen-dosennya untuk memupuk kesabaran sebagai mahasiswa dan nanti sebagai lulusan yang berprofesi sebagai guru Bahasa Bali.
Sangat miris memang, di mana niat ngayah menjadi pelestari Bahasa Bali dianggap sebagai sebuah risiko mengambil pekerjaan. Meskipun guru muda ini masih belum memenuhi syarat untuk seleksi PPPK, dari tahun ke tahun dirinya melihat ketidakpastian terhadap formasi guru bahasa daerah itu selalu terjadi.
Ia khawatir apabila ketika secara administrasi dan durasi pengabdian nanti dirinya sudah memenuhi syarat, ketidakpastian akan keberadaan formasi guru bahasa daerah ini tetap berlanjut.
“Terus terang saja, mendengar cerita dari senior-senior saya yang lulus lebih dulu dan sudah mengabdi cukup lama di sekolah tapi belum ada kepastian tentang kapan adanya PPPK (Bahasa Bali) ini sedangkan mata pelajaran Bahasa Bali kan ada,” tutur guru muda ini ditemui NusaBali.com, Kamis siang.
Situasi ini menjadi kekhawatiran tersendiri baginya yang sudah memantapkan diri mengambil jalur pendidikan Bahasa Bali apabila keadaan ini terus berlanjut. Sebagai guru muda yang dipastikan akan memenuhi syarat tidak lama lagi, dirinya berharap ada keadilan bagi guru bahasa daerah.
Keadilan terhadap guru bahasa daerah khususnya Bahasa Bali ini, katanya, sangat diperlukan lantaran bahasa merupakan ruh dari kebudayaan. Kalau semangat ngayah yang awalnya berapi-api ini tidak dihargai oleh para pemangku kepentingan, jangan disalahkan apabila ke depan bara juru ayah ngrajegang Bahasa Bali ini padam satu demi satu. *rat
Komentar