Stok Beras di Bali Aman
Dari selisih produksi dan kebutuhan ada surplus 102 ribu ton beras
DENPASAR,NusaBali
Di saat cadangan beras pemerintah (CBP) secara nasional mulai menipis, stok bahan pokok utama ini di Bali dinyatakan aman. Pemprov Bali, dalam hal ini Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali menyatakan persediaan beras untuk memenuhi kebutuhan dalam kondisi mencukupi. Malah dinyatakan surplus, yang akan digunakan sebagai cadangan kebutuhan beras memasuki tahun 2023.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunada menjelaskan, Kamis (17/11). Hal tersebut disampaikan Sunada, saat dikonfirmasi kondisi ‘perpanganan’ di Bali, jelang akhir tahun 2022 dan memasuki tahun baru 2023 nanti.
Sunada menjelaskan, produksi gabah di Bali 818.526.000 ton atau jika dijadikan beras setara dengan 520.000 ton beras. Sedang total kebutuhan beras 418.546 ton dalam setahun. Itu semua untuk semua kebutuhan, baik untuk konsumsi masyarakat, pemenuhan untuk upacara keagamaan dan adat serta pariwisata. Karena itu, dari selisih produksi dan kebutuhan ada surplus 102 ribu ton beras.
Lanjut Sunada, berdasar pengecekan ke lapangan, di penggiling-penggilingan dan gudang- gudang pedagang, ditemukan masih ada beras 152 ribu ton.
”Ini baru kemarin kita cek, kita cek memang ke kabupaten (kota) ke penggilingan- penggilingan, penyosohan-penyosohan itu. Ternyata beras kita 152 ribu ton,”ungkapnya.
Kata Sunada, 'temuan' stok beras itu riil. Jumlah tersebut belum termasuk produksi beras dari produksi hasil panen pada bulan November sebanyak 13.237 hektare, disusul panen pada
Desember seluas 12.546 hektare. Kelebihan beras tersebut kata Sunada akan dijadikan stok beras kebutuhan beras tahun berikutnya (2023).
“Itu untuk stok kita. Ini beras segar. Tahun depan kan kita membutuhkan beras,” ujar Sunada. Atas dasar data riil dari pengecekan di lapangan itu, Sunada menegaskan persediaan beras di Bali dalam kondisi aman. Sementara Harga Pokok Produksi (HPP) gabah dari Pemerintah ditetapkan Rp 4.200 perkilo gabah kering panen.
Di kalangan petani menuturkan curah hujan yang cukup tinggi belakangan ini berpengaruh terhadap rendemen gabah, sehingga mengurangi produksi.
“Biasanya rendemennya 56 persen, sekarang turun jadi 50 persen,” ujar I Made Suka Arta, salah seorang pemilik penyosohan beras di Penebel, Tabanan.
Menurut Suka Arta, memang ada beberapa varietas padi yang ‘tidak berani’ dengan curah hujan tinggi. Dijelaskan jenis padi yang tidak tahan dengan curah hujan, bulir gabah akan menghitam dalam waktu tidak lama. “Itulah sementara kendalanya. Faktor alam, faktor cuaca,” ujar Suka Arta.
Sementara harga rata- rata beras di kisaran Rp 10.000 perkilo. Sejauh ini pasokan dan pengiriman relatif lancar. Hanya saat jelang dan puncak kegiatan KTT G20, Suka Arta rehat mengirim beras ke Denpasar. Hal itu karena ada pengurangan aktivitas kegiatan masyarakat, untuk mendukung kelancaran pelaksanaan G20 di Nusa Dua, Kuta Selatan Badung. “Sekarang sudah normal kembali,” ucapnya. *K17
Di saat cadangan beras pemerintah (CBP) secara nasional mulai menipis, stok bahan pokok utama ini di Bali dinyatakan aman. Pemprov Bali, dalam hal ini Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali menyatakan persediaan beras untuk memenuhi kebutuhan dalam kondisi mencukupi. Malah dinyatakan surplus, yang akan digunakan sebagai cadangan kebutuhan beras memasuki tahun 2023.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunada menjelaskan, Kamis (17/11). Hal tersebut disampaikan Sunada, saat dikonfirmasi kondisi ‘perpanganan’ di Bali, jelang akhir tahun 2022 dan memasuki tahun baru 2023 nanti.
Sunada menjelaskan, produksi gabah di Bali 818.526.000 ton atau jika dijadikan beras setara dengan 520.000 ton beras. Sedang total kebutuhan beras 418.546 ton dalam setahun. Itu semua untuk semua kebutuhan, baik untuk konsumsi masyarakat, pemenuhan untuk upacara keagamaan dan adat serta pariwisata. Karena itu, dari selisih produksi dan kebutuhan ada surplus 102 ribu ton beras.
Lanjut Sunada, berdasar pengecekan ke lapangan, di penggiling-penggilingan dan gudang- gudang pedagang, ditemukan masih ada beras 152 ribu ton.
”Ini baru kemarin kita cek, kita cek memang ke kabupaten (kota) ke penggilingan- penggilingan, penyosohan-penyosohan itu. Ternyata beras kita 152 ribu ton,”ungkapnya.
Kata Sunada, 'temuan' stok beras itu riil. Jumlah tersebut belum termasuk produksi beras dari produksi hasil panen pada bulan November sebanyak 13.237 hektare, disusul panen pada
Desember seluas 12.546 hektare. Kelebihan beras tersebut kata Sunada akan dijadikan stok beras kebutuhan beras tahun berikutnya (2023).
“Itu untuk stok kita. Ini beras segar. Tahun depan kan kita membutuhkan beras,” ujar Sunada. Atas dasar data riil dari pengecekan di lapangan itu, Sunada menegaskan persediaan beras di Bali dalam kondisi aman. Sementara Harga Pokok Produksi (HPP) gabah dari Pemerintah ditetapkan Rp 4.200 perkilo gabah kering panen.
Di kalangan petani menuturkan curah hujan yang cukup tinggi belakangan ini berpengaruh terhadap rendemen gabah, sehingga mengurangi produksi.
“Biasanya rendemennya 56 persen, sekarang turun jadi 50 persen,” ujar I Made Suka Arta, salah seorang pemilik penyosohan beras di Penebel, Tabanan.
Menurut Suka Arta, memang ada beberapa varietas padi yang ‘tidak berani’ dengan curah hujan tinggi. Dijelaskan jenis padi yang tidak tahan dengan curah hujan, bulir gabah akan menghitam dalam waktu tidak lama. “Itulah sementara kendalanya. Faktor alam, faktor cuaca,” ujar Suka Arta.
Sementara harga rata- rata beras di kisaran Rp 10.000 perkilo. Sejauh ini pasokan dan pengiriman relatif lancar. Hanya saat jelang dan puncak kegiatan KTT G20, Suka Arta rehat mengirim beras ke Denpasar. Hal itu karena ada pengurangan aktivitas kegiatan masyarakat, untuk mendukung kelancaran pelaksanaan G20 di Nusa Dua, Kuta Selatan Badung. “Sekarang sudah normal kembali,” ucapnya. *K17
Komentar