Metatah Massal Desa Adat Batuan - Sukawati, Diikuti 78 Orang, Salah Satunya Bule Perempuan asal Jerman
Sahasra Warsa Batuan diisi rangkaian kegiatan kebudayaan dimulai 18 Desember dengan Pementasan 1.000 Tari Rejang Sutri, tarian endemik Batuan.
GIANYAR, NusaBali
Momentum peringatan 1.000 Tahun ditulisnya Prasasti Baturan 'Sahasra Warsa Batuan' dimaknai secara istimewa oleh Desa Adat Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Setelah menggelar Tawur Nawa Gempang di Catus Pata, Desa Adat Batuan menyelenggarakan Metatah Massal saat Umanis Piodalan di Pura Desa lan Puseh pada Redite Umanis Warigadean, Minggu (11/12) di Batuan Art Space desa setempat.
Bendesa Adat Batuan I Nyoman Megawan menjelaskan metatah massal ini bagian dari aksi sosial lewat Manusia Yadnya. Diikuti sebanyak 78 orang dari internal desa maupun luar desa. Bahkan salah satunya merupakan seorang bule perempuan bernama Iris,33, asal Jerman. "Metatah massal ini menjadi salah satu bagian dari kegiatan sosial dalam membantu umat sedharma. Tidak terbatas dari Batuan saja, ada dari berbagai desa bahkan satu orang dari luar negeri, Jerman. Jumlah peserta 78 orang. Melibatkan 12 Sangging," jelasnya.
Kegiatan sosial ini menjadi rangkaian memperingati Sahasra Warsa ditulisnya prasasti Baturan. Sebuah prasasti kuno yang hingga saat ini disucikan di Pura Puseh Desa Adat Batuan berangka tahun 944 Isaka atau 1022 Masehi yang dianugerahkan oleh Raja Bali ke X Srie Aji Marakata dalam 7 lembar lempengan tembaga yang bercerita tentang kehidupan, kewajiban, hak dan tanggungjawab masyarakat Baturan saat itu. "Secara ringkas, prasasti Baturan berisi tentang Keraman Baturan pada saat itu memohon dibebaskan dari segala pajak, kerja rodi dan segala bentuk suguhan besar. Sebagai gantinya, Keraman Baturan bertanggung jawab atas kelanjutan Aci di Pura tempat suci Raja. Termasuk dalam berkesenian, bahwa sejak seribu tahun yang lalu telah tumbuh ragam seni di Baturan. Seperti misalnya seni tari, lukis, undagi, Pande, ahli membuat aungan atau terowongan, hingga pelawak bebanyolan tercatat dalam prasasti," jelas Megawan didampingi Pangliman atau Wakil Bendesa I Wayan Sudha. Warisan adi luhung yang tertuang dalam prasasti ini pula yang menjadi spirit untuk pelestarian seni hingga kini.
Ditemui terpisah, bule Jerman, Iris mengaku ikut metatah karena tertarik menjalani ritual Agama Hindu. Bagi bule lajang yang sudah mengantongi sertifikat Sudiwadani (masuk Agama Hindu) pada bulan September 2021 ini, metatah menjadi salah satu agenda pentingnya. "Very important event," ungkapnya. Iris melalui pemandunya, I Ketut Jaya mengatakan tertarik menekuni dunia spiritual bahkan sejak usia 5 tahun. Ketertarikannya semakin kuat ketika diajak oleh neneknya ke Bali untuk pertama kalinya tahun 2009 silam.
"Dia mulai aktif menekuni spiritual di Bali tahun 2019, dia menyukai aktivitas healing untuk merasakan energinya sendiri. Kemudian tahun 2021 mengikuti prosesi Sudiwadani, sekarang ikut Metatah. Dia ingin menjadi Hindu Bali yang sesungguhnya," jelas Ketut Jaya, terapis asal Banjar Dentiyis ini. Sementara itu, Perbekel Batuan, Ari Anggara menambahkan Sahasra Warsa Batuan akan dimeriahkan dengan kegiatan kebudayaan selama 9 hari penuh dalam balutan festival. Rangkaian kegiatan kebudayaan dimulai pada 18 Desember dengan Pementasan Seribu Tari Rejang Sutri yang merupakan tarian endemik Batuan. *nvi
Bendesa Adat Batuan I Nyoman Megawan menjelaskan metatah massal ini bagian dari aksi sosial lewat Manusia Yadnya. Diikuti sebanyak 78 orang dari internal desa maupun luar desa. Bahkan salah satunya merupakan seorang bule perempuan bernama Iris,33, asal Jerman. "Metatah massal ini menjadi salah satu bagian dari kegiatan sosial dalam membantu umat sedharma. Tidak terbatas dari Batuan saja, ada dari berbagai desa bahkan satu orang dari luar negeri, Jerman. Jumlah peserta 78 orang. Melibatkan 12 Sangging," jelasnya.
Kegiatan sosial ini menjadi rangkaian memperingati Sahasra Warsa ditulisnya prasasti Baturan. Sebuah prasasti kuno yang hingga saat ini disucikan di Pura Puseh Desa Adat Batuan berangka tahun 944 Isaka atau 1022 Masehi yang dianugerahkan oleh Raja Bali ke X Srie Aji Marakata dalam 7 lembar lempengan tembaga yang bercerita tentang kehidupan, kewajiban, hak dan tanggungjawab masyarakat Baturan saat itu. "Secara ringkas, prasasti Baturan berisi tentang Keraman Baturan pada saat itu memohon dibebaskan dari segala pajak, kerja rodi dan segala bentuk suguhan besar. Sebagai gantinya, Keraman Baturan bertanggung jawab atas kelanjutan Aci di Pura tempat suci Raja. Termasuk dalam berkesenian, bahwa sejak seribu tahun yang lalu telah tumbuh ragam seni di Baturan. Seperti misalnya seni tari, lukis, undagi, Pande, ahli membuat aungan atau terowongan, hingga pelawak bebanyolan tercatat dalam prasasti," jelas Megawan didampingi Pangliman atau Wakil Bendesa I Wayan Sudha. Warisan adi luhung yang tertuang dalam prasasti ini pula yang menjadi spirit untuk pelestarian seni hingga kini.
Ditemui terpisah, bule Jerman, Iris mengaku ikut metatah karena tertarik menjalani ritual Agama Hindu. Bagi bule lajang yang sudah mengantongi sertifikat Sudiwadani (masuk Agama Hindu) pada bulan September 2021 ini, metatah menjadi salah satu agenda pentingnya. "Very important event," ungkapnya. Iris melalui pemandunya, I Ketut Jaya mengatakan tertarik menekuni dunia spiritual bahkan sejak usia 5 tahun. Ketertarikannya semakin kuat ketika diajak oleh neneknya ke Bali untuk pertama kalinya tahun 2009 silam.
"Dia mulai aktif menekuni spiritual di Bali tahun 2019, dia menyukai aktivitas healing untuk merasakan energinya sendiri. Kemudian tahun 2021 mengikuti prosesi Sudiwadani, sekarang ikut Metatah. Dia ingin menjadi Hindu Bali yang sesungguhnya," jelas Ketut Jaya, terapis asal Banjar Dentiyis ini. Sementara itu, Perbekel Batuan, Ari Anggara menambahkan Sahasra Warsa Batuan akan dimeriahkan dengan kegiatan kebudayaan selama 9 hari penuh dalam balutan festival. Rangkaian kegiatan kebudayaan dimulai pada 18 Desember dengan Pementasan Seribu Tari Rejang Sutri yang merupakan tarian endemik Batuan. *nvi
Komentar