Properti Masih Terkendala Perizinan, Asosiasi Pengembang Bikin Helpdesk
JAKARTA, NusaBali
Salah satu persoalan klasik yang dialami pelaku usaha di Indonesia adalah terkait perizinan. Hal ini juga dialami oleh pengembang.
Ketua DPP Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan, pengembang masih mengeluhkan kesulitan berbisnis karena terkendala perizinan. Oleh karena itu, pihaknya akan meluncurkan Helpdesk Perizinan REI.
Dijelaskan Totok, adanya helpdesk perizinan ini diharapkan bisa menyelesaikan hambatan terkait izin di sektor properti, terutama yang berkaitan dengan penerapan perizinan berbasis Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA). REI sudah menjalin kerjasama dan koordinasi intens dengan 12 kementerian/lembaga (K/L) negara, di mana masing-masing K/L sudah dilengkapi dengan person in charge (PIC).
"Dengan adanya PIC memudahkan koordinasi antar institusi, sehingga kendala-kendala perizinan dapat diselesaikan dengan cepat karena ada batas waktu penyelesaian perizinan seperti diatur Undang-undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK)," ujar Totok seperti dilansir detikcom, Kamis (2/2).
Menurut Totok, dirinya sudah melaporkan langsung pembentukan Helpdesk Perizinan REI kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi, kata Totok, menyambut baik inisiatif REI tersebut. Pasalnya, ini sejalan dengan agenda pemerintah untuk meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia.
"Presiden bahkan berpesan supaya rencana tersebut segera direalisasikan serta meminta REI terus berkoordinasi dan bekerjasama dengan pemerintah dalam menuntaskan kendala perizinan yang ada," jelas Totok.
Diterangkan, Helpdesk Perizinan REI akan berkantor di Kantor DPP REI di Jakarta. Namun dalam pelaksanaan di lapangan helpdesk ini memiliki kepanjangan tangan di setiap daerah yakni di setiap kantor sekretariat DPD REI se-Indonesia. Kendala perizinan yang dihadapi anggota REI dapat dilaporkan ke masing-masing DPD. Jika tak terselesaikan baru diambil alih oleh DPP REI.
Menurut Totok, DPP REI selama tiga hari dari 30 Januari sampai 1 Februari 2023 sudah melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis (bimtek) dengan sejumlah kementerian/lembaga negara yang juga diikuti staf di sekretariat DPD REI. Kantor Staf Presiden (KSP) bahkan turut memantau bimtek tersebut. Beberapa aplikasi perizinan yang dipelajari antara lain OSS-RBA, Amdal.net, SIMBG, Sikumbang dan Sibaru. Nantinya juga akan dipelajari aplikasi pertanahan dan pembiayaan.
Lebih lanjut, dia mengakui, masalah perizinan masih mendominasi persoalan yang dikeluhkan para anggota REI se-Indonesia. Terlebih pasca pembelakuan UUCK yang memerintahkan sistem aplikasi tunggal secara online atau OSS, hampir semua perizinan mengalami stagnan karena berbagai faktor terutama ketidaksiapan pemerintah daerah dan regulasi pendukung. Akibatnya, iklim investasi usaha di Tanah Air menjadi terganggu.
"Padahal, perizinan menyangkut hajat hidup dunia usaha termasuk di bisnis properti," kata Totok. Dia memberi contoh mengenai penerbitan rencana detail tata ruang (RDTR) yang terintegrasi dengan sistem OSS. Dari target 2.000 RDTR, realisasinya baru sekitar 10%. Hal itu membutuhkan perhatian dari pemerintah daerah karena RDTR berkaitan dengan kepastian perizinan KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) sebagai acuan pemanfaatan ruang.
Di daerah yang sudah memiliki RDTR dan sudah terintegrasi dengan OSS, maka penerbitan KKPR yang dikenal dengan Konfirmasi KKPR, akan diterbitkan dalam waktu satu hari kerja karena penilaian dilakukan oleh sistem. Sementara untuk daerah yang belum memiliki RDTR, penerbitan Konfirmasi KKPR butuh waktu sekitar 20 hari.
REI berharap Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dapat membantu mendorong dan mempercepat selesainya RDTR di setiap daerah sehingga tak hanya mempersingkat waktu perizinan tetapi meminimalisir tindakan perubahan peruntukan tata ruang secara sembarangan.*
Komentar