Buronan Interpol Dideportasi ke Italia
Ada tiga petugas masing-masing dua orang dari Polda Bali dan satu orang dari Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri yang mengawal sampai ke Italia.
MANGUPURA, NusaBali
Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Ngurah Rai bersama Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri dan Polda Bali mendeportasi Warga Negara Asing (WNA) berinisial AS, 32. Proses pendeportasian terhadap WNA yang memiliki dua kewarganegaraan, yakni Italia dan Australia itu dilakukan secara tertutup pada Minggu (19/2) malam. Proses pendeportasian tertutup, karena dikhawatirkan menganggu keamanan dan kenyamanan penumpang lainnya.
Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali, Barron Ihsan, mengatakan proses pendeportasian AS dilakukan pada Minggu malam sekitar pukul 21.00 Wita. Meski dipastikan dideportasi, Barron Ihsan engan merinci secara pasti nomor penerbangan serta maskapai yang digunakan. Hal ini semata demi keamanan dan kenyamanan penerbangan, utamanya penumpang lain.
“Kita akan melakukan pendeportasian terhadap buronan Interpol yang masuk pada Subjek Red Notice pada tahun 2016 silam. Jadi WNA buronan yang diamankan pada 3 Februari 2023 lalu dideportasi ke negaranya yakni Italia,” jelas Barron Ihsan saat memberikan keterangan pers di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Ngurah Rai, Jimbaran pada Minggu (19/2) sore.
Dijelaskan, proses pendeportasian tertutup terhadap AS, karena berbagai pertimbangan yang dilakukan oleh pihaknya serta Polda Bali dan Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri. WNA yang terlibat dalam kasus peredaran Narkoba jenis ganja sebanyak 160 kilogram di Italia pada 2014 silam itu akan ditempatkan seperti biasa di dalam pesawat, sehingga perlu merahasiakan penerbangan yang digunakannya.
Dalam proses penderportasian itu pula, ada tiga petugas masing-masing dua orang dari Polda Bali dan satu orang dari Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri yang melakukan pengawalan sampai ke Italia. “Pengawalan yang dilakukan oleh tim Polda Bali dan Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri ini atas permintaan interpol Italia. Jadi yang menghantarkan langsung adalah personel kita. Jadi pendeportasian seperti penumpang biasa, namun dikawal oleh petugas. Makanya dilakukan secara tertutup dikhawatirkan ada kegaduhan di dalam pesawat,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan perwakilan dari Hubinter Polri, Kompol Anggaito Hadi Prabowo. Menurut dia, kepulangan AS dirahasiakan demi keamanan dan kenyamanan semua, aspek termasuk keamanan penerbangan. Untuk itu, dia memastikan kalau informasi pendeportasian AS akan disampaikan dikemudian hari, apabila sudah sampai tujuan. Adapun pertimbangan tertutupnya/dirahasiakan hanya untuk keamanan dan kenyamanan penumpang. Dia khawatir, kalau pelaksanaan pendeportasian disebut dalam pesawat, akan menimbulkan kegaduhan. “Kita tidak ingin melakukan penyampaian dalam pesawat. Jadi di dalam pesawat dilakukan pengawasan oleh tiga personel yang melekat,” tegasnya.
Dia menjelaskan, WNA tersebut sebelumnya diamankan oleh petugas gabungan. WNA yang memiliki dua kewarganegaraan yakni Italia dan Australia itu terkena Hit Alert saat berada di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, pada 3 Februari lalu. Saat itu, WNA tersebut sedang transit di bandara tersibuk kedua di Indonesia itu. Namun langsung terdeteksi oleh sistem jaringan yang melibatkan Imigrasi serta interpol seluruh dunia. Atas kondisi itu, pihaknya bersama Polda Bali dan Imigrasi langsung menyikapi dengan penangkapan.
“Subjek ini terkena Hit Alert saat bersangkutan masuk ke Bandara Ngurah Rai. WNA itu sudah ada Red Notice sejak tahun 2016 karena keterlibatan obat terlarang di Italia,” jelasnya.
Masih menurut dia, dari informasi yang diperoleh, dimasukkannya AS ke dalam Red Notice itu karena keterlibatannya dalam organisasi terlarang di Eropa serta keterangan 4 orang tersangka yang tertangkap dalam pengungkapan jaringan narkoba. Yang mana, pada tahun 2014 silam, 4 orang diamankan petugas Italia, karena kepemilikan 160 kilogram ganja. Dari keempat tersangka itu, semua mengarah pada keterlibatan AS. Maka, petugas di sana memasukkan nama AS ke dalam Red Notice pada tahun 2016 hingga saat ini. Sejak saat itu, keberadaan AS diketahui pindah ke Australia dan di Negeri Kanguru itu melakoni kehidupan sebagai pemain property. “Yang bersangkutan selama ini di Australia. Saat ditangkap sebenarnya dia hanya transit dan hendak menuju ke Australia. Namun karena sudah terdeteksi sistem, maka langsung diamankan,” jelas Kompol Anggaito Hadi Prabowo.
Di lokasi yang sama, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Satake Bayu, mengatakan pengiriman personel Polda Bali dan Hubinter untuk pengawalan WNA bersangkutan atas permintaan pihak kepolisian Italia. Untuk itu, biaya pendeportasian serta pengamanan secara penuh ditanggung dari Italia. “Hasil koordinasi antara Interpol dari Indonesia dan Italia, bahwa yang bersangkutan kita antar ke Italia atas permintaan pihak dari sana,” katanya. *dar
Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali, Barron Ihsan, mengatakan proses pendeportasian AS dilakukan pada Minggu malam sekitar pukul 21.00 Wita. Meski dipastikan dideportasi, Barron Ihsan engan merinci secara pasti nomor penerbangan serta maskapai yang digunakan. Hal ini semata demi keamanan dan kenyamanan penerbangan, utamanya penumpang lain.
“Kita akan melakukan pendeportasian terhadap buronan Interpol yang masuk pada Subjek Red Notice pada tahun 2016 silam. Jadi WNA buronan yang diamankan pada 3 Februari 2023 lalu dideportasi ke negaranya yakni Italia,” jelas Barron Ihsan saat memberikan keterangan pers di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Ngurah Rai, Jimbaran pada Minggu (19/2) sore.
Dijelaskan, proses pendeportasian tertutup terhadap AS, karena berbagai pertimbangan yang dilakukan oleh pihaknya serta Polda Bali dan Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri. WNA yang terlibat dalam kasus peredaran Narkoba jenis ganja sebanyak 160 kilogram di Italia pada 2014 silam itu akan ditempatkan seperti biasa di dalam pesawat, sehingga perlu merahasiakan penerbangan yang digunakannya.
Dalam proses penderportasian itu pula, ada tiga petugas masing-masing dua orang dari Polda Bali dan satu orang dari Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri yang melakukan pengawalan sampai ke Italia. “Pengawalan yang dilakukan oleh tim Polda Bali dan Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri ini atas permintaan interpol Italia. Jadi yang menghantarkan langsung adalah personel kita. Jadi pendeportasian seperti penumpang biasa, namun dikawal oleh petugas. Makanya dilakukan secara tertutup dikhawatirkan ada kegaduhan di dalam pesawat,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan perwakilan dari Hubinter Polri, Kompol Anggaito Hadi Prabowo. Menurut dia, kepulangan AS dirahasiakan demi keamanan dan kenyamanan semua, aspek termasuk keamanan penerbangan. Untuk itu, dia memastikan kalau informasi pendeportasian AS akan disampaikan dikemudian hari, apabila sudah sampai tujuan. Adapun pertimbangan tertutupnya/dirahasiakan hanya untuk keamanan dan kenyamanan penumpang. Dia khawatir, kalau pelaksanaan pendeportasian disebut dalam pesawat, akan menimbulkan kegaduhan. “Kita tidak ingin melakukan penyampaian dalam pesawat. Jadi di dalam pesawat dilakukan pengawasan oleh tiga personel yang melekat,” tegasnya.
Dia menjelaskan, WNA tersebut sebelumnya diamankan oleh petugas gabungan. WNA yang memiliki dua kewarganegaraan yakni Italia dan Australia itu terkena Hit Alert saat berada di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, pada 3 Februari lalu. Saat itu, WNA tersebut sedang transit di bandara tersibuk kedua di Indonesia itu. Namun langsung terdeteksi oleh sistem jaringan yang melibatkan Imigrasi serta interpol seluruh dunia. Atas kondisi itu, pihaknya bersama Polda Bali dan Imigrasi langsung menyikapi dengan penangkapan.
“Subjek ini terkena Hit Alert saat bersangkutan masuk ke Bandara Ngurah Rai. WNA itu sudah ada Red Notice sejak tahun 2016 karena keterlibatan obat terlarang di Italia,” jelasnya.
Masih menurut dia, dari informasi yang diperoleh, dimasukkannya AS ke dalam Red Notice itu karena keterlibatannya dalam organisasi terlarang di Eropa serta keterangan 4 orang tersangka yang tertangkap dalam pengungkapan jaringan narkoba. Yang mana, pada tahun 2014 silam, 4 orang diamankan petugas Italia, karena kepemilikan 160 kilogram ganja. Dari keempat tersangka itu, semua mengarah pada keterlibatan AS. Maka, petugas di sana memasukkan nama AS ke dalam Red Notice pada tahun 2016 hingga saat ini. Sejak saat itu, keberadaan AS diketahui pindah ke Australia dan di Negeri Kanguru itu melakoni kehidupan sebagai pemain property. “Yang bersangkutan selama ini di Australia. Saat ditangkap sebenarnya dia hanya transit dan hendak menuju ke Australia. Namun karena sudah terdeteksi sistem, maka langsung diamankan,” jelas Kompol Anggaito Hadi Prabowo.
Di lokasi yang sama, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Satake Bayu, mengatakan pengiriman personel Polda Bali dan Hubinter untuk pengawalan WNA bersangkutan atas permintaan pihak kepolisian Italia. Untuk itu, biaya pendeportasian serta pengamanan secara penuh ditanggung dari Italia. “Hasil koordinasi antara Interpol dari Indonesia dan Italia, bahwa yang bersangkutan kita antar ke Italia atas permintaan pihak dari sana,” katanya. *dar
Komentar