UU Provinsi Bali Jadi 'Mesin Uang'
Komisi II DPR Klaim Kemenangan Rakyat Bali
UU Provinsi Bali akan jadi ‘mesin uang’, karena bisa lakukan pungutan di berbagai sumber, mulai wisatawan, kerja sama pengelolaan bandara dan lainnya
MANGUPURA, NusaBali
Pengesahan RUU (Rancangan Undang-undang) Provinsi Bali tidak hanya memastikan payung hukum pembentukan Provinsi Bali. Namun, akan menjadi peluang Bali menghasilkan pundi-pundi keuangan alias 'Mesin Uang' buat Pulau Dewata.
Hal itu diungkapkan Anggota Komisi II DPR RI Dapil (daerah pemilihan) Bali Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra alias Gus Adhi dalam jumpa pers di Rumah Aspirasi, Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung, Jumat (7/4) pagi. Gus Adhi mengatakan, pendanaan daerah Provinsi Bali sangat penting diperjuangkan. Keberadaan UU Provinsi Bali untuk menjawab kondisi sumber dana yang diperoleh Bali dari pusat, atau sebagai tambahan dari dana-dana yang sudah diperoleh selama ini, seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) dan DAU (Dana Alokasi Umum) maupun dana bagi hasil.
"DAU dan DAK tidak akan terganggu. Justru ini adalah terobosan untuk memperoleh tambahan. Lahirnya UU Provinsi Bali ini harus ada percepatan dari Pemprov Bali membuat turunan dalam bentuk Perda. UU Provinsi Bali ini akan menjadi ‘mesin uang’ bagi daerah Bali, karena pemerintah bisa melakukan pungutan di berbagai sumber. Mulai dari wisatawan, kerja sama dengan pengelola bandara, di bidang pengelola pelabuhan laut dan lainnya," ujar Gus Adhi.
"Terkait dengan kontribusi turunannya apa? Terkait dengan pungutan wisatawan turunannya apa? Harus diatur kembali dengan turunannya. UU Provinsi Bali ini adalah rumah besarnya. UU Provinsi Bali adalah pohonnya, nanti tugas Pemerintah Provinsi Bali siapkan ranting dan akarnya," jelas Ketua Depidar SOKSI Bali ini. Ditambahkan Gus Adhi, pembahasan RUU Provinsi Bali sudah melibatkan kementerian terkait. Mendagri, Menteri Keuangan, Menteri Bappenas dan Menteri Pemerintahan Desa. "Jangan sampai ada benturan dengan Undang-undang lainnya. Aturan di atasnya hanya Undang-Undang Dasar 1945," tegas mantan Anggota Komisi IV DPR RI ini.
Mantan Sekretaris DPD II Golkar Badung ini menyebutkan untuk merebut dana pusat tergantung kepala daerah. "Ibarat pedagang, tergantung cara menjual barangnya. Pedagang tahu, dagangannya enak dan bersih, kalau pinter jualnya pasti laku dan dapat untung. Maka perlu kerja keras dan perjuangan," terang Gus Adhi. Dia mengingatkan perjuangan meloloskan RUU Bali menjadi Undang-undang bukan perjuangan satu atau dua orang, namun perjuangan seluruh elemen masyarakat. Sehingga UU Provinsi Bali adalah kemenangan Rakyat Bali.
"Tidak ada yang berjuang sendiri-sendiri. Ini kemenangan Rakyat Bali, saya tidak merasa ini hasil kemenangan pribadi, karena kuncinya banyak juga dibantu Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar Ahmad Doli Kurnia. Ada juga kader Golkar almarhum Anak Agung Oka Mahendra yang pertama kali merumuskan draf RUU Provinsi Bali. Ada juga Wakil Ketua Komisi II Junimart Girsang dari Fraksi PDIP. Ada juga guru besar dari kampus," ujar Gus Adhi.
Sementara menurut Anggota Komisi XI DPR RI membidangi anggaran, I Gusti Agung Rai Wirajaya mengatakan peluang Bali merebut anggaran pusat dari UU Provinsi Bali tergantung lagi dengan pemerintah di daerah. "Kembali lagi dengan usulan Pemda. Sekarang kan sudah diberikan lampu hijau melakukan pungutan, bukan lagi retribusi. Ini lah ide-ide pemerintah daerah yang harus muncul, namun tidak memberatkan masyarakat. Diimplementasikan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda)," ujar Rai Wirajaya.
Kata dia, regulasi turunannya adalah Peraturan Mendagri, Peraturan Menteri Keuangan bisa diarahkan untuk kepentingan daerah itu sendiri. "Pemerintah daerah apa yang diinginkan dengan UU Provinsi Bali ini? Apa yang diinginkan? Harus dibuat Undang-undang turunannya. Tidak memberatkan masyarakat atau wisatawan asing dan domestik, ini perlu kajian panjang," jelas politisi PDIP asal Kelurahan Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara ini.
Apakah UU Provinsi Bali tidak pengaruhi perolehan DAU dan DAK untuk Bali? Rai Wirajaya menegaskan DAU rutin untuk pembiayaan pegawai negeri di daerah dengan luas wilayah daerah. Sementara DAK adalah berdasarkan usulan proposal melalui musyawarah dan rencana pembangunan. Selain juga perolehan dana pusat bisa berupa reward yang diberikan terhadap daerah-daerah berprestasi dalam memberikan laporan keuangan, hingga kinerja yang dinilai oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," ujar mantan Sekretaris DPD PDIP Bali ini.
Sementara Dana Bagi Hasil (DBH) juga masih bisa diperoleh Bali. "DBH masih bisa diperoleh. DBH itu diperoleh dari keuntungan usaha BUMN-BUMN di Bali, atau sumber daya alam yang diserahkan ke pusat. Cuman Bali kan hanya dapat dari BUMN, karena tidak punya sumber daya alam," tegas Rai Wirajaya. "Sekarang pemerintah daerah saja, apakah Perda akan dibuat atau regulasi lainnya. Mau pungut ke wisatawan asing dan domestik atau masyarakat, silahkan sepanjang tidak memberatkan masyarakat," tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya Provinsi Bali kini resmi memiliki Undang-Undang (UU) sendiri setelah DPR RI mengesahkan 8 Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku, Kalimantan Tengah dan Provinsi Bali dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (4/4). Pasca disahkan menjadi Undang-Undang (UU), selanjutnya Pemprov dan DPRD Bali harus menjabarkan sejumlah dalam UU dalam peraturan daerah (Perda). *nat
Hal itu diungkapkan Anggota Komisi II DPR RI Dapil (daerah pemilihan) Bali Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra alias Gus Adhi dalam jumpa pers di Rumah Aspirasi, Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung, Jumat (7/4) pagi. Gus Adhi mengatakan, pendanaan daerah Provinsi Bali sangat penting diperjuangkan. Keberadaan UU Provinsi Bali untuk menjawab kondisi sumber dana yang diperoleh Bali dari pusat, atau sebagai tambahan dari dana-dana yang sudah diperoleh selama ini, seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) dan DAU (Dana Alokasi Umum) maupun dana bagi hasil.
"DAU dan DAK tidak akan terganggu. Justru ini adalah terobosan untuk memperoleh tambahan. Lahirnya UU Provinsi Bali ini harus ada percepatan dari Pemprov Bali membuat turunan dalam bentuk Perda. UU Provinsi Bali ini akan menjadi ‘mesin uang’ bagi daerah Bali, karena pemerintah bisa melakukan pungutan di berbagai sumber. Mulai dari wisatawan, kerja sama dengan pengelola bandara, di bidang pengelola pelabuhan laut dan lainnya," ujar Gus Adhi.
"Terkait dengan kontribusi turunannya apa? Terkait dengan pungutan wisatawan turunannya apa? Harus diatur kembali dengan turunannya. UU Provinsi Bali ini adalah rumah besarnya. UU Provinsi Bali adalah pohonnya, nanti tugas Pemerintah Provinsi Bali siapkan ranting dan akarnya," jelas Ketua Depidar SOKSI Bali ini. Ditambahkan Gus Adhi, pembahasan RUU Provinsi Bali sudah melibatkan kementerian terkait. Mendagri, Menteri Keuangan, Menteri Bappenas dan Menteri Pemerintahan Desa. "Jangan sampai ada benturan dengan Undang-undang lainnya. Aturan di atasnya hanya Undang-Undang Dasar 1945," tegas mantan Anggota Komisi IV DPR RI ini.
Mantan Sekretaris DPD II Golkar Badung ini menyebutkan untuk merebut dana pusat tergantung kepala daerah. "Ibarat pedagang, tergantung cara menjual barangnya. Pedagang tahu, dagangannya enak dan bersih, kalau pinter jualnya pasti laku dan dapat untung. Maka perlu kerja keras dan perjuangan," terang Gus Adhi. Dia mengingatkan perjuangan meloloskan RUU Bali menjadi Undang-undang bukan perjuangan satu atau dua orang, namun perjuangan seluruh elemen masyarakat. Sehingga UU Provinsi Bali adalah kemenangan Rakyat Bali.
"Tidak ada yang berjuang sendiri-sendiri. Ini kemenangan Rakyat Bali, saya tidak merasa ini hasil kemenangan pribadi, karena kuncinya banyak juga dibantu Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar Ahmad Doli Kurnia. Ada juga kader Golkar almarhum Anak Agung Oka Mahendra yang pertama kali merumuskan draf RUU Provinsi Bali. Ada juga Wakil Ketua Komisi II Junimart Girsang dari Fraksi PDIP. Ada juga guru besar dari kampus," ujar Gus Adhi.
Sementara menurut Anggota Komisi XI DPR RI membidangi anggaran, I Gusti Agung Rai Wirajaya mengatakan peluang Bali merebut anggaran pusat dari UU Provinsi Bali tergantung lagi dengan pemerintah di daerah. "Kembali lagi dengan usulan Pemda. Sekarang kan sudah diberikan lampu hijau melakukan pungutan, bukan lagi retribusi. Ini lah ide-ide pemerintah daerah yang harus muncul, namun tidak memberatkan masyarakat. Diimplementasikan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda)," ujar Rai Wirajaya.
Kata dia, regulasi turunannya adalah Peraturan Mendagri, Peraturan Menteri Keuangan bisa diarahkan untuk kepentingan daerah itu sendiri. "Pemerintah daerah apa yang diinginkan dengan UU Provinsi Bali ini? Apa yang diinginkan? Harus dibuat Undang-undang turunannya. Tidak memberatkan masyarakat atau wisatawan asing dan domestik, ini perlu kajian panjang," jelas politisi PDIP asal Kelurahan Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara ini.
Apakah UU Provinsi Bali tidak pengaruhi perolehan DAU dan DAK untuk Bali? Rai Wirajaya menegaskan DAU rutin untuk pembiayaan pegawai negeri di daerah dengan luas wilayah daerah. Sementara DAK adalah berdasarkan usulan proposal melalui musyawarah dan rencana pembangunan. Selain juga perolehan dana pusat bisa berupa reward yang diberikan terhadap daerah-daerah berprestasi dalam memberikan laporan keuangan, hingga kinerja yang dinilai oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," ujar mantan Sekretaris DPD PDIP Bali ini.
Sementara Dana Bagi Hasil (DBH) juga masih bisa diperoleh Bali. "DBH masih bisa diperoleh. DBH itu diperoleh dari keuntungan usaha BUMN-BUMN di Bali, atau sumber daya alam yang diserahkan ke pusat. Cuman Bali kan hanya dapat dari BUMN, karena tidak punya sumber daya alam," tegas Rai Wirajaya. "Sekarang pemerintah daerah saja, apakah Perda akan dibuat atau regulasi lainnya. Mau pungut ke wisatawan asing dan domestik atau masyarakat, silahkan sepanjang tidak memberatkan masyarakat," tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya Provinsi Bali kini resmi memiliki Undang-Undang (UU) sendiri setelah DPR RI mengesahkan 8 Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku, Kalimantan Tengah dan Provinsi Bali dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (4/4). Pasca disahkan menjadi Undang-Undang (UU), selanjutnya Pemprov dan DPRD Bali harus menjabarkan sejumlah dalam UU dalam peraturan daerah (Perda). *nat
Komentar