Atraksi Sampi Gerumbungan dan Mengarak Sokok Ditetapkan WBTB
SINGARAJA, NusaBali - Dua atraksi budaya asal Buleleng yakni Sampi Gerumbungan dan Mengarak Sokok, ditetapkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) RI sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Kedua atraksi budaya khas Buleleng ini ditetapkan bersama 17 budaya lainnya di Bali, setelah menjalani sidang di jakarta Minggu (10/9) lalu.
Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng I Nyoman Wisandika, ditemui di ruang kerjanya, Selasa (10/9) kemarin, mengatakan dua atraksi budaya ini sebelumnya memang diusulkan untuk ditetapkan sebagai WBTB melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Dua atraksi budaya ini khas dan hanya ada di Buleleng. “Tahun ini kami memang mengusulkan dua atraksi budaya dan semuanya lolos dan ditetapkan menjadi WBTB. Usulan WBTB ini memang rutin kami usulkan setiap tahun. Total saat ini sudah ada 14 WTBT yang dimiliki Buleleng dari pengusulan tahun 2015 lalu,” kata Wisandika.
Dia menjelaskan atraksi budaya Sampi Gerumbungan, lahir dari pertanian di Buleleng. Tradisi ini memang berkembang di beberapa wilayah seperti di Desa Kaliasem, Desa Pedawa di Kecamatan Banjar (Buleleng Barat), Desa Sambangan, Desa Panji, Kelurahan Banjar Tegal wilayah Buleleng Tengah dan Desa Bebetin, Lemukih, Galungan di Kecamatan Sawan wilayah Buleleng Timur. Dalam atraksi Sampi Gerumbungan menitik beratkan pada gerakan kaki sepasang sapi yang indah dan berirama. Beberapa aksesoris khusus juga menghias sapi untuk menambah kesan indah.
Tradisi unik ini diperkirakan dimulai sejak tahun 1923 silam. Tradisi Sampi Gerumbungan ini diinisiasi petani saat membajak sawah menggunakan alat tradisional yang bernama tenggala atau lampit yang ditarik dua ekor sapi. Dari aktivitas membajak sawah ini, petani mulai berkreasi. Salah satunya melatih cara berjalan dan berlari sapi dengan cantik. Tontonan sampi gerumbungan awalnya hanya dinikmati petani, usai panen sebagai wujud syukur kepada Tuhan.
Seiring berjalannya waktu, aktivitas membajak sawah ini menjadi seni tontonan menarik dan hiburan masyarakat pada masa itu. Sehingga saat ditampilkan sebagai tontonan, sapi-sapi ini dihias dengan pernak pernik untuk menambah keindahan. Sejak tahun 1986 tradisi sampi gerumbungan tumbuh menjadi atraksi budaya yang menghibur wisatawan di kawasan Lovina Buleleng.
Sedangkan Tradisi Mengarak Sokok, merupakan tradisi Umat Muslim di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng. Tradisi ini dilaksanakan setiap tahunnya setiap peringatan Maulid Nabi yang jatuh pada 12 Rabiul awal.
Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng I Nyoman Wisandika, ditemui di ruang kerjanya, Selasa (10/9) kemarin, mengatakan dua atraksi budaya ini sebelumnya memang diusulkan untuk ditetapkan sebagai WBTB melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Dua atraksi budaya ini khas dan hanya ada di Buleleng. “Tahun ini kami memang mengusulkan dua atraksi budaya dan semuanya lolos dan ditetapkan menjadi WBTB. Usulan WBTB ini memang rutin kami usulkan setiap tahun. Total saat ini sudah ada 14 WTBT yang dimiliki Buleleng dari pengusulan tahun 2015 lalu,” kata Wisandika.
Dia menjelaskan atraksi budaya Sampi Gerumbungan, lahir dari pertanian di Buleleng. Tradisi ini memang berkembang di beberapa wilayah seperti di Desa Kaliasem, Desa Pedawa di Kecamatan Banjar (Buleleng Barat), Desa Sambangan, Desa Panji, Kelurahan Banjar Tegal wilayah Buleleng Tengah dan Desa Bebetin, Lemukih, Galungan di Kecamatan Sawan wilayah Buleleng Timur. Dalam atraksi Sampi Gerumbungan menitik beratkan pada gerakan kaki sepasang sapi yang indah dan berirama. Beberapa aksesoris khusus juga menghias sapi untuk menambah kesan indah.
Tradisi unik ini diperkirakan dimulai sejak tahun 1923 silam. Tradisi Sampi Gerumbungan ini diinisiasi petani saat membajak sawah menggunakan alat tradisional yang bernama tenggala atau lampit yang ditarik dua ekor sapi. Dari aktivitas membajak sawah ini, petani mulai berkreasi. Salah satunya melatih cara berjalan dan berlari sapi dengan cantik. Tontonan sampi gerumbungan awalnya hanya dinikmati petani, usai panen sebagai wujud syukur kepada Tuhan.
Seiring berjalannya waktu, aktivitas membajak sawah ini menjadi seni tontonan menarik dan hiburan masyarakat pada masa itu. Sehingga saat ditampilkan sebagai tontonan, sapi-sapi ini dihias dengan pernak pernik untuk menambah keindahan. Sejak tahun 1986 tradisi sampi gerumbungan tumbuh menjadi atraksi budaya yang menghibur wisatawan di kawasan Lovina Buleleng.
Sedangkan Tradisi Mengarak Sokok, merupakan tradisi Umat Muslim di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng. Tradisi ini dilaksanakan setiap tahunnya setiap peringatan Maulid Nabi yang jatuh pada 12 Rabiul awal.
Foto: Tradisi Mengarak Sokok di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng. -LILIK
Masyarakat Pegayaman dirantau pun biasanya lebih mementingkan untuk pulang di hari raya Maulid dibandingkan dengan hari raya lainnya. Sebelum masuk ke peringatan Maulid Nabi, terdapat satu tradisi di hari Rabu terakhir di bulan shafar yaitu membuat ketupat di masing-masing rumah sebagai simbol keselamatan keluarga.
Setelah membuat ketupat mereka pergi mandi ke sungai atau ke mata air bersama keluarga. Tradisi ini dilaksanakan pada sore hari setelah makan siang. Usai mandi dan menikmati ketupat kembali ke rumah masing-masing. Tradisi shafar ini dipercaya oleh masyarakat untuk menghilangkan penyakit.
Sokok yang dibuat ada 3 jenis yaitu sokok base/sosok pajegan, sokok taluh (telur) dan sokok kreasi. Bagian uniknya ada pada sokok base. Dasar dari sokok menggunakan dulang (wadah upakara umat Hindu) sebagai alas. Komponen wajib yang ada di sokok base.
Sokok dibuat oleh perorangan. Saat Mauludan sekitar 30 sokok diarak oleh Sekaa (kelompok) Hadrah untuk dibawa ke masjid. Setelah Shalat Maghrib dan membaca Al Barzanji sokok akan dibagikan kepada masyarakat.
Keberadaan Tradisi Mengarak Sokok menunjukkan adanya akulturasi budaya antara Agama Islam dan Hindu Bali. Semangat toleransi dan kebersamaan sangat jelas terlihat pada prosesi pembuatan dan pengarakan sokok.
Menurut Wisandika, pengusulan WTBT ini sangat penting diusulkan. Selain untuk menjaga dan melestarikan seni, budaya, atraksi dan adat khas daerah, juga sebagai perlindungan atas warisan leluhur. Pemerintah daerah Buleleng sejauh ini juga berkomitmen memberikan ruang pada tradisi termasuk seni budaya yang sudah ditetapkan WBTB untuk tampil di event-event pemerintah.
“Tahun depan (2024) kami sudah siapkan bahan dan persyaratannya. Rencana akan kami usulkan dua kesenian dan tradisi unik yang khas Buleleng. Yakni Meamuk-amukan di Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada dan Janger Kolok di Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan,” terang Wisandika.
WBTB Buleleng yang sudah ditetapkan, yakni Wayang Wong tahun 2015, Songket Beratan 2018, Tradisi Nyakan Diwang 2018, Tari Teruna Jaya 2018, Pengalantaka 2019, Megoak-goakan 2020, Seni Lukis Kaca Nagasepaha 2020, Ngusaba Bukakak 2020, Tradisi Saba Malunin 2021,
Permainan Gangsing Buleleng 2021, Gambuh Bungkulan 2021, Mejaran-jaranan Buleleng 2022, Mengarak Sokok 2023, dan Sampi Gerumbungan 2023. 7k23
Komentar