2024 Kuningan Nyambung Nyepi, Ahli Wariga Memberikan Penjelasan
DENPASAR, NusaBali.com - Bulan Maret 2024 tampaknya akan menjadi masa yang sibuk bagi umat Hindu di Bali. Sebab, rangkaian Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1946 menyambung Hari Raya Kuningan.
Umanis Kuningan, sehari setelah Hari Raya Kuningan yakni Redite Pahing Langkir, Minggu (10/3/2024), adalah pangrupukan Hari Suci Nyepi. Pangrupukan jatuh pada Tilem Sasih Kasanga, di mana Tawur Agung Kasanga dilaksanakan.
Namun perlu diingat, sebelum Hari Suci Nyepi, ada rangkaian yang berjalan beberapa hari lebih dulu yakni melasti. Kegiatan penyucian ke sumber mata air atau ke segara (laut). Ritual ini rata-rata digelar 3-4 hari sebelum Nyepi yang mana Hari Raya Kuningan masuk dalam rentang waktu ini.
Berderetnya Hari Raya Kuningan dan rangkaian Hari Suci Nyepi dipandang sebagai fenomena wajar dalam ilmu astronomi tradisional Bali, Wariga. Sebab, dua hari raya dan hari suci ini memiliki lintasan perputarannya masing-masing.
Drs Wayan Redi MAg, akademisi bidang Wariga dari Fakultas Brahma Widya UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar menjelaskan, rahina atau hari raya dalam Hindu Bali itu bisa dilihat berdasarkan beberapa hal, di antaranya adalah wawaran, pawukon, dan sasih.
"Hari Raya Kuningan itu adalah rahina yang berdasarkan pawukon atau wuku. Sedangkan Nyepi adalah rahina yang berdasarkan sasih," ujar Redi ketika dijumpai di Gedung Fakultas Brahma Widya pada Rabu (25/10/2023).
Hari Raya Kuningan hadir 210 hari sekali ketika saptawara Saniscara (Sabtu) dan pancawara Kliwon bertemu di wuku Kuningan. Hari Suci Nyepi datang setahun sekali yakni sehari setelah Tilem (bulan baru) pada sasih Kasanga, hari pertama menuju Purnama Sasih Kadasa.
Wuku berjumlah 30 dan masing-masing berumur satu saptawara (tujuh hari). Sasih berjumlah 12, secara dangkal dapat diartikan bulan kalender. Umurnya satu masa menuju purnama dan satu masa menuju bulan baru. Hari pertama setiap sasih dimulai sehari setelah puncak bulan baru.
"Karena hitungan (hari raya) yang berbeda ini bisa jadi di tahun-tahun yang akan datang Nyepi itu ketemu Hari Raya Galungan dan lainnya, ini sudah biasa," tutur Redi.
Kata akademisi yang sudah menekuni Wariga selama 20 tahun ini, bagi yang tidak memahami Wariga memang kadang diinterpretasikan macam-macam. Pada prinsipnya, hari raya yang berdempetan ini dipandang sebagai dua hitungan yakni sasih dan wuku yang berpapasan. *rat
Namun perlu diingat, sebelum Hari Suci Nyepi, ada rangkaian yang berjalan beberapa hari lebih dulu yakni melasti. Kegiatan penyucian ke sumber mata air atau ke segara (laut). Ritual ini rata-rata digelar 3-4 hari sebelum Nyepi yang mana Hari Raya Kuningan masuk dalam rentang waktu ini.
Berderetnya Hari Raya Kuningan dan rangkaian Hari Suci Nyepi dipandang sebagai fenomena wajar dalam ilmu astronomi tradisional Bali, Wariga. Sebab, dua hari raya dan hari suci ini memiliki lintasan perputarannya masing-masing.
Drs Wayan Redi MAg, akademisi bidang Wariga dari Fakultas Brahma Widya UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar menjelaskan, rahina atau hari raya dalam Hindu Bali itu bisa dilihat berdasarkan beberapa hal, di antaranya adalah wawaran, pawukon, dan sasih.
"Hari Raya Kuningan itu adalah rahina yang berdasarkan pawukon atau wuku. Sedangkan Nyepi adalah rahina yang berdasarkan sasih," ujar Redi ketika dijumpai di Gedung Fakultas Brahma Widya pada Rabu (25/10/2023).
Hari Raya Kuningan hadir 210 hari sekali ketika saptawara Saniscara (Sabtu) dan pancawara Kliwon bertemu di wuku Kuningan. Hari Suci Nyepi datang setahun sekali yakni sehari setelah Tilem (bulan baru) pada sasih Kasanga, hari pertama menuju Purnama Sasih Kadasa.
Wuku berjumlah 30 dan masing-masing berumur satu saptawara (tujuh hari). Sasih berjumlah 12, secara dangkal dapat diartikan bulan kalender. Umurnya satu masa menuju purnama dan satu masa menuju bulan baru. Hari pertama setiap sasih dimulai sehari setelah puncak bulan baru.
"Karena hitungan (hari raya) yang berbeda ini bisa jadi di tahun-tahun yang akan datang Nyepi itu ketemu Hari Raya Galungan dan lainnya, ini sudah biasa," tutur Redi.
Kata akademisi yang sudah menekuni Wariga selama 20 tahun ini, bagi yang tidak memahami Wariga memang kadang diinterpretasikan macam-macam. Pada prinsipnya, hari raya yang berdempetan ini dipandang sebagai dua hitungan yakni sasih dan wuku yang berpapasan. *rat
Komentar