Bawaslu RI Terima 777 Laporan Pelanggaran Pemilu
DENPASAR, NusaBali - Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja mengatakan sudah ada 777 laporan yang diduga pelanggaran Pemilu masuk sejak awal proses penyelenggaraan Pemilu 2024 hingga awal Januari 2024 ini.
"777 (laporan) per 3 Januari 2024. Pelanggaran administrasi paling banyak, dari mulai awal sampai akhir," kata Rahmat ditemui usai menghadiri acara Serah Terima Berita Acara Pinjam Pakai Graha Pemilu Alaya Giri Nata (Kantor KPU dan Bawaslu Badung) di Jalan Kebo Iwa 39, Denpasar, Kamis (11/1). Rahmat tak dapat menyebutkan partai politik dengan aduan terbanyak, lantaran hingga saat ini mereka masih terus membuka laporan dan juga menangani aduan-aduan yang sudah masuk.
"Kan bukan hanya di pusat, di daerah juga harus dicek, nanti saya salah menyampaikan data. Kemungkinan itu (jumlah pelanggaran saat ini) tidak semasif dulu tapi kita tidak tahu karena belum bisa dibandingkan, belum selesai, pungut hitung belum selesai," ujarnya. Bawaslu RI mengklasifikasikan pelanggaran dalam dua kelompok yaitu pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana, dimana yang sudah banyak terselesaikan adalah masalah administrasi.
Rahmat menyebut untuk laporan administrasi semua terselesaikan dalam 14 hari, sementara yang dinilai sebagai tindak pidana membutuhkan waktu 41 hari dengan putusan pengadilan. Salah satu yang disinggung adalah laporan terhadap Calon Presiden (Capres) Anies Baswedan yang diduga melontarkan fitnah terkait data lahan milik Capres Prabowo Subianto dalam debat ketiga pemilihan presiden (Pilpres), 7 Januari lalu.
Rahmat mengatakan laporan tersebut saat ini masih diproses karena mereka punya waktu 14 hari untuk mengkaji, ketika ada temuan maka Bawaslu tak akan ragu memproses, namun saat ini belum ditentukan apakah ia terbukti bersalah atau tidak. Selanjutnya mengenai umpatan yang dilontarkan Capres Prabowo kepada Anies saat menghadiri Konsolidasi Relawan Prabowo-Gibran Provinsi Riau juga dijamin akan diproses jika ada temuan.
Namun hingga saat ini, Bawaslu RI mengaku belum mendapat laporan, meskipun sudah menyampaikan ada potensi masuk dalam pelanggaran pidana yang menyinggung Pasal 280 ayat (1) huruf c Undang-undang Pemilu yang mengatur bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain.
Sementara menanggapi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkap aliran dana dari luar negeri untuk sejumlah bendahara partai politik (parpol) dan calon anggota legislatif (Caleg), Rahmat mengatakan pihaknya saat ini masih menelaah temuan PPATK tersebut. "Satu, apakah hal itu bisa diklasifikasikan sebagai tindak pidana. Dua, informasi PPATK itu informasi yang sangat rahasia, tidak bisa digunakan sebagai alat bukti di pengadilan," jelas Rahmat.
Meski begitu, informasi temuan PPATK ini, kata Rahmat, menjadi informasi awal bagi Bawaslu. Selanjutnya, dapat diproses dan diteruskan ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Bawaslu. Rahmat yang juga mantan Ex-Officio Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dari Bawaslu 2019-2020 ini mengaku bakal mendalami temuan PPATK itu melibatkan kepolisian, kejaksaan, dan PPATK sebagai pemberi atau sumber informasi temuan.
Pengawas pemilu kelahiran Medan, Sumatera Utara ini belum dapat berkomentar banyak soal dugaan potensi pelanggaran sumber dana kampanye itu. Mengingat, temuan PPATK bersifat intelijen yang sangat rahasia. Namun, Rahmat memberi sinyal bahwa Bawaslu akan membuka dan mendalami informasi awal ini melalui sumbernya langsung, yakni PPATK. "Akan dilihat nanti dari informasi yang bersangkutan," tutup Rahmat didampingi Ketua Bawaslu Badung I Putu Hery Indrawan.
"Kan bukan hanya di pusat, di daerah juga harus dicek, nanti saya salah menyampaikan data. Kemungkinan itu (jumlah pelanggaran saat ini) tidak semasif dulu tapi kita tidak tahu karena belum bisa dibandingkan, belum selesai, pungut hitung belum selesai," ujarnya. Bawaslu RI mengklasifikasikan pelanggaran dalam dua kelompok yaitu pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana, dimana yang sudah banyak terselesaikan adalah masalah administrasi.
Rahmat menyebut untuk laporan administrasi semua terselesaikan dalam 14 hari, sementara yang dinilai sebagai tindak pidana membutuhkan waktu 41 hari dengan putusan pengadilan. Salah satu yang disinggung adalah laporan terhadap Calon Presiden (Capres) Anies Baswedan yang diduga melontarkan fitnah terkait data lahan milik Capres Prabowo Subianto dalam debat ketiga pemilihan presiden (Pilpres), 7 Januari lalu.
Rahmat mengatakan laporan tersebut saat ini masih diproses karena mereka punya waktu 14 hari untuk mengkaji, ketika ada temuan maka Bawaslu tak akan ragu memproses, namun saat ini belum ditentukan apakah ia terbukti bersalah atau tidak. Selanjutnya mengenai umpatan yang dilontarkan Capres Prabowo kepada Anies saat menghadiri Konsolidasi Relawan Prabowo-Gibran Provinsi Riau juga dijamin akan diproses jika ada temuan.
Namun hingga saat ini, Bawaslu RI mengaku belum mendapat laporan, meskipun sudah menyampaikan ada potensi masuk dalam pelanggaran pidana yang menyinggung Pasal 280 ayat (1) huruf c Undang-undang Pemilu yang mengatur bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain.
Sementara menanggapi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkap aliran dana dari luar negeri untuk sejumlah bendahara partai politik (parpol) dan calon anggota legislatif (Caleg), Rahmat mengatakan pihaknya saat ini masih menelaah temuan PPATK tersebut. "Satu, apakah hal itu bisa diklasifikasikan sebagai tindak pidana. Dua, informasi PPATK itu informasi yang sangat rahasia, tidak bisa digunakan sebagai alat bukti di pengadilan," jelas Rahmat.
Meski begitu, informasi temuan PPATK ini, kata Rahmat, menjadi informasi awal bagi Bawaslu. Selanjutnya, dapat diproses dan diteruskan ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Bawaslu. Rahmat yang juga mantan Ex-Officio Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dari Bawaslu 2019-2020 ini mengaku bakal mendalami temuan PPATK itu melibatkan kepolisian, kejaksaan, dan PPATK sebagai pemberi atau sumber informasi temuan.
Pengawas pemilu kelahiran Medan, Sumatera Utara ini belum dapat berkomentar banyak soal dugaan potensi pelanggaran sumber dana kampanye itu. Mengingat, temuan PPATK bersifat intelijen yang sangat rahasia. Namun, Rahmat memberi sinyal bahwa Bawaslu akan membuka dan mendalami informasi awal ini melalui sumbernya langsung, yakni PPATK. "Akan dilihat nanti dari informasi yang bersangkutan," tutup Rahmat didampingi Ketua Bawaslu Badung I Putu Hery Indrawan.
Foto: Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja. -ANTARA
Di lokasi yang sama Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari ketika ditanya terkait temuan aliran dana mencurigakan dari luar negeri ke bendahara dari 21 parpol dan 100 calon anggota legislatif (Caleg) oleh PPTAK menegaskan pihaknya hanya mengurusi rekening atau laporan dana kampanye bukan dana parpol, pengurusnya, maupun kadernya.
"KPU mengurusi laporan dana kampanye. Kalau dananya partai bukan urusan KPU. Kalau ada aliran dana ke bendahara partai, ke rekening partai, bukan urusan KPU," ujar Hasyim. Hasyim mengungkapkan bahwa seluruh peserta pemilu telah menyerahkan laporan awal dana kampanye masing-masing. Namun, Hasyim menegaskan, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah mengatur batasan-batasan dalam dana kampanye. Khususnya, batasan dan larangan terhadap dana kampanye yang bersumber dari sumbangan perseorangan, kelompok, dan korporasi.
"Dana kampanye ini bisa bersumber dari calonnya itu sendiri, partai, tapi ada juga bersumber dari sumbangan. Kalau sumbangan ini ada batas maksimalnya. Yang dilarang adalah menyumbang melampaui batas yang ditentukan," imbuh Hasyim yang juga mantan Ketua Divisi Hukum KPU RI ini. Berdasarkan UU Pemilu, sumbangan dari perseorangan dibatasi sebanyak Rp 2,5 miliar untuk Pilpres dan Pileg kecuali Pileg Anggota DPD RI. Kemudian, untuk sumbangan dana kampanye dari kelompok, perusahaan atau korporasi, dibatasi paling banyak Rp 25 miliar.
Khusus untuk Pileg Anggota DPD RI, sumbangan untuk dana kampanye dari perseorangan maksimal berjumlah Rp 750 juta. Lalu dari kelompok, perusahaan atau korporasi, nilainya tidak boleh melebihi dari Rp 1,5 miliar. "Kemudian, dilarang menerima sumbangan dari dana asing. Dana asing ini bisa berasal dari pemerintah asing, perusahaan asing, atau warga negara asing (WNA)," beber Hasyim didampingi Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan dan Ketua KPU Badung IGK Gede Yusa Arsana Putra serta jajaran.
Kata Hasyim, melanggar atau tidaknya peserta pemilu terhadap peraturan perundang-undangan ini baru dapat diketahui setelah diaudit oleh kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU. Laporan dana kampanye yang meliputi penerimaan dan pengeluaran ini diserahkan paling lambat 15 hari pasca pemungutan suara. "Jika ditemukan ada sumbangan yang melampaui batas yang ditentukan, harus dikembalikan ke kas negara. Kalau tidak menyerahkan laporan dana kampanye, sekiranya dia menang, yang bersangkutan tidak ditetapkan sebagai calon terpilih," tandas Hasyim. 7 ol1, ant
Komentar