DKPP Vonis Ketua KPU Langgar Kode Etik
Terkait Pendaftaran Cawapres Gibran, Tak Pengaruhi Pencalonan
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyebut putusan DKPP sebagai legitimasi penetapan pasangan Prabowo-Gibran memiliki persoalan yang sangat serius
JAKARTA, NusaBali
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memvonis Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dan enam anggota lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (Cawapres) Pemilu 2024.
"Berdasarkan pertimbangan dan kesimpulan disebut di atas, memutuskan, satu, mengabulkan pengaduan para penganut untuk sebagian," kata Ketua DKPP, Heddy Lugito saat membacakan putusan di Gedung DKPP, Jakarta, Senin (5/2). Heddy mengatakan Hasyim Asy'ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir. "Dua, menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari," tambah Heddy.
Selain Hasyim, anggota KPU RI lainnya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan M Afifuddin, juga dijatuhi sanksi peringatan. DKPP memerintahkan KPU menjalankan putusan tersebut dan meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengawasi putusan itu.
"Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari sejak putusan ini dibacakan. Memerintahkan Badan Pengawas Pemilu untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini," ujar Heddy.
Untuk diketahui, Hasyim bersama enam anggota lain KPU RI diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).
Heddy juga mengatakan pelanggaran kode etik Ketua KPU beserta komisioner lainnya tidak memengaruhi pada pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres 2024. Menurutnya vonis yang telah diputuskannya tersebut terhadap Hasyim Asy'ari dkk, itu murni soal kode etik. Sehingga menurutnya hal tersebut tidak ada kaitannya dengan status Gibran yang kini menjadi peserta pemilu. "Nggak ada kaitannya dengan pencalonan juga, ini murni soal etik, murni soal etik penyelenggara pemilu," kata Heddy saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin kemarin.
Dia mengatakan putusan atau vonis dari DKPP itu tidak bersifat akumulatif, sehingga perkara pengaduan Ketua KPU itu berbeda dengan perkara pengaduan yang lainnya. Menurutnya putusan itu pun tidak membatalkan pencalonan Gibran sebagai Cawapres. "Tidak ada putusan akumulatif di DKPP, perkaranya beda. Yang dulu yang soal pengaduan lain ya berbeda, itu aja," tuturnya. Menanggapi putusan DKPP tersebut, Ketua KPU Hasyim Asy'ari saat dikonfirmasi mengatakan tidak ingin mengomentari putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memvonis dirinya dan dan enam anggota lainnya melanggar kode etik karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pemilu 2024. Dia mengatakan selama persidangan pihaknya telah diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, hingga argumentasi, terkait pengaduan tersebut.
"Saya tidak akan mengomentari putusan DKPP, ketika dipanggil sidang kita sudah hadir memberikan jawaban, memberikan keterangan," kata Hasyim kepada wartawan usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin kemarin. Dia menjelaskan, konstruksi Undang-undang Pemilu itu selalu menempatkan KPU dengan posisi ‘ter’, yakni terlapor, termohon, tergugat, dan teradu. Dengan ada pengaduan soal pendaftaran Gibran ke DKPP, menurutnya pihaknya selalu mengikuti proses persidangan di DKPP.
Sehingga apa pun putusan-nya dari DKPP, dia menegaskan tidak akan mengomentari putusan tersebut karena seluruh keterangan dan catatan dari pihaknya sudah disampaikan saat persidangan. "Setelah itu kewenangan penuh dari majelis DKPP untuk memutuskan," ujarnya.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memvonis Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dan enam anggota lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (Cawapres) Pemilu 2024.
"Berdasarkan pertimbangan dan kesimpulan disebut di atas, memutuskan, satu, mengabulkan pengaduan para penganut untuk sebagian," kata Ketua DKPP, Heddy Lugito saat membacakan putusan di Gedung DKPP, Jakarta, Senin (5/2). Heddy mengatakan Hasyim Asy'ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir. "Dua, menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari," tambah Heddy.
Selain Hasyim, anggota KPU RI lainnya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan M Afifuddin, juga dijatuhi sanksi peringatan. DKPP memerintahkan KPU menjalankan putusan tersebut dan meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengawasi putusan itu.
"Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari sejak putusan ini dibacakan. Memerintahkan Badan Pengawas Pemilu untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini," ujar Heddy.
Untuk diketahui, Hasyim bersama enam anggota lain KPU RI diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).
Heddy juga mengatakan pelanggaran kode etik Ketua KPU beserta komisioner lainnya tidak memengaruhi pada pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres 2024. Menurutnya vonis yang telah diputuskannya tersebut terhadap Hasyim Asy'ari dkk, itu murni soal kode etik. Sehingga menurutnya hal tersebut tidak ada kaitannya dengan status Gibran yang kini menjadi peserta pemilu. "Nggak ada kaitannya dengan pencalonan juga, ini murni soal etik, murni soal etik penyelenggara pemilu," kata Heddy saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin kemarin.
Dia mengatakan putusan atau vonis dari DKPP itu tidak bersifat akumulatif, sehingga perkara pengaduan Ketua KPU itu berbeda dengan perkara pengaduan yang lainnya. Menurutnya putusan itu pun tidak membatalkan pencalonan Gibran sebagai Cawapres. "Tidak ada putusan akumulatif di DKPP, perkaranya beda. Yang dulu yang soal pengaduan lain ya berbeda, itu aja," tuturnya. Menanggapi putusan DKPP tersebut, Ketua KPU Hasyim Asy'ari saat dikonfirmasi mengatakan tidak ingin mengomentari putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memvonis dirinya dan dan enam anggota lainnya melanggar kode etik karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pemilu 2024. Dia mengatakan selama persidangan pihaknya telah diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, hingga argumentasi, terkait pengaduan tersebut.
"Saya tidak akan mengomentari putusan DKPP, ketika dipanggil sidang kita sudah hadir memberikan jawaban, memberikan keterangan," kata Hasyim kepada wartawan usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin kemarin. Dia menjelaskan, konstruksi Undang-undang Pemilu itu selalu menempatkan KPU dengan posisi ‘ter’, yakni terlapor, termohon, tergugat, dan teradu. Dengan ada pengaduan soal pendaftaran Gibran ke DKPP, menurutnya pihaknya selalu mengikuti proses persidangan di DKPP.
Sehingga apa pun putusan-nya dari DKPP, dia menegaskan tidak akan mengomentari putusan tersebut karena seluruh keterangan dan catatan dari pihaknya sudah disampaikan saat persidangan. "Setelah itu kewenangan penuh dari majelis DKPP untuk memutuskan," ujarnya.
Foto: Ketua KPU Hasyim Asy'ari respons terkait vonis pelanggaran etik dari DKPP di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/2). -ANTARA
Sementara itu Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengakui putusan DKPP terhadap Ketua KPU RI dapat menjadi bahan serangan rival politik ke pasangan calon nomor urut 2 menjelang pemungutan suara pada 14 Februari 2024.
Oleh karena itu, Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, yakni Habiburokhman menjelaskan ke publik putusan DKPP itu tidak membatalkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden yang mendampingi Prabowo Subianto.
"Kami mengantisipasi kemungkinan ya masalah ini dikapitalisasi sebagai serangan politik kepada pasangan calon Prabowo-Gibran. Pasti akan ada kaset rusak yang akan diputar berulang-ulang oleh mereka yang takut kalah," kata Habiburokhman kepada wartawan saat dia ditemui di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Senin kemarin.
Dia menjelaskan putusan DKPP kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan enam komisioner lainnya merupakan putusan atas dugaan pelanggaran etik menyangkut persoalan-persoalan teknis. "Ini lebih merupakan keputusan terkait persoalan teknis yang secara substansi-nya sudah tidak ada masalah," kata Habiburokhman. Terlepas dari itu, dia menyampaikan tim hukum TKN Prabowo-Gibran terus mempelajari putusan DKPP itu demi memastikan dan menjamin tidak ada sangkutan-nya terhadap pencalonan Gibran.
"Sikap KPU menerima pendaftaran itu sudah sesuai konstitusi, sehingga sebenarnya secara hukum tidak ada masalah dengan pencalonan Gibran sebagai cawapres," ujar Habiburokhman. Hal serupa diungkapkan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Rosan Roeslani mengatakan keputusan DKKP terkait pelanggaran yang dilakukan jajaran komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak penting bagi pasangan calon Prabowo-Gibran. "Ya bagi kami yang penting tidak memengaruhi pencalonan atau tidak memengaruhi pencapresan atau pencawapresan ya," kata Rosan saat ditemui di hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Senin.
Menurut dia, saat ini proses pencalonan sudah berlangsung dan tidak dapat diganggu gugat. Pihaknya juga merasa telah memenuhi segala persyaratan yang harus dipenuhi Prabowo-Gibran untuk maju dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Lebih lanjut, dia mengaku putusan DKPP ini tidak akan mengganggu elektabilitas Prabowo-Gibran yang saat ini dia klaim mengungguli dua pasangan calon lain. "Saya yakin (elektabilitas) tidak berpengaruh sama sekali karena ini kan proses yang sudah berjalan ya selama kampanye," ucap dia.
Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti keputusan DKPP terkait putusan yang menyatakan seluruh komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersalah. "Ya nanti kami tindaklanjuti," kata Gibran singkat saat ditemui usai acara pertemuan dengan relawan di hotel Kartika Chandra, Jakarta, Senin. Gibran pun tidak mau menanggapi lebih jauh terkait putusan tersebut. Dia langsung menerobos melewati kerumunan wartawan dan langsung masuk ke mobil meninggalkan hotel.
Terpisah Sekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menyebut bahwa putusan DKPP sebagai legitimasi penetapan pasangan calon nomor urut dua, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memiliki persoalan yang sangat serius.
Hasto mengatakan, putusan DKPP ini semakin membuktikan kekuatan moral atau moral force sekarang ini sudah diperkuat dengan kekuatan hukum. Dia menilai, DKPP sebagai lembaga yang memiliki kewenangan terhadap pelanggaran-pelanggaran etik, keputusannya tidak boleh dianggap main-main.
"Karena pelanggaran etik itu sangat serius. Dan ini menunjukkan bahwa Pemilu ini sejak awal ketika terjadi manipulasi di Mahkamah Konstitusi itu telah menjadi beban bagi Pemilu ke depan," kata Hasto dalam jumpa persnya di kantor DPP PDIP, Jalan. Diponegoro No.58, Jakarta Pusat, Senin kemarin.
Sebab, tutur Hasto, baru Pemilu kali ini, terjadi ada salah seorang cawapres yang masih memiliki afiliasi secara langsung dengan pemimpin nasional, dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Sehingga dalam praktik itu menunjukkan begitu banyak persoalan. Dan keputusan dari DKPP ini menjadi legalitas dan legitimasi bahwa penetapan pasangan calon 02 memang memiliki suatu persoalan yang serius," papar Hasto.
Di sisi lain, politisi asal Jogjakarta ini meminta agar keputusan DKPP ini menjadi pengingat kepada KPU dan Bawaslu untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Hasto pun, bicara tentang kepercayaan local wisdom di sejumlah daerah apa yang dimaknai tentang sebuah karma. "Kalau suara rakyat ini dimanipulasi, itu dalam keyakinan masyarakat Jawa, termasuk Bali, atau bahkan di Lampung, di beberapa wilayah Indonesia, manipulasi suara rakyat itu implikasinya sangat luas. Itu bisa tujuh turunan dampaknya," tutur Hasto.
Dengan tegas, Hasto kembali meminta agar penyelenggara Pemilu untuk bertindak dengan adil, merdeka, independen, dan jujur. Tak kalah pentingnya, penyelenggara Pemilu harus mampu menghadapi berbagai tekanan-tekanan dari pihak manapun. "Ini energi, jangan takut ketika KPU-Bawaslu menghadapi tekanan, kemudian mendapatkan berbagai konsekuensi-konsekuensi, rakyat akan membela. Sebaliknya, ketika tunduk di dalam intervensi-intervensi, maka baik secara hukum, secara etika maupun pranata sosial, kita itu ada local wisdom yang dipercaya rakyat bahwa tindakan-tindakan itu sangatlah berbahaya," jelas Hasto. 7 ant, k22
Komentar