Dewan Siapkan Perda Larang Turis Masuk Pura
Ketua PHDI Bali IGN Sudiana sebut di Pura Goa Lawah, turis bisa masuk sampai ke mulut goa yang disucikan
DENPASAR, NusaBali
Kasus wisatawan masuk ke pura hingga duduki palinggih di kawasan seberang Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung yang viral di media sosial, membuat DPRD Bali gerah. Lembaga Dewan pun siapkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Larangan Turis Masuk Pura. Langkah DPRD Bali tersebut mendapat dukungan dari PHDI Bali.
Anggota Komisi III DPRD Bali (yang membidangi pembangunan, infrasturktur, ling-kungan hidup), Ida Bagus Pada Kesuma alias Gus Pada, mengatakan Raperda Larangan Wisatawan Masuk Pura ini sangat mendesak untuk dibuat. “Usulan Raperda Larangan Wusatawan Masuk Pura ini akan kami ajukan ke Badan Legislasi (Baleg) DPRD Bali,” ta-ndas IB Pada Kesuma alias Gus Pada di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Kamis (27/7).
Gus Pada menegaskan, Ranperda Larangan Turis Masuk Pura ini akan diusulkan untuk dibahas dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda). “Dengan adanya Perda tersebut, nantinya tidak terulang kasus di Nusa Lembongan di mana wisatawan duduk di atas Palinggih Utamaning Mandala dan viral di media sosial,” ujar politisi senior Golkar asal Geriya Pada, Desa Mambal Kecamatan, Abiansemal. Badung yang sudah dua kali periode duduk di DPRD Bali ini.
Gus Pada juga mendesak PHDI Bali juga tidak tinggal diam dengan persoalan ini. PHDI Bali nantinya harus diajak dan terlibat di pintu terdepan untuk membuat kajian Ranperda Larangan Wisatawan Masuk Pura ini. “Selama ini, kita terlalu longgar. Padahal, pura itu kawasan suci yang hanya membolehkan orang masuk untuk sembahyang. Kita tidak akan bisa deteksi wisatawan masuk ke pura apakah mereka cuntaka (kotor secara niskala) atau tidak. Nah, dengan membuat Perda, maka pelecehan kawasan suci bisa dicegah,” tegas Gus Pada yang juga Wakil Sekretaris DPD I Golkar Bali.
Menurut Gus Pada, memang ada risiko dengan keberadaan Perda Larangan Wisatawan Masuk Pura. Terbitnya Perda ini dikhawatirkan akan berdampak terhadap kunjungan turis. “Tapi, saya yakin wisatawan tidak akan batal ke Bali. Mereka masih bisa melihat pura dari luar kok. Nanti juga bisa disiapkan dengan display di areal pura, tentang sejarah dan data pura yang dikunjungi,” tandas Gus Pada.
Sementara, anggota Komisi IV DPRD Bali (yang membidangi pendidikan, pariwisata, kebudayaan), Tjokorda Gde Asmara Putra Sukawati alias Cok Asmara, mengatakan persoalan ini menjadi sangat dilematis bagi dunia pariwisata. “Tapi, bagi kami, turis memang harus dilarang masuk ke pura. Setidaknya turis itu diatur ketika datang ke pura. Kami mendukung dibentuknya Ranperda untuk pengaturan turis yang datang ke pura ini,” tegas politisi Demokrat asal Puri Agung Ubud, Gianyar ini saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Kamis kemarin.
Menurut Cok Asmara, penjagaan pura di Bali selama ini cukup longgar. “Kalau kami di Ubud, hampir semua pura ada papan nama berisi imbauan. Kemudian, hampir semua pura ada penjaganya. Kalau tidak, turis bisa leluasa. Mereka juga tidak mengerti pelanggaran yang dilakukan. Kalau tidak kita yang menjaga dan mencegahnya, siapa lagi?” ujar Cok Asmara yang juga Ketua DPC Demokrat Gianyar.
Soal Ranperda Larangan Wisatawan Masuk Pura yang diwacanakan ini, menurut Cok Asmara, akan dibahas dengan mekanisme legislasi di DPRD Bali bersama eksekutif. “Apa judulnya nanti, kan tergantung tujuan aturan itu. Fokusnya apa, target dan tujuannya apa, nanti akan terungkap saat diajukan ke Baleg. Apakah larangan atau pengaturan bahasanya, itu urusan saat dibahas,” katanya.
Sementara itu, Ketua PHDI Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan pihaknya belum pernah diajak koordinasi oleh DPRD Bali soal rencana pembentukan Perda Larangan Wisatawan Masuk Pura. “Kalau dari eksekutif (Pemprov Bali) memang pernah mengajak kita membahasnya. Tapi, itu bukan Ranperda. Kalau nanti kami dilibatkan membuat Perda, kami siap dengan kajian dari PHDI,” tegas Sudiana secara terpisah, Kamis kemarin.
Menurut Sudiana, dulu ketika Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Bali dijabat AA Alit Sastrawan, PHDI Bali diajak membuat papan pengumuman tentang imbauan dan larangan wisatawan masuk ke pura. “Papan imbauan itu rencananya kita pasang di semua pura yang ada di Bali, terutama yang dikunjungi wisatawan. Namun, program itu gagal, karena menurut eksekutif tidak ada tersedia anggaran,” kenang akademisi dari Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar ini.
Selain mengusulkan pasang papan imbauan dan larangan di pura-pura seluruh Bali, kata Sudiana, pihaknya juga sudah sangat sering melakukan sosialisasi ke sejumlah pura. Sosialisasinya adalah tentang tafsir fungsi pura berikut larangan-larangannya. “Di media cetak dan televisi sudah sering kami lakukan sosialisasi tentang fungsi pura dan larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar. Tapi, kita memang kurang konsisten. Karena justru kita yang melanggar,” sesal Sudiana.
Sudiana mengatakan, terkadang bukan turis yang melanggar, tapi oknum guide (pe-mandu wisata) yang justru mengajak wisatawan masuk ke pura. Padahal, siapa pun tidak tahu apakah wisatawan tersebut bisa saja sedang cuntaka seperti haid. “Kita saja kalau ke pura itu mandi dulu dengan keramas, ini turis masuk dengan pakaian seadanya. Nah kita harus konsisten, kalau dilarang ya larang.”
Khusus di Pura Besakih, Desa Pakraman Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem, kata Sudiana, kini sudah sedikit tertib pengaturan wisatawannya. Namun di tempat lain, masih kebablasan. Sudiana mencontohkan di Pura Goa Lawah, Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Klungkung di mana wisatawan sampai masuk ke mulut goa yang disucikan. “Itu sudah nggak benar. Makanya, sekarang mau nggak kita kompak konsisten melarang turis masuk pura? Kami siap,” tandas Sudiana.
Menurut Sudiana, sekarang harus ada konsistensi dari pangemong pura. Sebab, pa-ngemong yang paling bertanggung jawab soal menjaga kesucian pura. ”Sekarang pangemong harus tegas, bahkan pura dikunci saja. Ini penting untuk menghindari gangguan,” katanya. *nat
Anggota Komisi III DPRD Bali (yang membidangi pembangunan, infrasturktur, ling-kungan hidup), Ida Bagus Pada Kesuma alias Gus Pada, mengatakan Raperda Larangan Wisatawan Masuk Pura ini sangat mendesak untuk dibuat. “Usulan Raperda Larangan Wusatawan Masuk Pura ini akan kami ajukan ke Badan Legislasi (Baleg) DPRD Bali,” ta-ndas IB Pada Kesuma alias Gus Pada di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Kamis (27/7).
Gus Pada menegaskan, Ranperda Larangan Turis Masuk Pura ini akan diusulkan untuk dibahas dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda). “Dengan adanya Perda tersebut, nantinya tidak terulang kasus di Nusa Lembongan di mana wisatawan duduk di atas Palinggih Utamaning Mandala dan viral di media sosial,” ujar politisi senior Golkar asal Geriya Pada, Desa Mambal Kecamatan, Abiansemal. Badung yang sudah dua kali periode duduk di DPRD Bali ini.
Gus Pada juga mendesak PHDI Bali juga tidak tinggal diam dengan persoalan ini. PHDI Bali nantinya harus diajak dan terlibat di pintu terdepan untuk membuat kajian Ranperda Larangan Wisatawan Masuk Pura ini. “Selama ini, kita terlalu longgar. Padahal, pura itu kawasan suci yang hanya membolehkan orang masuk untuk sembahyang. Kita tidak akan bisa deteksi wisatawan masuk ke pura apakah mereka cuntaka (kotor secara niskala) atau tidak. Nah, dengan membuat Perda, maka pelecehan kawasan suci bisa dicegah,” tegas Gus Pada yang juga Wakil Sekretaris DPD I Golkar Bali.
Menurut Gus Pada, memang ada risiko dengan keberadaan Perda Larangan Wisatawan Masuk Pura. Terbitnya Perda ini dikhawatirkan akan berdampak terhadap kunjungan turis. “Tapi, saya yakin wisatawan tidak akan batal ke Bali. Mereka masih bisa melihat pura dari luar kok. Nanti juga bisa disiapkan dengan display di areal pura, tentang sejarah dan data pura yang dikunjungi,” tandas Gus Pada.
Sementara, anggota Komisi IV DPRD Bali (yang membidangi pendidikan, pariwisata, kebudayaan), Tjokorda Gde Asmara Putra Sukawati alias Cok Asmara, mengatakan persoalan ini menjadi sangat dilematis bagi dunia pariwisata. “Tapi, bagi kami, turis memang harus dilarang masuk ke pura. Setidaknya turis itu diatur ketika datang ke pura. Kami mendukung dibentuknya Ranperda untuk pengaturan turis yang datang ke pura ini,” tegas politisi Demokrat asal Puri Agung Ubud, Gianyar ini saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Kamis kemarin.
Menurut Cok Asmara, penjagaan pura di Bali selama ini cukup longgar. “Kalau kami di Ubud, hampir semua pura ada papan nama berisi imbauan. Kemudian, hampir semua pura ada penjaganya. Kalau tidak, turis bisa leluasa. Mereka juga tidak mengerti pelanggaran yang dilakukan. Kalau tidak kita yang menjaga dan mencegahnya, siapa lagi?” ujar Cok Asmara yang juga Ketua DPC Demokrat Gianyar.
Soal Ranperda Larangan Wisatawan Masuk Pura yang diwacanakan ini, menurut Cok Asmara, akan dibahas dengan mekanisme legislasi di DPRD Bali bersama eksekutif. “Apa judulnya nanti, kan tergantung tujuan aturan itu. Fokusnya apa, target dan tujuannya apa, nanti akan terungkap saat diajukan ke Baleg. Apakah larangan atau pengaturan bahasanya, itu urusan saat dibahas,” katanya.
Sementara itu, Ketua PHDI Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan pihaknya belum pernah diajak koordinasi oleh DPRD Bali soal rencana pembentukan Perda Larangan Wisatawan Masuk Pura. “Kalau dari eksekutif (Pemprov Bali) memang pernah mengajak kita membahasnya. Tapi, itu bukan Ranperda. Kalau nanti kami dilibatkan membuat Perda, kami siap dengan kajian dari PHDI,” tegas Sudiana secara terpisah, Kamis kemarin.
Menurut Sudiana, dulu ketika Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Bali dijabat AA Alit Sastrawan, PHDI Bali diajak membuat papan pengumuman tentang imbauan dan larangan wisatawan masuk ke pura. “Papan imbauan itu rencananya kita pasang di semua pura yang ada di Bali, terutama yang dikunjungi wisatawan. Namun, program itu gagal, karena menurut eksekutif tidak ada tersedia anggaran,” kenang akademisi dari Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar ini.
Selain mengusulkan pasang papan imbauan dan larangan di pura-pura seluruh Bali, kata Sudiana, pihaknya juga sudah sangat sering melakukan sosialisasi ke sejumlah pura. Sosialisasinya adalah tentang tafsir fungsi pura berikut larangan-larangannya. “Di media cetak dan televisi sudah sering kami lakukan sosialisasi tentang fungsi pura dan larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar. Tapi, kita memang kurang konsisten. Karena justru kita yang melanggar,” sesal Sudiana.
Sudiana mengatakan, terkadang bukan turis yang melanggar, tapi oknum guide (pe-mandu wisata) yang justru mengajak wisatawan masuk ke pura. Padahal, siapa pun tidak tahu apakah wisatawan tersebut bisa saja sedang cuntaka seperti haid. “Kita saja kalau ke pura itu mandi dulu dengan keramas, ini turis masuk dengan pakaian seadanya. Nah kita harus konsisten, kalau dilarang ya larang.”
Khusus di Pura Besakih, Desa Pakraman Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem, kata Sudiana, kini sudah sedikit tertib pengaturan wisatawannya. Namun di tempat lain, masih kebablasan. Sudiana mencontohkan di Pura Goa Lawah, Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Klungkung di mana wisatawan sampai masuk ke mulut goa yang disucikan. “Itu sudah nggak benar. Makanya, sekarang mau nggak kita kompak konsisten melarang turis masuk pura? Kami siap,” tandas Sudiana.
Menurut Sudiana, sekarang harus ada konsistensi dari pangemong pura. Sebab, pa-ngemong yang paling bertanggung jawab soal menjaga kesucian pura. ”Sekarang pangemong harus tegas, bahkan pura dikunci saja. Ini penting untuk menghindari gangguan,” katanya. *nat
Komentar