Kabur, Ubah Identitas hingga Hapus Tanda Lahir
Tersangka Korupsi PNPM Tabanan Dijemput Paksa di Mataram
Saat ditangkap dia sudah berubah namanya, kartu identitasnya, tempat lahir diubah dari Negara jadi Mataram. Bahkan tanda lahir di wajah berupa tahi lalat juga sudah hilang.
DENPASAR, NusaBali
Tim Tangkap Buron (Tabur) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali meringkus Ni Wayan Sri Candri, 48, tersangka kasus korupsi di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Selasa (9/7). Tersangka korupsi Kejari Tabanan ini diketahui sudah mengubah identitasnya saat melarikan diri.
Sri Candri merupakan tersangka kelima dalam kasus korupsi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan atau Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (DAPM) Swadana Harta Lestari di Kecamatan Kediri, Tabanan yang merugikan keuangan negara Rp 5,5 miliar.
Dalam konferensi pers yang diadakan di kantor Kejati Bali di Jalan Tantular No. 5, Renon, Denpasar Selatan, pada Rabu (10/7), Kepala Kejati (Kajati) Bali, Ketut Sumedana mengatakan tersangka Sri Candri sebelum berstatus saksi. Dari hasil pengembangan, Sri Candri ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat Penetapan Tersangka nomor B-2090/N.1.17/Fd.2/07/2024 tanggal 9 Juli 2024 dan dilakukan penahanan berdasarkan surat Perintah Penahanan nomor PRINT-530/N.1.17/Fd.2/07/2024.
Namun tiga kali panggilan dari Kejari Tabanan tak digubris. Malah Sri Candri diketahui menghilang tanpa jejak. “Sri Candri dipanggil secara sah hingga tiga kali, namun tidak pernah memenuhi panggilan tersebut," imbuh Ketut Sumeda.
Kejaksaan Negeri Tabanan kemudian memohon bantuan Tim Tabur Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Bali untuk melakukan pengamanan dan upaya paksa pemanggilan terhadap Sri Candri. Hasil pemantauan tim menunjukkan bahwa Sri Candri berada di Kota Mataram. Setelah memperoleh informasi ini, Tim Tabur Kejati Bali dan Tim Tabur Kejati NTB segera bergerak untuk mengamankan Sri Candri.
"Tersangka Sri Candri sempat dititipkan di ruang tahanan Polda NTB selama satu malam dan langsung diberangkatkan ke Kejaksaan Tinggi Bali hari ini (Rabu, red) untuk proses hukum lebih lanjut," ujar Ketut Sumeda.
Dikonfirmasi terpisah Rabu kemarin, Kepala Kejaksaan Negeri Tabanan Zainur Arifin Syah menyampaikan, Sri Candri diamankan karena diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pembuatan pinjaman fiktif pada PNPM Mandiri Perdesaan atau Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat Swadana Artha Lestari Kecamatan Kediri, Tabanan tahun 2017-2020. “Kerugian negara akibat perbuatannya mencapai Rp 5,5 miliar, dengan Rp 3,1 miliar yang berhasil kami selamatkan," tandas Zainur
Zainur Arifin Syah menjelaskan bahwa Sri Candri telah tiga kali dipanggil namun tidak hadir sehingga dilakukan upaya paksa. "Setelah penangkapan kemarin di Mataram, tersangka baru diperiksa. Modus operandi Sri Candri sebagai tim verifikasi adalah tidak melakukan tugas verifikasi secara faktual, melainkan hanya menandatangani kredit fiktif yang sudah dicairkan. Tersangka ini diduga terlibat dari tahun 2018 hingga 2020," terang Zainur.
Tersangka Sri Candri ditangkap di daerah Cakra, Mataram, tempat tinggal keluarganya. Saat ditangkap, tersangka bahkan telah mengubah identitasnya, termasuk kartu identitas dan tempat lahir. "Ini bukan buronan ya, jadi upaya paksa, panggilan paksa, karena tidak menghadiri sebagai saksi, Kebetulan di sana ada rumah keluarganya. Saat ditangkap dia sudah berubah namanya, kartu identitasnya, tempat lahir diubah dari negara jadi Mataram, bahkan tanda lahir di wajah tahi lalat juga sudah hilang. Alasan perubahan identitas ini masih kami dalami," tambah Zainur Arifin Syah.
Empat terdakwa lainnya yang terlibat dalam kasus ini sudah disidangkan, dengan Sri Candri sebagai hasil pengembangan kasus tersebut. "Ada 104 kelompok peminjam fiktif yang teridentifikasi, dan Sri Candri sebagai tim verifikator turut bertanggung jawab," lanjutnya.
"PNPM ini adalah bantuan dari pemerintah pusat yang berubah nama menjadi badan hukum Swadana Artha Lestari pada 2017. Kami tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain dalam pengembangan kasus ini. Perbuatannya diancam pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 uu tipikor jo Pasal 481 jo pasal 55 kuhp dengan ancaman pidana minimal setahun maksimal 20 tahun " pungkas Zainur. 7 cr79, des
Komentar