Overstay, Satu Keluarga Asal India Dideportasi
MANGUPURA, NusaBali - Lima Warga Negara Asing (WNA) menambah catatan orang asing yang dideportasi dari Indonesia oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Bali melalui Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar.
WNA satu keluarga asal India itu masing-masing berinisial MKAS, 39, seorang suami beserta istrinya berinisal FBAH, 45, dan ketiga putrinya berinisial HB, 16, IA,13, dan HZK, 4. Mereka dideportasi lantaran melebihi waktu izin tinggal atau overstay.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Rudenim Denpasar Gravit Tovany Arezo, menjelaskan satu keluarga asal India tersebut telah dideportasi ke Bangalore, India melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Keluraha Tuban, Kecamatan Kuta, Badung pada Selasa (23/7). “Setelah dideportasi, mereka diusulkan ke dalam daftar penangkalan di Direktorat Jenderal Imigrasi,” ujar Gravit pada keterangan pers yang diterima Kamis (25/7) malam.
Gravit lebih lanjut menjelaskan, MKAS masuk Indonesia melalui Bandara Ngurah Rai pada 27 April 2019 dengan Visa On Arrival (VoA) yang hanya berlaku untuk 30 hari dan sempat melakukan perpanjangan pada 24 Mei 2019. Pada 27 Mei 2019, istri dan kedua anaknya tiba di Indonesia dan mendapatkan izin tinggal selama 30 hari.
Hanya satu hari menginap di Bali, mereka kemudian berlibur ke Gili Trawangan, NTB. Mereka tidak dapat kembali ke Bali untuk melakukan perpanjangan izin tinggal karena kehabisan uang dan tidak dapat keluar dari hotel sampai mendapat kiriman uang dari keluarganya. Mereka terjebak di Gili Trawangan hingga 58 hari sampai pada akhirnya berhasil kembali ke Bali. Namun mereka kembali menjumpai permasalahan lainnya yakni tidak mampu untuk membayar denda overstay. Izin tinggal MKAS berakhir pada tanggal 16 Juni 2019 karena ternyata yang bersangkutan gagal melakukan pembayaran pada proses perpanjangan izin tinggal terakhir kali.
Lantaran, saat tiba di Bali FBAH sedang dalam keadaan hamil, FBAH pun melahirkan anak ketiga mereka di Denpasar pada 18 Februari 2020. Selama tinggal di Bali, MKAS, istri dan ketiga anaknya menggantungkan hidupnya dengan mengandalkan kiriman uang dari saudara laki-laki MKAS yang tinggal di India dengan jumlah yang tidak menentu setiap bulannya.
MKAS sempat melaporkan keadaan keluarganya yang tinggal di Bali tanpa izin yang berlaku kepada Konsulat Jenderal India dan kemudian disarankan untuk melaporkan diri ke Kantor Imigrasi. “Namun yang bersangkutan terus menunda melaporkan diri ke Kantor Imigrasi dan memilih untuk tetap tinggal di Bali. Selama tinggal tanpa izin, MKAS dan keluarganya menghabiskan waktu dengan berkeliling dan menikmati suasana Bali pada saat akhir pekan dan setiap harinya menjalankan bisnis online plywood yang berbasis di India,” jelas Gravit.
Sebelum proses pendeportasian, Gavit mengatakan MKAS dan keluarnya diamankan oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai. Namun karena pendeportasian belum dapat dilakukan segera, mereka diserahkan ke Rudenim Denpasar untuk diproses pendeportasiannya lebih lanjut.
Gravit melanjutkan, tak hanya dideportasi MKAS dan keluarganya juga dimasukkan dalam daftar tangkal. “Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Namun demikian, keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya,” katanya.
Sementara, Kakanwil Kemenkumham Bali Pramella Yunidar Pasaribu, menegaskan penegakan hukum keimigrasian adalah bagian penting dari upaya menjaga Bali sebagai destinasi wisata yang aman dan nyaman serta sebagai bukti nyata kehadiran negara. “Pendeportasian adalah bagian dari upaya kami untuk memastikan bahwa aturan dihormati dan ketertiban terjaga,” tegasnya. 7 ol3
Komentar