Mangku Sueca Pamangku Paling Sepuh di Pura Besakih
AMLAPURA, NusaBali - Jro Mangku Sueca, tercatat sebagai pamangku terlama dan paling sepuh di Pura Agung Besakih. Kini usianya sudah mencapai 87 tahun.
Walau sudah sepuh, namun semangat ngayahnya tetap besar. Dia masih aktif dan lincah saat menjalankan swadharmanya sebagai Pamangku.
Saat ditemui di Pura Penataran Agung Besakih, Banjar Besakih Kangin, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem, Jumat (20/9), Jro Mangku Sueca
yang aktif sejak tahun 1963 atau sejak usianya 26 tahun ini menceritakan pengalaman yang tak terlupakan kala ngayah dalam rangkaian Karya Agung Eka Dasa Rudra tahun 1963. Saat itu, Mangku Sueca sempat jatuh pingsan saat ngayah gara-gara tertimpa lontaran batu saat terjadi letusan Gunung Agung. Untuk diketahui Karya Agung Eka Dasa Rudra tahun 1963 silam itu digelar di tengah terjadinya erupsi Gunung Agung.
"Saya sempat pingsan waktu itu, tetapi sesampai di Puskesmas Rendang sadar. Tiyang (saya) mengalami luka di kepala kena lontaran batu. Saat itu Gunung Agung sedang hebat-hebatnya erupsi," kenang Jro Mangku Sueca kepada NusaBali. Saat itu, Mangku Sueca ngayah sebagai pamangku menggantikan, ayahnya Jro Mangku Tamped. Selama ngayah di Pura Besakih kenangan paling sulit dilupakan ketika Karya Agung Eka Dasa Rudra tahun 1963. Walau Gunung Agung terus menerus erupsi ditandai gempa setiap saat, namun tetap suntuk ngayah.
Setiap pangayah katanya, wajib membawa pelindung di atas kepala berupa nare. Tujuannya, jika terjadi hujan kerikil agar kepala aman. Erupsi saat itu, bukan saja hujan kerikil, juga hujan api, abu dan lahar. Jika terjadi hujan api, dan mengenai tubuh akan terasa panas dan gatal, pakaian jadi hancur terbakar. Walau berkali-kali terjadi hujan api, seluruh palinggih beratap ijuk aman, satu pun tidak ada yang terbakar.
Ditambahkannya, hampir seluruh prosesi upacara Karya Agung Eka Dasar Rudra kala itu berjalan. Mulai dari melasti, puncak upacara, hanya saja tidak sampai nyineb, tidak ada upacara rsi bojana, dan nuwek bagia pula kerti. "Setiap malam, selama karya biasa di sini makemit, hanya saja setiap keluar dari atap bangunan wajib bertedung nare," katanya.
Pamangku asal Banjar Adat Bangun Sakti, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem ini juga menceritakan saat melasti begitu iring-iringan Ida Bhatara melintas di Sungai Yehsah, Banjar Susut, Desa Muncan, Kecamatan Selat menuju ke Pura Besakih, sesaat setelah melintasi Sungai Yehsah tak lama kemudian jembatan di Sungai Yehsah diterjang lahar panas lalu jebol.
Sementara disinggung hingga kini masih semangat ngayah dan secara fisik masih lincah melayani umat, Mangku Sueca mengatakan kuncinya selalu bergembira. "Kuncinya hanya satu, selalu bergembira, setiap tiba di Pura Besakih selalu riang, karena suntuk ngayah," ucap jero mangku yang memiliki 4 anak, 25 cucu dan 15 cicit ini. Dia ngayah di Pura Penataran Agung Besakih jadwalnya setiap 2 hari sekali mulai pukul 07.30 Wita-20.00 Wita.
Pamangku di Pura Penataran Agung Besakih lainnya yang usianya lebih muda Jro Mangku Darma kini umurnya 83 tahun. Dia aktif ngayah sejak tahun 1990. "Selama ini fokus ngayah, anak dan cucu telah mandiri," ujar pamangku dari Banjar Kiduling Kreteg, Desa Besakih yang dikaruniai 3 anak, 7 cucu dan 3 cicit ini. 7 k16
1
Komentar