nusabali

Perintis dan Pembina Drama Gong asal Banjar Seseh, Singapadu, Gianyar, I Wayan Pudja Berpulang

Saat Pentas Dikenal dengan Peran Patih Werda-Ki Dukuh

  • www.nusabali.com-perintis-dan-pembina-drama-gong-asal-banjar-seseh-singapadu-gianyar-i-wayan-pudja-berpulang

Almarhum sempat bergabung dengan sejumlah grup drama gong. Mulai dari Drama Gong Bara Budaya, Sancaya Dwipa, Bintang Bali Timur hingga Candra Kirana

GIANYAR, NusaBali
Perintis dan Pembina Drama Gong di Bali, I Wayan Pudja meninggal dunia pada usia 86 tahun, Sabtu (26/10) sore. Tiga hari sebelum menghembuskan napas terakhirnya, seniman drama gong dengan peran Patih Werda maupun Ki Dukuh ini berencana pentas Drama Gong di Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Namun tidak diizinkan oleh anak-anaknya karena kondisi Wayan Pudja sedang sakit. 

"Rencana diajak ngayah wali Pura Desa Adat Jro Kuta Batubulan, tapi karena kondisi tidak memungkinkan kita tidak izinkan. Bapak itu keinginannya luar biasa, tapi tenaganya sudah nggak sekuat dulu," ujar Nyoman Sujana, putra ketiga mendiang saat ditemui di rumah duka, Sabtu (26/10) malam. 

Almarhum I Wayan Pudja merupakan seniman autodidak. Kepergiannya untuk selama-lamanya cepat beredar melalui media sosial, sehingga banyak kerabat dan sahabatnya berdatangan ke rumah duka di Banjar Seseh, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Penerima penghargaan Wija Kusuma dan Dharma Kusuma ini diketahui mulai mengeluh sakit sejak 19 Oktober 2024 lalu. "Indikasinya asam lambung, kami ajak berobat ke rumah sakit. Dicek, kondisi bapak dibilang masih bagus. Sehingga dirawat jalan," jelasnya. Beberapa hari kemudian, di tanggal 22 Oktober 2024 kondisi Wayan Pudja kembali drop dan diajak ke Puskesmas. 

"Dicek tensi normal, tidak ada masalah sehingga disuruh pulang habiskan obatnya dulu," terang Sujana. Namun berselang dua hari, kondisi Wayan Pudja semakin menurun dan langsung dilarikan ke RS Ari Canti di Desa Mas, Kecamatan Ubud. "Diobservasi, akhirnya bapak harus rawat inap. Indikasinya asam lambung ada pendarahan, dilihat dari BAB-nya hijau kehitaman," terangnya. Di dalam ruang perawatan, saat malam harinya Wayan Pudja mengalami sesak dada. Setelah dicek dokter, dikatakan ada cairan di paru-paru dan jantung yang harus disedot. "Jam 2 dini hari lagi drop, indikasinya 4 organ dalam mengalami malfungsi, jantung, lambung, ginjal dan paru-paru. Jadi bapak dipindahkan ke ICU," jelasnya. Keesokan harinya, Wayan Pudja dinyatakan telah meninggal dunia. Tepatnya pada Sabtu (26/10) pada Pukul 17.10 Wita. 

Upacara Pengabenan almarhum Wayan Pudja rencananya digelar pada Anggara Pon Merakih, Selasa (12/11) mendatang. Saking aktifnya dalam berkesenian, tahun 2023 lalu Wayan Pudja masih sempat pentas drama Gong di Pesta Kesenian Bali (PKB). Semasa hidupnya, Wayan Pudja mulai menggeluti Drama Gong bersama Anak Agung Payadnya. Sempat bergabung dengan sejumlah grup drama gong. Mulai dari Drama Gong Bara Budaya, Sancaya Dwipa, Bintang Bali Timur hingga Candra Kirana. Selama bermain Drama Gong, Wayan Pudja sempat memainkan beberapa peran. Namun dia lebih dikenal dengan peran Patih Werda. 

Wayan Pudja yang memasuki masa pensiun sebagai Guru SMPN 2 Sukawati di tahun 1998 ini, meninggalkan 5 orang anak dan 8 cucu. Wayan Pudja dalam sesi wawancara NusaBali semasa hidupnya pada tahun 2021 lalu mengisahkan bahwa drama gong identik dengan pertunjukan teater yang mengungkap kejadian di masyarakat pada massanya, dinaikkan panggung dipoles dengan seni. "Banyak juga yang lepas dari logika pada zamannya. Contoh, kisah Keraton Jayaprana yang pernah saya tonton di TV. Sekejap saja saya nonton sudah tidak menarik hati," ungkapnya kala itu. 

Menurutnya, kisah tersebut lepas dari logika pada zamannya. "Jayaprana itu kan cerita di Bali, dilihat dari busana, harus busana Bali. Kejadiannya kan di Buleleng kan tidak jauh Buleleng itu, sehingga bagi sutradara bisa ada kesempatan untuk menggali apa yang ada sebenarnya sehingga bisa masuk dalam cerita, sehingga tidak lepas dari zamannya. Itu kebanyakan terjadi. Sehingga sering saya geleng-geleng," ungkapnya. 

Namun demikian, Wayan Pudja mengapresiasi ada beberapa sekaa seni yang sudah bagus menampilkan suguhan drama gong. Agar drama gong tetap eksis, Wayan Pudja berharap pemerintah tetap menyediakan panggung pentas. Artinya, tetap diagendakan setiap PKB maupun even-even seni lain. Drama gong klasik harus dijaga eksistensinya, kata Wayan Pudja karena dalam dialog antar pemain mengandung pendidikan karakter. "Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang lumrah pada zamannya. Sehingga mudah ditangkap masyarakat," ujarnya yang pernah berperan sebagai Rajapala, hingga Gatotkaca ini. Lakon drama, tidak melulu harus cerita masa lalu. "Bagus juga berinovasi membuat cerita baru. Tapi harus sesuai dengan zamannya. Bingkai struktur alur cerita dan pengkarakteran harus sesuai dengan zamannya," jelasnya. 

Wayan Pudja termasuk Seniman yang lebih menikmati pujian ketimbang material. Sehingga ketika seni mulai hitung-hitungan duit, Wayan Pudja pilih mundur perlahan. "Pertengahan tahun 1980 saya mulai mundur. Tahun 1980 akhir sudah tidak menari lagi. Alasannya, karena drama gong saat itu sudah bergeser," ujarnya. 

Pada era 1970-an, Wayan Pudja sangat menikmati berkesenian. Terlebih jika ada yang memuji aktingnya, Wayan Pudja merasakan kesenangan luar biasa. "Dapat sanjungan positif itu kepuasan kita. Anggap saja senangnya hati 75%, materi 25%.  Tapi pertengahan 1980 menjadi terbalik. Urusan material dominan, senangnya hati kecil. Contoh, biar dapat bagian lebih banyak, sekaa gong yang harusnya dipakai 30 orang dikurangi hanya dipakai 15 orang. Ini yang saya tidak suka," kenangnya.  Untuk diketahui, Sutradara drama gong Wayan Pudja, pernah sukses sebagai pemain terbaik pria tingkat provinsi Bali dengan peran I Gede Basur. Prestasi ini tak lepas dari kepiawaian dan karismanya di atas pentas.

Pria kelahiran 29 September 1938 asal Banjar Seseh, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati ini menggeluti seni drama sejak Tahun 1962. Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Guru Tingkat Atas (SGA) Singaraja. Ketika itu, usianya 24 tahun. Wayan Pudja berkesenian sembari menekuni profesinya sebagai guru. Suami dari Ni Made Kapat ini memulai kiprah berkesenian sebagai pencetus dibentuknya drama janger Puri Singapadu. Lanjut membentuk di Banjar Seseh, diiringi gong dengan lakon Rajapala.

Bergabung dengan drama Gong Samara Banjar Palak Sukawati. Drama Gong Cakra Buana Banjar Dlodtangluk serta memimpin pementasan Drama Gong Ke Taman Mini Indonesia Indah Jakarta Bersama Yayasan Saraswati. Wayan Pudja pernah memperkuat drama gong Kesatria Budaya,Bintang Bali Timur, Bahana Budaya dan Drama Gong Bali Dwipa. Wayan Pudja kian dikenal, dia diminta pentas ke desa-desa. Pentas baginya adalah sebuah kesenangan. Meskipun harus pintar pintar mengatur waktu karena pekerjaan utamanya adalah seorang guru di SMPN 2 Sukawati. 7 nvi

Komentar