Pameran Peradaban 4 Sungai Besar Riau di Bali
Sebanyak 45 karya lukisan diberangkatkan dari Provinsi Riau untuk dipamerkan di Pulau Dewata.
DENPASAR, NusaBali
Pameran bertajuk ‘Peradaban Empat Sungai Besar di Riau’ yang digagas Unit Pelaksana Teknis (UPT) Museum Daerah dan Taman Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi Riau tersebut, akan dibuka selama lima hari, mulai Minggu (27/8) malam ini, di Gedung Kriya Taman Budaya, Denpasar.
Alasan memilih Bali sebagai tempat berpameran, menurut Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) UPT Museum Daerah dan Taman Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, Tengku Hairi, dikarenakan ada suatu ikatan emosional yang tidak bisa dilupakan begitu saja. Latar belakang masyarakat Riau mayoritas Islam dan Bali mayoritas Hindu, namun bila menengok sejarah, Hindu-Budha pernah berkembang sebelum Islam di Sumatera, khususnya Riau.
Hal ini dibuktikan salah satu situs, yaitu Candi Muara Takus (Sriwijaya), yang kini menjadi salah satu obyek wisata andalan Riau. Selain itu, ada juga tradisi mandi Balimau, yaitu mandi bersama menyambut bulan Ramadhan di sungai-sungai besar di Riau, yang mirip dengan tradisi umat Hindu mandi di Sungai Gangga, India. “Sebelumnya kita ada dua alternatif, antara Bali dan Jogjakarta. Setelah kita pertimbangkan, Bali lebih cocok. Ini karena ada ikatan emosional dengan adanya Candi Muara Takus, yang menandakan kehidupan peradaban Hindu pernah ada di Riau.
Nah, dari pameran lukisan ini kita tidak ingin memisahkan Antara Islam dan Hindu, justru kami ingin antara Islam dan Hindu itu menyatu,” ungkapnya saat ditemui di sela persiapan pameran, Sabtu (26/8). Pemilihan tema yang mengangkat ‘Peradaban Empat Sungai Besar di Riau’ yakni Sungai Siak, Sungai Rokan, Sungai Indragiri dan Sungai Kampar, merupakan ekspresi para perupa dalam mempresentasikan peradaban kehidupan di Riau yang mencakup masa lalu, hari ini dan masa yang akan datang. Para perupa Riau menggunakan pendekatan beragam, mulai dari pendekatan religiusitas, mitologi, sejarah, adat, artefak, kegiatan sosial ekonomi, arsitektur, wisata, nelayan, du/nia ikan, perahu, dan lain-lain, dengan mengacu pada filsafat khas Sumatera: Adat basandi syarak, Syarak basandi kitabullah, dan Alam takambang menjadi Guru.
Menurut kurator pameran, Yusuf Susilo Hartono, peserta dan karya dijaring secara terbuka melalui sistem open call. Dari 39 pelukis, hanya 15 orang yang bisa diberangkatkan ke Bali. 15 perupa bersama karyanya yang sama-sama berangkat ke Bali adalah Adi Lukis, Alza Adrizon, Dasril, Ferdian Ondirasa, Habi Maulana, Ibrahim, Indra Mayeldi, Kodri Johan, Rahmad Dani, Rusli, Refnaldi, Syarif, Yohannes, Yudi YS, Yulianto. Ditambah beberapa karya-karya Arman Titof, Debby Murianto, dan Yelmi Nanda, yang tidak disertai perupanya.
“Pameran ini menjadi bagaimana seni rupa di Riau. Karena selama ini saya amati, seni rupa di luar Jawa dan Bali sangat ‘jomblang’. Nah, pameran bisa membantu perupa di luar Jawa Bali ini untuk bisa menampakkan diri di tingkat nasional,” ungkapnya. Nantinya, dalam pameran tersebut akan dibangun sebuah narasi dari karya-karya para perupa, baik itu kehidupan lampau, situasi tanah Riau di masa kini dan nanti. Narasi cerita ini, agar apresiator di Bali bisa menangkap jalan cerita pameran, dan mendapatkan impresi positif setelah meninggalkan ruang pameran.
“Seperti lukisan ‘Tuan Guru’ dan perempuan penjaga kitab suci ‘Putri Melayu Rokan’, dipilih sebagai pembuka yang diletakkan di awal, menegaskan bahwa mereka penjaga peradaban Riau dari dulu hingga kini. Kemudian lukisan nelayan yang risau karena tersingkir dari sungai-sungai besarnya. Begitu juga keadaan sungai besar di Riau dan kekhawatiran masa depan sungai di masa mendatang. Selain itu, ada juga yang mengangkat mitos, dan situs Candi Muara Takus,” jelas Pemred Majalah Kabare dan Galeri ini.* in
Pameran bertajuk ‘Peradaban Empat Sungai Besar di Riau’ yang digagas Unit Pelaksana Teknis (UPT) Museum Daerah dan Taman Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi Riau tersebut, akan dibuka selama lima hari, mulai Minggu (27/8) malam ini, di Gedung Kriya Taman Budaya, Denpasar.
Alasan memilih Bali sebagai tempat berpameran, menurut Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) UPT Museum Daerah dan Taman Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, Tengku Hairi, dikarenakan ada suatu ikatan emosional yang tidak bisa dilupakan begitu saja. Latar belakang masyarakat Riau mayoritas Islam dan Bali mayoritas Hindu, namun bila menengok sejarah, Hindu-Budha pernah berkembang sebelum Islam di Sumatera, khususnya Riau.
Hal ini dibuktikan salah satu situs, yaitu Candi Muara Takus (Sriwijaya), yang kini menjadi salah satu obyek wisata andalan Riau. Selain itu, ada juga tradisi mandi Balimau, yaitu mandi bersama menyambut bulan Ramadhan di sungai-sungai besar di Riau, yang mirip dengan tradisi umat Hindu mandi di Sungai Gangga, India. “Sebelumnya kita ada dua alternatif, antara Bali dan Jogjakarta. Setelah kita pertimbangkan, Bali lebih cocok. Ini karena ada ikatan emosional dengan adanya Candi Muara Takus, yang menandakan kehidupan peradaban Hindu pernah ada di Riau.
Nah, dari pameran lukisan ini kita tidak ingin memisahkan Antara Islam dan Hindu, justru kami ingin antara Islam dan Hindu itu menyatu,” ungkapnya saat ditemui di sela persiapan pameran, Sabtu (26/8). Pemilihan tema yang mengangkat ‘Peradaban Empat Sungai Besar di Riau’ yakni Sungai Siak, Sungai Rokan, Sungai Indragiri dan Sungai Kampar, merupakan ekspresi para perupa dalam mempresentasikan peradaban kehidupan di Riau yang mencakup masa lalu, hari ini dan masa yang akan datang. Para perupa Riau menggunakan pendekatan beragam, mulai dari pendekatan religiusitas, mitologi, sejarah, adat, artefak, kegiatan sosial ekonomi, arsitektur, wisata, nelayan, du/nia ikan, perahu, dan lain-lain, dengan mengacu pada filsafat khas Sumatera: Adat basandi syarak, Syarak basandi kitabullah, dan Alam takambang menjadi Guru.
Menurut kurator pameran, Yusuf Susilo Hartono, peserta dan karya dijaring secara terbuka melalui sistem open call. Dari 39 pelukis, hanya 15 orang yang bisa diberangkatkan ke Bali. 15 perupa bersama karyanya yang sama-sama berangkat ke Bali adalah Adi Lukis, Alza Adrizon, Dasril, Ferdian Ondirasa, Habi Maulana, Ibrahim, Indra Mayeldi, Kodri Johan, Rahmad Dani, Rusli, Refnaldi, Syarif, Yohannes, Yudi YS, Yulianto. Ditambah beberapa karya-karya Arman Titof, Debby Murianto, dan Yelmi Nanda, yang tidak disertai perupanya.
“Pameran ini menjadi bagaimana seni rupa di Riau. Karena selama ini saya amati, seni rupa di luar Jawa dan Bali sangat ‘jomblang’. Nah, pameran bisa membantu perupa di luar Jawa Bali ini untuk bisa menampakkan diri di tingkat nasional,” ungkapnya. Nantinya, dalam pameran tersebut akan dibangun sebuah narasi dari karya-karya para perupa, baik itu kehidupan lampau, situasi tanah Riau di masa kini dan nanti. Narasi cerita ini, agar apresiator di Bali bisa menangkap jalan cerita pameran, dan mendapatkan impresi positif setelah meninggalkan ruang pameran.
“Seperti lukisan ‘Tuan Guru’ dan perempuan penjaga kitab suci ‘Putri Melayu Rokan’, dipilih sebagai pembuka yang diletakkan di awal, menegaskan bahwa mereka penjaga peradaban Riau dari dulu hingga kini. Kemudian lukisan nelayan yang risau karena tersingkir dari sungai-sungai besarnya. Begitu juga keadaan sungai besar di Riau dan kekhawatiran masa depan sungai di masa mendatang. Selain itu, ada juga yang mengangkat mitos, dan situs Candi Muara Takus,” jelas Pemred Majalah Kabare dan Galeri ini.* in
Komentar