Trans Metro Dewata Berhenti Operasi, Sopir Luntang-Lantung Menunggu Kepastian Nasib
DENPASAR, NusaBali.com - Para sopir bus Trans Metro Dewata (TMD) terlihat luntang-lantung di Terminal Ubung, Denpasar menunggu kepastian nasib mereka pasca operasional transportasi publik yang diluncurkan 9 September 2020 lalu ini resmi berhenti, Rabu (1/1/2025).
Mulai 1 Januari 2025, sistem transportasi publik berbasis bus raya terpadu (BRT) ini tidak lagi melayani penumpang setia di kawasan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita). Sebelumnya, layanan TMD dikelola Kementerian Perhubungan melalui kontrak langsung dengan PT Satria Trans Jaya.
Mulai tahun 2025, APBN tidak menganggarkan lagi pengelolaan layanan TMD. Kemenhub lantas menyerahkan pengelolaan TMD kepada Pemerintah Provinsi Bali (Dinas Perhubungan). Akan tetapi, informasi terakhir mengatakan bahwa Pemprov Bali masih mengkaji pengambilalihan TMD ini.
Salah satu sopir TMD yang masih bertahan di Terminal Ubung, IB Gede Putu Riyantana, 41, menuturkan bahwa meski dipastikan berhenti operasi, sopir tetap semangat bertugas sampai akhir. Sopir yang berjumlah sedikitnya 210 orang tetap melakukan pelayanan sampai Selasa (31/12/2024) dengan harapan ada ‘mukjizat.’
“Yang terjadi ya seperti ini kami ngambang, tetap menjalankan tugas sampai 31 Desember kemarin dengan harapan ada mukjizat. Maunya hari ini dipaksakan jalan lagi tapi dibatalkan kemarin malam,” ujar Riyantana kepada NusaBali.com di Terminal Ubung, Rabu siang.
Berhentinya operasional TMD di tahun 2025 ini tidak hanya berdampak pada sopir. Ada sekuriti yang mengamankan bus-bus TMD ketika bus parkir di koridor usai jam operasional, ada pula tim mekanik, sampai penumpang setia yang tampak bingung mencari alternatif kendaraan umum lain.
Mewakili para sopir, sekuriti, dan mekanik, Riyantana berharap pelayanan TMD di enam koridor dengan titik keberangkatan awal Sentral Parkir Kuta, Terminal Ubung, dan GOR Ngurah Rai dapat berlanjut. Tidak peduli apakah nanti dikelola Kemenhub atau Pemprov Bali.
Pria kelahiran Singaraja, Buleleng ini juga tidak menutup mata bahwa mungkin saja pemerintah merugi mengoperasikan TMD. Namun, kata dia, itulah harga yang harus dibayar pemerintah dari uang pajak untuk menciptakan sistem transportasi publik yang dicintai masyarakat Bali.
“Mengapa sesuatu yang sudah baik itu tidak diteruskan? Apalagi masyarakat sudah mulai mengenal Trans Metro Dewata. Terbukti, ratusan penumpang sejak pagi mendatangi kami untuk memakai layanan tapi tidak bisa karena berhenti operasi,” tegas Riyantana.
Pria yang menjadi sopir TMD sejak 2020 ini menganjurkan Pemprov Bali lebih serius menggodok transportasi massal seperti TMD. Pulau Bali yang sempit dan semakin sumpek ini dinilai tidak bisa lagi mengandalkan kendaraan pribadi, apalagi memperbolehkan kendaraan plat luar beroperasi.
“Kalau dimatikan seperti ini, kami yang 500 orang ini, satu orang mewakili satu kepala keluarga dengan minimal empat anggota keluarga, berapa ribu yang tidak makan sekarang? Pemerintah posisinya di mana?” ungkap Riyantana.
Gusde Riyantana meminta Pemprov Bali mencontoh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang operasional Trans Jogja juga berhenti dikelola Kemenhub, tahun ini. Namun, Trans Jogja tetap dapat beroperasi dengan pengelolaan Pemprov setempat.
“Kami dengan penumpang juga telah membuat petisi (di Change.org), terakhir sudah ditandatangani hampir 5.000 orang,” jelas Riyantana. Ia juga mengklaim, TMD selama tahun 2024 telah melayani 8 juta orang di enam koridor yang ada.
Sebanyak 105 unit bus TMD kini terparkir di dua tempat. Sejumlah 52 unit diparkir di Terminal Ubung. Sisanya diparkir di Sentral Parkir Kuta, Badung. Khususnya di Terminal Ubung, masyarakat yang biasanya menggunakan TMD untuk mobilitas harian masih berdatangan hingga sore, meski akhirnya kecewa karena sudah berhenti operasi.
Sementara itu, Manajer Operasional PT Satria Trans Jaya (Trans Metro Dewata) IB Eka Budi Prihantara belum dapat berkomentar banyak terkait situasi ini. Kata dia, perusahaan hanya berharap TMD dapat beroperasi kembali.
“Benar (dihentikan), sementara ini. Perusahaan tentu berharap ini hanya sementara dan akan beroperasi lagi ke depan,” ungkap Budi Prihantara kepada NusaBali.com ketika dihubungi, Rabu sore.
Soal nasib pekerja di TMD, PT Satria Trans Jaya berencana melakukan pertemuan dengan para pekerja, termasuk sopir, Kamis (2/12/2025) ini. Pertemuan dilakukan sekitar 09.00 WITA di Terminal Ubung, Denpasar.
Budi Prihantara menjelaskan, kontrak seluruh pekerja di TMD sudah berakhir 31 Desember 2024. Khusus untuk tahun 2024 ini, pekerja yang menandatangani kontrak 1 Januari 2024 telah tidak berkontrak lagi per hari ini, Rabu. *rat
Mulai tahun 2025, APBN tidak menganggarkan lagi pengelolaan layanan TMD. Kemenhub lantas menyerahkan pengelolaan TMD kepada Pemerintah Provinsi Bali (Dinas Perhubungan). Akan tetapi, informasi terakhir mengatakan bahwa Pemprov Bali masih mengkaji pengambilalihan TMD ini.
Salah satu sopir TMD yang masih bertahan di Terminal Ubung, IB Gede Putu Riyantana, 41, menuturkan bahwa meski dipastikan berhenti operasi, sopir tetap semangat bertugas sampai akhir. Sopir yang berjumlah sedikitnya 210 orang tetap melakukan pelayanan sampai Selasa (31/12/2024) dengan harapan ada ‘mukjizat.’
“Yang terjadi ya seperti ini kami ngambang, tetap menjalankan tugas sampai 31 Desember kemarin dengan harapan ada mukjizat. Maunya hari ini dipaksakan jalan lagi tapi dibatalkan kemarin malam,” ujar Riyantana kepada NusaBali.com di Terminal Ubung, Rabu siang.
Berhentinya operasional TMD di tahun 2025 ini tidak hanya berdampak pada sopir. Ada sekuriti yang mengamankan bus-bus TMD ketika bus parkir di koridor usai jam operasional, ada pula tim mekanik, sampai penumpang setia yang tampak bingung mencari alternatif kendaraan umum lain.
Mewakili para sopir, sekuriti, dan mekanik, Riyantana berharap pelayanan TMD di enam koridor dengan titik keberangkatan awal Sentral Parkir Kuta, Terminal Ubung, dan GOR Ngurah Rai dapat berlanjut. Tidak peduli apakah nanti dikelola Kemenhub atau Pemprov Bali.
Pria kelahiran Singaraja, Buleleng ini juga tidak menutup mata bahwa mungkin saja pemerintah merugi mengoperasikan TMD. Namun, kata dia, itulah harga yang harus dibayar pemerintah dari uang pajak untuk menciptakan sistem transportasi publik yang dicintai masyarakat Bali.
“Mengapa sesuatu yang sudah baik itu tidak diteruskan? Apalagi masyarakat sudah mulai mengenal Trans Metro Dewata. Terbukti, ratusan penumpang sejak pagi mendatangi kami untuk memakai layanan tapi tidak bisa karena berhenti operasi,” tegas Riyantana.
Pria yang menjadi sopir TMD sejak 2020 ini menganjurkan Pemprov Bali lebih serius menggodok transportasi massal seperti TMD. Pulau Bali yang sempit dan semakin sumpek ini dinilai tidak bisa lagi mengandalkan kendaraan pribadi, apalagi memperbolehkan kendaraan plat luar beroperasi.
“Kalau dimatikan seperti ini, kami yang 500 orang ini, satu orang mewakili satu kepala keluarga dengan minimal empat anggota keluarga, berapa ribu yang tidak makan sekarang? Pemerintah posisinya di mana?” ungkap Riyantana.
Gusde Riyantana meminta Pemprov Bali mencontoh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang operasional Trans Jogja juga berhenti dikelola Kemenhub, tahun ini. Namun, Trans Jogja tetap dapat beroperasi dengan pengelolaan Pemprov setempat.
“Kami dengan penumpang juga telah membuat petisi (di Change.org), terakhir sudah ditandatangani hampir 5.000 orang,” jelas Riyantana. Ia juga mengklaim, TMD selama tahun 2024 telah melayani 8 juta orang di enam koridor yang ada.
Sebanyak 105 unit bus TMD kini terparkir di dua tempat. Sejumlah 52 unit diparkir di Terminal Ubung. Sisanya diparkir di Sentral Parkir Kuta, Badung. Khususnya di Terminal Ubung, masyarakat yang biasanya menggunakan TMD untuk mobilitas harian masih berdatangan hingga sore, meski akhirnya kecewa karena sudah berhenti operasi.
Sementara itu, Manajer Operasional PT Satria Trans Jaya (Trans Metro Dewata) IB Eka Budi Prihantara belum dapat berkomentar banyak terkait situasi ini. Kata dia, perusahaan hanya berharap TMD dapat beroperasi kembali.
“Benar (dihentikan), sementara ini. Perusahaan tentu berharap ini hanya sementara dan akan beroperasi lagi ke depan,” ungkap Budi Prihantara kepada NusaBali.com ketika dihubungi, Rabu sore.
Soal nasib pekerja di TMD, PT Satria Trans Jaya berencana melakukan pertemuan dengan para pekerja, termasuk sopir, Kamis (2/12/2025) ini. Pertemuan dilakukan sekitar 09.00 WITA di Terminal Ubung, Denpasar.
Budi Prihantara menjelaskan, kontrak seluruh pekerja di TMD sudah berakhir 31 Desember 2024. Khusus untuk tahun 2024 ini, pekerja yang menandatangani kontrak 1 Januari 2024 telah tidak berkontrak lagi per hari ini, Rabu. *rat
Komentar