Pemilik Lahan Belum Sepakati Harga Tanah
Tim appraisal menetapkan harga Rp 1 miliar per are. Tetapi delapan orang pemilik lahan minta Rp 2 miliar per are.
Pelebaran Jalan Bypass Ngurah Rai Simpang Jimbaran
MANGUPURA, NusaBali
Pembebasan lahan pelebaran Jalan Bypass Ngurah Rai, Simpang Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, belum menemui titik terang. Delapan orang pemilik lahan yang terdampak proyek pelebaran itu tak sepakat dengan harga Rp 1 miliar per are yang ditetapkan oleh appraisal. Pemilik lahan meminta harga Rp 2 miliar per are.
Permintaan harga Rp 2 miliar per are itu karena warga merasa curiga adanya permainan harga. Sebab awalnya pihak pemkab sempat menawarkan harga Rp 900 juta. Karena kecurigaan itu, pemilik lahan enggan menerima harga yang disampaikan. Bahkan pemilik lahan ingin bertemu langsung dengan tim appraisal untuk mendengarkan secara langsung kajiannya.
“Sekarang kami musyawarah lagi, apakah harus berproses ke pengadilan atau cukup sampai di sini saja. Kami meminta waktu seminggu lagi baru akan ada keputusan. Kalau tanah ini punya saya seorang tentu akan gampang, tapi ini adalah waris dan punya keluarga besar,” tutur ahli waris pemilik lahan Wayan Sutama saat menghadiri pertemuan di Kantor Camat Kuta Selatan (Kutsel), Selasa (21/11).
Sementara Tim Koordinasi Pengadaan Tanah Pemkab Badung Made Surya Dharma mengaku pernah menawarkan harga Rp 900 juta. Harga yang telah ditetapkan sekarang merupakan hasil penilaian appraisal. Appraisal mempunyai data dan penilaian yang valid dan bekerja secara independen. Pihaknya mengaku tidak bisa lagi menaikkan harga, karena nilai Rp 1 miliar per are adalah hasil kajian tertinggi tim appraisal. Dirinya mengaku bekerja mengacu pada aturan dan landasan yang berlaku, dimana penilaian appraisal itulah yang dipakai dalam penawaran harga.
“Semula memang ditawarkan Rp 900 juta per are, tapi kami langsung tawarkan nilai kewajaran tertinggi appraisal senilai Rp 1 miliar per are. Lebih dari itu kami sudah tidak bisa lagi, karena itu kajian harga dari appraisal,” kata Surya Dharma.
Karena tak adanya kata sepakat pihaknya kembali memberikan waktu seminggu kepada pewaris lahan untuk berunding lagi. Jika warga sudah setuju dan menandatangani surat pernyataan persetujuan, maka uangnya akan segera dicairkan. Namun jika warga tidak sepakat, maka proses selanjutnya akan masuk ke pengadilan. Nanti apapun keputusan pengadilan, uang nilai pembebasan lahan akan dititipkan di pengadilan.
“Jadi tahapan selanjutnya jika warga keberatan maka penyelesaiannya di pengadilan. Kalau kami memaksakan harga tentu kami salah, begitu juga warga jika memaksa juga tentu salah. Nanti pengadilan yang akan memutuskan, apakah harga dari apprisal terlalu murah atau bagaimana,” tuturnya.
Sebelumnya pada 15 November 2017 tim koordinasi pengadaan tanah Pemkab Badung telah melakukan pertemuan. Namun pada saat itu warga belum memberikan jawaban dan meminta waktu untuk rembuk dengan keluarga. *p
MANGUPURA, NusaBali
Pembebasan lahan pelebaran Jalan Bypass Ngurah Rai, Simpang Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, belum menemui titik terang. Delapan orang pemilik lahan yang terdampak proyek pelebaran itu tak sepakat dengan harga Rp 1 miliar per are yang ditetapkan oleh appraisal. Pemilik lahan meminta harga Rp 2 miliar per are.
Permintaan harga Rp 2 miliar per are itu karena warga merasa curiga adanya permainan harga. Sebab awalnya pihak pemkab sempat menawarkan harga Rp 900 juta. Karena kecurigaan itu, pemilik lahan enggan menerima harga yang disampaikan. Bahkan pemilik lahan ingin bertemu langsung dengan tim appraisal untuk mendengarkan secara langsung kajiannya.
“Sekarang kami musyawarah lagi, apakah harus berproses ke pengadilan atau cukup sampai di sini saja. Kami meminta waktu seminggu lagi baru akan ada keputusan. Kalau tanah ini punya saya seorang tentu akan gampang, tapi ini adalah waris dan punya keluarga besar,” tutur ahli waris pemilik lahan Wayan Sutama saat menghadiri pertemuan di Kantor Camat Kuta Selatan (Kutsel), Selasa (21/11).
Sementara Tim Koordinasi Pengadaan Tanah Pemkab Badung Made Surya Dharma mengaku pernah menawarkan harga Rp 900 juta. Harga yang telah ditetapkan sekarang merupakan hasil penilaian appraisal. Appraisal mempunyai data dan penilaian yang valid dan bekerja secara independen. Pihaknya mengaku tidak bisa lagi menaikkan harga, karena nilai Rp 1 miliar per are adalah hasil kajian tertinggi tim appraisal. Dirinya mengaku bekerja mengacu pada aturan dan landasan yang berlaku, dimana penilaian appraisal itulah yang dipakai dalam penawaran harga.
“Semula memang ditawarkan Rp 900 juta per are, tapi kami langsung tawarkan nilai kewajaran tertinggi appraisal senilai Rp 1 miliar per are. Lebih dari itu kami sudah tidak bisa lagi, karena itu kajian harga dari appraisal,” kata Surya Dharma.
Karena tak adanya kata sepakat pihaknya kembali memberikan waktu seminggu kepada pewaris lahan untuk berunding lagi. Jika warga sudah setuju dan menandatangani surat pernyataan persetujuan, maka uangnya akan segera dicairkan. Namun jika warga tidak sepakat, maka proses selanjutnya akan masuk ke pengadilan. Nanti apapun keputusan pengadilan, uang nilai pembebasan lahan akan dititipkan di pengadilan.
“Jadi tahapan selanjutnya jika warga keberatan maka penyelesaiannya di pengadilan. Kalau kami memaksakan harga tentu kami salah, begitu juga warga jika memaksa juga tentu salah. Nanti pengadilan yang akan memutuskan, apakah harga dari apprisal terlalu murah atau bagaimana,” tuturnya.
Sebelumnya pada 15 November 2017 tim koordinasi pengadaan tanah Pemkab Badung telah melakukan pertemuan. Namun pada saat itu warga belum memberikan jawaban dan meminta waktu untuk rembuk dengan keluarga. *p
Komentar