Belajar Toleransi Dari Sastra Jawa Kuno
Secara ideasional, teks Jawa Kuno memiliki konsep yang mendasar terhadap konsep kebhinekaan.
DENPASAR, NusaBali
Puncak pencapaian tertinggi dunia Jawa Kuno selain mewariskan candi, prasasti, seni arca dan bangunan fisik lainnya, adalah meninggalkan teks-teks tradisional berupa lontar. Ternyata, peradaban lontar mengandung banyak sekali nilai-nilai humanis yang menjadi dasar konsep Kebhinekaan, pilar kebangsaan itu.
Demikian disampaikan Dr I Made Suparta, akademisi dari Universitas Indonesia saat seminar nasional bertema ‘Kearifan Lokal Lisan dan Tulis’ di Ruang Ir Soekarno, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Denpasar, Sabtu (25/11). Seminar ini menjadi rangkaian HUT ke-59 Prodi Sastra Jawa Kuno dan HUT ke-59 Himpunan Mahasiswa Prodi Sastra Jawa Kuno ke-7.
“Secara ideasional, teks Jawa Kuno memiliki konsep yang mendasar terhadap konsep kebhinekaan. Namun, kini nilai-nilai itu dihimpit oleh pragmatisme. Akibat pola pikir yang pendek, seperti pemikiran beda iman artinya musuh. Padahal, belum tentu satu iman isi kepalanya sama,” ungkapnya.
Pernyataan Suparta tentang Kebhinekaan juga diperkuat oleh pemateri lainnya, Dr Sri Ratna Saktimulya MHum, akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, naskah-naskah skriptorium Pakualaman juga menunjukkan adanya ajaran-ajaran luhur warisan Pura Pakualaman Yogyakarta. Ajaran-ajaran luhur yang disebut sestradi. “Sestradi mengandung ajaran olah rasa melalui sarana nyata berkontemplasi sehingga mencapai pemahaman tentang hidup. Konsep sestradi dibicarakan 21 butir kebaikan dan keburukan yang mengarah pada keharmonisan,” paparnya.
Sementara pemateri ketiga, Prof Dr I Wayan Sukayasa MSi dari Universitas Hindu Indonesia (UNHI) menyatakan bahwa kata toleransi dalam bahasa Indonesia dapat disamakan dengan asih. Asih sendiri dalam pengertiannya diartikan sebagai cinta, kasih sayang, kebaikan, simpati, berblas kasihan, dan lain-lain. “Asih merupakan tahapan awal pelaksanaan toleransi, jika sudah memiliki rasa belas kasihan, niscaya keharmonisan hidup akan tercapai,”tandasnya. *ind
Puncak pencapaian tertinggi dunia Jawa Kuno selain mewariskan candi, prasasti, seni arca dan bangunan fisik lainnya, adalah meninggalkan teks-teks tradisional berupa lontar. Ternyata, peradaban lontar mengandung banyak sekali nilai-nilai humanis yang menjadi dasar konsep Kebhinekaan, pilar kebangsaan itu.
Demikian disampaikan Dr I Made Suparta, akademisi dari Universitas Indonesia saat seminar nasional bertema ‘Kearifan Lokal Lisan dan Tulis’ di Ruang Ir Soekarno, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Denpasar, Sabtu (25/11). Seminar ini menjadi rangkaian HUT ke-59 Prodi Sastra Jawa Kuno dan HUT ke-59 Himpunan Mahasiswa Prodi Sastra Jawa Kuno ke-7.
“Secara ideasional, teks Jawa Kuno memiliki konsep yang mendasar terhadap konsep kebhinekaan. Namun, kini nilai-nilai itu dihimpit oleh pragmatisme. Akibat pola pikir yang pendek, seperti pemikiran beda iman artinya musuh. Padahal, belum tentu satu iman isi kepalanya sama,” ungkapnya.
Pernyataan Suparta tentang Kebhinekaan juga diperkuat oleh pemateri lainnya, Dr Sri Ratna Saktimulya MHum, akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, naskah-naskah skriptorium Pakualaman juga menunjukkan adanya ajaran-ajaran luhur warisan Pura Pakualaman Yogyakarta. Ajaran-ajaran luhur yang disebut sestradi. “Sestradi mengandung ajaran olah rasa melalui sarana nyata berkontemplasi sehingga mencapai pemahaman tentang hidup. Konsep sestradi dibicarakan 21 butir kebaikan dan keburukan yang mengarah pada keharmonisan,” paparnya.
Sementara pemateri ketiga, Prof Dr I Wayan Sukayasa MSi dari Universitas Hindu Indonesia (UNHI) menyatakan bahwa kata toleransi dalam bahasa Indonesia dapat disamakan dengan asih. Asih sendiri dalam pengertiannya diartikan sebagai cinta, kasih sayang, kebaikan, simpati, berblas kasihan, dan lain-lain. “Asih merupakan tahapan awal pelaksanaan toleransi, jika sudah memiliki rasa belas kasihan, niscaya keharmonisan hidup akan tercapai,”tandasnya. *ind
Komentar