Awalnya Jualan Keliling, Kini Buka Toko Agar Modal Usaha Berputar
Pasutri Nengah Gitar-Luh Alisaming bersama anak, menantu, dan cucunya ngungsi ke Banjar Sanih, Desa Bukti sejak status Awas Gunung Agung, 22 September 2017. Kebetulan, Banjar Sanih merupakan tanah kelahiran Nengah Gitar, sebelum hijrah ke Desa Tulamben tahun 1995
Satu Keluarga Asal Desa Tulamben Bertahan Hidup di Pengungsian Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan
SINGARAJA, NusaBali
Para pengungsi bencana Gunung Agung asal Banjar Beluhu Kangin, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Karangasem sudah pulang ke rumahnya masing-masing, setelah lama mengungsi di Desa Bukti, Kecamatan Kiubutambahan, Buleleng. Namun, ada satu keluarga yang masih bertahan di lokasi pengungsian Desa Bukti. Keluarga ini bertahan hidup dengan jualan keliling hingga akhirnya buka toko.
Keluarga asal Banjar Beluhu Kangin, Desa Tulamben yang masih bertahan mengungsi di Desa Bukti, Kecamatan Kubutamhan ini adalah pasangan Nengah Gitar, 46, dan Luh Alisaming, 45. Mereka mengungsi bersama 4 anak, menantu, dan 3 cucunya.
Keluarga Nengah Gitar mengungsi ke Desa Bukti sejak status Gunung Agung naik ke level Awas, 22 September 2017 lalu. Tempat yang mereka tuju adalah Banjar Sanih, Desa Bukti. Kebetulan, Nengah Gitar sejatinya berasal dari Banjar Sanih. Dia kemudian merantau ke Banjar Beluhu Kangin, Desa Tulamben sejak tahun 1995. Dia dan keluarganya pun sudah mebanjar adat di Desa Tulamben.
Ketika marantau ke Desa Tulamben, Nengah Gitar yang kala itu masih lajang berusia 23 tahun, hanyalah seorang tukang servis elektronik keliling. Namun, seiring perjalanan waktu, dia berhasil membuka toko dengan segala macam kebutuhan pokok di Desa Tulamben. Usahanya itu terus berkembang hingga melayani kebutuhan barang dagangan bagi warung-warung kecil di wilayah desa wisata itu.
Namun, begitu Gunung Agung berstatus Awas, 22 September 2017, Nengah Gitar bersama istri, anak, menantu, dan cucunya harus mengungsi ke Banjar Sanih, Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan. Maklum, Banjar Sanih adalah tanah kelahiran dan tempat tinggal orangtuannya. Seluruh barang rumah tangga hingga barang dagangan yang dijual di tokonya di Desa Tulamben, diangkut ke pengungsian Desa Bukti.
Upaya memindahkan seluruh barang dagangannya ini dilakukan selama tiga hari, dengan sewa kendaraan Truk. Barang yang berhasil diangkut kemudian ditaruh begitu saja di lahan milik orangtua Nengah Gitar. “Desa Tulamben kan masuk KRB (Kawasan Rawan Bencana) Gunung Agung. Jadi, saat itu memang semuanya panik. Banyak barang dagangan yang rusak juga, karena saat pemindahan asal ditumpuk saja. Banyak juga barang dagangan yang saya obral saat itu, yang penting ada pemasukan,” kenang Nengah Gitar saat ditemui NusaBali di Banjar Sanih, Desa Bukti, Kamis (8/2) pagi.
Sejak mengungsi ke kampung halamannya, Nengah Gitar mengaku terus berpikir tentang nasib hidup keluarganya. Sebab, modal toko usaha di Desa Tulamben dari hasil pinjaman bank. Apalagi, barang dagangannya juga mendekati kadaluarsa.
Dari situ, Nengah Gitar kemudian berusaha menjual barang dagangan keliling dengan mobil box miliknya, di wilayah Kecamatan Tejakula (Buleleng) dan Kecamatan Kubutambahan (Buleleng). Barang dagangan yang mendekati kadaluarsa dijual murah, seperti makanan dan minuman kemasan. “Yang penting, modal usaha itu berputar dan barang dagagangan yang mendekati kadaluarsa bisa keluar. Kalau semua usaha yang saya rintis, dari modal pinjaman di bank,” paparnya.
Sambil jualan keliling selama di pengungsian, Nengah Gitar kemudian nekat membangun toko lagi. Beruntung, lahan yang dipakai membangun toko milik orangtuanya di Banjar Sanih, Desa Bukti. “Ini saya lakukan, karena saya berpikir tidak akan mungkin bisa berusaha kembali di Desa Tulamben dalam waktu cepat ketika Gunung Agung erupsi,” kata Nengah Gitar.
Dia pun berharap dapat menjaga kelangsungan usahanya selama di pengungsian. Apalagi, barang dagangan yang akan dijual juga sudah ada. “Dari cerita yang saya dengar, situasi normal kembali setelah letusan Gunung Agung itu bisa sampai setahun. Jadi, kalau saya tidak berusaha, apa yang dapat saya andalkan? Apalagi, modal usaha itu dari pinjaman bank. Dan, memang barang dagangan juga sudah ada, jadi saya tinggal menyiapkan tempatnya,” lanjut Nengah Gitar.
Toko yang dibangun keluarga Nengah Gitar di Desa Bukti pun cukup sederhana, hanya menggunakan rangka baja ringan. Namun, toko ini berkonsep minimarket, seperti layaknya toko-toko modern. Toko yang menjual berbagai kebutuhan pokok ini sudah beroperasi selama hampir 2 bulan sejak akhir Desember 2017. Hanya saja, jumlah pembeli masih sangat minim, tidak seperti usahanya di Desa Tulamben.
Meski telah membuka toko di pengungsian, menurut Nengah Gitar, usaha tokonya di Desa Tulamben tetap diperasikan, sejak radius bahaya Gunung Agung dipersempit menjadi 6 kilometer. Usahanya di Desa Tulambeng saat ini dijalankan putra sulungnya.
Bagi Nengah Gitar, situasi Gunung Agung juga dianggap membawa berkah, karena dirinya telah dipaksa membuka cabang (usaha) di tempat lain. “Sekarang anak pertama saja yang di Desa Tulamben jualan, sekadar untuk menjaga pelanggan saja. Karena status Gunung Agung kan masih Awas.” *k19
Komentar