Panitia Sesalkan Pasar Musiman Pergung Ditiadakan
Kesepakatan jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Mendoyo termasuk perbekel/lurah se-Mendoyo, untuk meniadakan pasar musiman di Lapangan Pergung, Desa Pergung, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, serangkaian Hari Raya Galungan dan Kuningan pada 30 Mei dan 9 Juni mendatang, disesalkan panitia dari jajaran Desa Pakraman Pergung.
NEGARA, NusaBali
Di samping tidak dilibatkan dalam pembahasannya, panita menilai kesepakatan peniadaan pasar musiman karena alasan keamanan serentetan aksi terorisme itu terlalu mengada-ada. Ketua Panitia Pasar Musiman Pergung I Nengah Ridja, mengatakan pihaknya memang tidak tahu sama sekali mengenai pembahasan kesepakatan di Kantor Camat Mendoyo, Jumat (18/5) lalu itu. Dia baru tahu setelah melihat surat kesepakatan itu, Senin (21/5) malam. “Suratnya ya sudah ada di meja rumah saya. Lihat isinya, saya kaget tiba-tiba ada begitu. Dan pasar itu, sebenarnya adalah pasar adat. Sempat saya tanya ke bendesa, bendesa juga tidak tahu, dan menyesalkan kesepakatan itu,” kata Ridja yang juga Pamucuk Baga Pawongan Desa Pakraman Pergung, Rabu (23/5).
Karena itu, dia menuding kesepakatan itu sengaja dibuat mendadak. Apalagi yang dilibatkan justru perbekel/lurah se-Mendoyo. Padahal dengan kesepakatan mendadak itu sangat merugikan. Di mana para pedagang yang hendak mengisi pasar adat itu, juga sudah mulai diinventarisir sejak dua bulan lalu. Begitu masyarakat sekitar yang biasa mendapat tambahan penghasilan dengan membuka lahan parkir dan lainnya, merasa keberatan dengan kesepakatan tersebut.
“Ini kan lucu, yang menyelenggarakan pasar ini adalah pihak adat setempat, dan penyelenggaraan diserahkan ke panitia. Tetapi kenapa malah perbekel desa lain yang dilibatkan,” ujarnya.
Dari pengamatannya, peniadaan pasar adat ini ada muatan politis. Ada beberapa pihak menuding, jika pasar adat itu adalah kepentingan pribadinya. Padahal yang terlibat dalam kegiatan pasar adat tersebut, adalah jajaran Desa Pakraman Pergung. Kemudian ada yang menilai pasar adat ini tidak memberikan kontribusi ke daerah. Sedangkan, pihaknya memastikan kontribusi tetap dijalankan sesuai aturan.
“Saya melihat ada orang-orang iri. Bisa dicek, sebagai penyelenggara adalah adat, dan adat membentuk panitia. Pasar adat ini juga tidak baru, tetapi sudah dirintis mulai tahun 1980-an. Sekarang kok tiba-tiba ada kesepakatan meniadakan kegiatan itu, sedangkan kegiatan lain, bahkan yang jelas-jelas ilegal, tetap jalan,” ujar pria yang juga Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Kebangkitan Masyarakat Jembrana, ini.
Camat Mendoyo I Gede Sujana, Rabu kemarin, mengatakan kesepakatan meniadakan pasar musiman di Lapangan Pergung pada Galungan dan Kuningan mendatang itu, murni hasil rapat koordinasi (rakor) Kententeraman dan Ketertiban Kecamatan Mendoyo. Rakor tersebut dihadiri Forkopimcam, baik Kapolsek serta Danramil, termasuk para perbekel/lurah se-Kecamatan Mendoyo. “Tidak ada mendadak, karena rakor ini memang rutin kami gelar setiap bulan, sehingga tidak mengundang pihak lain. Kesepakatan itu juga sebelumnya sudah melalui pembicaraan Muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan),” katanya.
Menurutnya, kesepakatan untuk meniadakan pasar musiman itu didasari kesepakatan perbekel/lurah se-Mendoyo, termasuk Perbekel Pergung. “Tentang kesepakatan ini, kami sudah minta perbekel mensosiliasikan ke desa masing-masing. Ini murni pertimbangan keamanan. Kami mengutamakan kepentingan yang lebih besar, dengan melihat situasi keamanan secara umum,” ujarnya.
Sebenarnya, kata Sujana, pasar musiman di Lapangan Pergung itu bukan merupakan pasar adat yang murni diselengggarakan Desa Pakraman Pergung. Namun lebih ke personal kelompok tertentu. Sesuai pengajuan izin sebelum-sebelumnya, yang mengajukan adalah panitia atas nama I Nengah Ridja, bersama sejumlah orang-orang dari unsur adat, dan bukan langsung pihak desa pakraman.
“Kalau terkait izin, ada dari kepolisian berupa izin keramaian, dan izin pemanfaatan lapangan dari desa. Kalau dari kecamatan tidak ada. Tetapi sementara ini, memang belum ada pengajuan izin, dan kami jajaran di Mendoyo telah sepakat meniadakan kegiatan itu, karena pertimbangan situasi keamanan. Kalau untuk selanjutnya, tetap kami lihat situasi,” tandas Sujana. *ode
Karena itu, dia menuding kesepakatan itu sengaja dibuat mendadak. Apalagi yang dilibatkan justru perbekel/lurah se-Mendoyo. Padahal dengan kesepakatan mendadak itu sangat merugikan. Di mana para pedagang yang hendak mengisi pasar adat itu, juga sudah mulai diinventarisir sejak dua bulan lalu. Begitu masyarakat sekitar yang biasa mendapat tambahan penghasilan dengan membuka lahan parkir dan lainnya, merasa keberatan dengan kesepakatan tersebut.
“Ini kan lucu, yang menyelenggarakan pasar ini adalah pihak adat setempat, dan penyelenggaraan diserahkan ke panitia. Tetapi kenapa malah perbekel desa lain yang dilibatkan,” ujarnya.
Dari pengamatannya, peniadaan pasar adat ini ada muatan politis. Ada beberapa pihak menuding, jika pasar adat itu adalah kepentingan pribadinya. Padahal yang terlibat dalam kegiatan pasar adat tersebut, adalah jajaran Desa Pakraman Pergung. Kemudian ada yang menilai pasar adat ini tidak memberikan kontribusi ke daerah. Sedangkan, pihaknya memastikan kontribusi tetap dijalankan sesuai aturan.
“Saya melihat ada orang-orang iri. Bisa dicek, sebagai penyelenggara adalah adat, dan adat membentuk panitia. Pasar adat ini juga tidak baru, tetapi sudah dirintis mulai tahun 1980-an. Sekarang kok tiba-tiba ada kesepakatan meniadakan kegiatan itu, sedangkan kegiatan lain, bahkan yang jelas-jelas ilegal, tetap jalan,” ujar pria yang juga Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Kebangkitan Masyarakat Jembrana, ini.
Camat Mendoyo I Gede Sujana, Rabu kemarin, mengatakan kesepakatan meniadakan pasar musiman di Lapangan Pergung pada Galungan dan Kuningan mendatang itu, murni hasil rapat koordinasi (rakor) Kententeraman dan Ketertiban Kecamatan Mendoyo. Rakor tersebut dihadiri Forkopimcam, baik Kapolsek serta Danramil, termasuk para perbekel/lurah se-Kecamatan Mendoyo. “Tidak ada mendadak, karena rakor ini memang rutin kami gelar setiap bulan, sehingga tidak mengundang pihak lain. Kesepakatan itu juga sebelumnya sudah melalui pembicaraan Muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan),” katanya.
Menurutnya, kesepakatan untuk meniadakan pasar musiman itu didasari kesepakatan perbekel/lurah se-Mendoyo, termasuk Perbekel Pergung. “Tentang kesepakatan ini, kami sudah minta perbekel mensosiliasikan ke desa masing-masing. Ini murni pertimbangan keamanan. Kami mengutamakan kepentingan yang lebih besar, dengan melihat situasi keamanan secara umum,” ujarnya.
Sebenarnya, kata Sujana, pasar musiman di Lapangan Pergung itu bukan merupakan pasar adat yang murni diselengggarakan Desa Pakraman Pergung. Namun lebih ke personal kelompok tertentu. Sesuai pengajuan izin sebelum-sebelumnya, yang mengajukan adalah panitia atas nama I Nengah Ridja, bersama sejumlah orang-orang dari unsur adat, dan bukan langsung pihak desa pakraman.
“Kalau terkait izin, ada dari kepolisian berupa izin keramaian, dan izin pemanfaatan lapangan dari desa. Kalau dari kecamatan tidak ada. Tetapi sementara ini, memang belum ada pengajuan izin, dan kami jajaran di Mendoyo telah sepakat meniadakan kegiatan itu, karena pertimbangan situasi keamanan. Kalau untuk selanjutnya, tetap kami lihat situasi,” tandas Sujana. *ode
Komentar