Rupiah Terdampak Bunga The Fed
Penyesuaian suku bunga The Fed ini akan diikuti oleh kenaikan suku bunga acuan dari Bank Indonesia untuk menekan depresiasi rupiah.
JAKARTA, NusaBali
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pergerakan Rupiah terdampak oleh penyesuaian suku bunga The Fed (Bank Sentral AS) yang telah dilakukan pada pertengahan Juni 2018. Melihat kondisi tersebut, Darmin saat ditemui di Jakarta, Kamis (21/6), memastikan tidak ada hal yang perlu dirisaukan karena depresiasi rupiah tersebut masih terpengaruh oleh situasi global. "Karena di sana bunganya sudah gerak, tapi itu jangan dirisaukan," kata Darmin.
Meski demikian, ia mengharapkan mulai adanya pembenahan dari sisi domestik yaitu terhadap defisit neraca transaksi berjalan agar tidak terlalu melebar dan makin membebani Rupiah. "Neraca ekspor dan impornya masih defisit, itu harus diatasi dulu," katanya.
Ia juga memastikan penyesuaian suku bunga The Fed ini akan diikuti oleh kenaikan suku bunga acuan dari Bank Indonesia untuk menekan depresiasi rupiah. "Kecenderungan kenaikan suku bunga di AS akan terjadi beberapa kali. Itu berarti suku bunga kita akan naik, kalau tidak kurs kita akan terganggu," ujar Darmin.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis sore, melemah sebesar 170 poin menjadi Rp14.102 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan sebelum libur panjang Idul Fitri Rp13.932. Analis ForexTime (FXTM) Lukman Otunuga menilai seluruh mata uang pasar berkembang terpukul telak oleh dolar AS yang menguat secara umum.
Situasi perdagangan yang semakin tegang antara Amerika Serikat dan China menambah kegelisahan pasar dan memperburuk situasi untuk pasar berkembang. "Prospek kenaikan suku bunga AS dapat memicu kekhawatiran mengenai arus keluar modal dari pasar berkembang, namun masalah perdagangan global juga menjadi risiko besar," kata dia.
Lukman mengatakan ketegangan perdagangan dapat menimbulkan kekhawatiran pada memburuknya proteksionisme global yang berdampak negatif pada pertumbuhan pasar berkembang. "Karena itu, mata uang dan saham pasar berkembang dapat semakin melemah," ucap dia.
Sementara itu analis Senior Binaartha Sekuritas Reza Priyambada di Jakarta, mengatakan bahwa perkembangan nilai tukar Rupiah masih akan bergerak mendatar. "Tampaknya belum terlalu merespons rencana Bank Indonesia untuk kembali menaikkan tingkat suku bunga acuannya," kata dia.
Sebelumnya, BI telah memberikan sinyal untuk menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan The Fed dan ECB pada Rapat Dewan Gubernur pada 27-28 Juni 2018. Kebijakan lanjutan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga yang disertai dengan relaksasi kebijakan LTV untuk mendorong sektor perumahan. Selain itu, kebijakan intervensi ganda, likuiditas longgar, dan komunikasi yang intensif tetap dilanjutkan. Secara keseluruhan, BI, Pemerintah, dan OJK juga akan terus mempererat koordinasi untuk memperkuat stabilitas dan mendorong pertumbuhan.
Darmin Nasution mengingatkan pentingnya koordinasi Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan agar bunga kredit tidak ikut mengalami kenaikan seiring dengan penyesuaian suku bunga acuan. “Jadi ada hal-hal yang bisa dilakukan sehingga peningkatan suku bunga moneter itu tidak perlu otomatis mendorong naiknya tingkat bunga kredit," kata Darmin di Jakarta, Kamis.
Darmin tidak mempersoalkan apabila bank sentral akan kembali menyesuaikan suku bunga acuan atau BI-7 Day Repo Rate, dari saat ini sebesar 4,75 persen, sebagai antisipasi dari kenaikan suku bunga The Fed (Bank Sentral AS). Meski demikian, ia mengharapkan ada koordinasi yang bisa dilakukan antara otoritas terkait agar tingkat bunga kredit tidak ikut-ikutan mengalami kenaikan dan kinerja konsumsi domestik tetap kuat untuk mendukung stabilitas pertumbuhan.
Salah satu hal yang bisa dilakukan sebagai respon dari kebijakan yang diputuskan oleh BI tersebut adalah dengan meminta OJK sebagai otoritas pengawas perbankan untuk mendorong efisiensi di sektor tersebut agar tingkat suku bunga tetap bertahan. "Bisa juga mendorong efisiensi di perbankan, artinya bisa mengupayakan biaya-biaya yang tidak efisien untuk diefisienkan. Yang bisa melakukan itu OJK," kata Darmin. *ant
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pergerakan Rupiah terdampak oleh penyesuaian suku bunga The Fed (Bank Sentral AS) yang telah dilakukan pada pertengahan Juni 2018. Melihat kondisi tersebut, Darmin saat ditemui di Jakarta, Kamis (21/6), memastikan tidak ada hal yang perlu dirisaukan karena depresiasi rupiah tersebut masih terpengaruh oleh situasi global. "Karena di sana bunganya sudah gerak, tapi itu jangan dirisaukan," kata Darmin.
Meski demikian, ia mengharapkan mulai adanya pembenahan dari sisi domestik yaitu terhadap defisit neraca transaksi berjalan agar tidak terlalu melebar dan makin membebani Rupiah. "Neraca ekspor dan impornya masih defisit, itu harus diatasi dulu," katanya.
Ia juga memastikan penyesuaian suku bunga The Fed ini akan diikuti oleh kenaikan suku bunga acuan dari Bank Indonesia untuk menekan depresiasi rupiah. "Kecenderungan kenaikan suku bunga di AS akan terjadi beberapa kali. Itu berarti suku bunga kita akan naik, kalau tidak kurs kita akan terganggu," ujar Darmin.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis sore, melemah sebesar 170 poin menjadi Rp14.102 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan sebelum libur panjang Idul Fitri Rp13.932. Analis ForexTime (FXTM) Lukman Otunuga menilai seluruh mata uang pasar berkembang terpukul telak oleh dolar AS yang menguat secara umum.
Situasi perdagangan yang semakin tegang antara Amerika Serikat dan China menambah kegelisahan pasar dan memperburuk situasi untuk pasar berkembang. "Prospek kenaikan suku bunga AS dapat memicu kekhawatiran mengenai arus keluar modal dari pasar berkembang, namun masalah perdagangan global juga menjadi risiko besar," kata dia.
Lukman mengatakan ketegangan perdagangan dapat menimbulkan kekhawatiran pada memburuknya proteksionisme global yang berdampak negatif pada pertumbuhan pasar berkembang. "Karena itu, mata uang dan saham pasar berkembang dapat semakin melemah," ucap dia.
Sementara itu analis Senior Binaartha Sekuritas Reza Priyambada di Jakarta, mengatakan bahwa perkembangan nilai tukar Rupiah masih akan bergerak mendatar. "Tampaknya belum terlalu merespons rencana Bank Indonesia untuk kembali menaikkan tingkat suku bunga acuannya," kata dia.
Sebelumnya, BI telah memberikan sinyal untuk menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan The Fed dan ECB pada Rapat Dewan Gubernur pada 27-28 Juni 2018. Kebijakan lanjutan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga yang disertai dengan relaksasi kebijakan LTV untuk mendorong sektor perumahan. Selain itu, kebijakan intervensi ganda, likuiditas longgar, dan komunikasi yang intensif tetap dilanjutkan. Secara keseluruhan, BI, Pemerintah, dan OJK juga akan terus mempererat koordinasi untuk memperkuat stabilitas dan mendorong pertumbuhan.
Darmin Nasution mengingatkan pentingnya koordinasi Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan agar bunga kredit tidak ikut mengalami kenaikan seiring dengan penyesuaian suku bunga acuan. “Jadi ada hal-hal yang bisa dilakukan sehingga peningkatan suku bunga moneter itu tidak perlu otomatis mendorong naiknya tingkat bunga kredit," kata Darmin di Jakarta, Kamis.
Darmin tidak mempersoalkan apabila bank sentral akan kembali menyesuaikan suku bunga acuan atau BI-7 Day Repo Rate, dari saat ini sebesar 4,75 persen, sebagai antisipasi dari kenaikan suku bunga The Fed (Bank Sentral AS). Meski demikian, ia mengharapkan ada koordinasi yang bisa dilakukan antara otoritas terkait agar tingkat bunga kredit tidak ikut-ikutan mengalami kenaikan dan kinerja konsumsi domestik tetap kuat untuk mendukung stabilitas pertumbuhan.
Salah satu hal yang bisa dilakukan sebagai respon dari kebijakan yang diputuskan oleh BI tersebut adalah dengan meminta OJK sebagai otoritas pengawas perbankan untuk mendorong efisiensi di sektor tersebut agar tingkat suku bunga tetap bertahan. "Bisa juga mendorong efisiensi di perbankan, artinya bisa mengupayakan biaya-biaya yang tidak efisien untuk diefisienkan. Yang bisa melakukan itu OJK," kata Darmin. *ant
Komentar