'Tejaning Stri' Pesankan Amarah untuk Penyadaran
Api amarah tidak selamanya buruk. Tetapi seringkali, api kemarahan justru menjadikan manusia sadar.
Kemas Kisah Prabhu Jaya Pangus PKB ke-40
DENPASAR, NusaBali
Begitulah pesan yang bisa dimaknai dari pementasan dramatari berjudul ‘Tejaning Stri’ oleh Kesenian Bintang Sekaa Wahana Gurnita, Kota Denpasar di Wantilan Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Rabu (4/7). Pesan tentang api ini, untuk memaknai tema Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40, Teja Dharmaning Kahuripan.
Diiringi tabuh samara pagulingan, dramatari Tejaning Stri Kisah Prabhu Jaya Pangus. Kegaduhan Prabhu Jaya Pangus akibat terkena kutukan Bhatari Danu yang seakan-akan meredupkan kewibawaannya bagaikan telaga tanpa air. Itulah sebabnya Sang Prabhu Jaya Pangus mengadakan pertemuan di Balairung dengan para punggawa, tanda mantri, purahita untuk bisa menyelesaikan permasalahan pada diri sang prabhu. Hasil pembicaraan tersebut diutuslah Patih Dharma Wisesa untuk membunuh Dewi Danu, agar terbalaskan sakit hati Sang Prabhu Jaya Pangus.
Sementara itu, Dewi Danu tiada yang bisa menghalangi. Beliau menyebabkan wabah epidemi ke wilayah kekuasaan Prabhu Jaya Pangus yaitu Panorajan. Menjadikan masyarakat sekitar bagai di lalap api Durga Gni. Akibatnya Patih Dharma Wisesa dengan sumpah abdi dalemnya ingin membunuh Dewi Danu, malah menerima ajalnya. Saat itupun Bhatari Danu bersabda "Wahai rakyat Panorajan, jangan engkau membuat amarah seorang wanita. Jika engkau sungguh-sungguh berbhakti kepada rajamu, buatlah pralingga beliau sehingga engkau setiap hari selalu bisa memujanya,”
“Makna yang ingin disampaikan di sini, bahwa api tidak selamanya buruk. Amarah pun begitu. Tidak selamanya amarah itu buruk, melainkan bisa menjadi media penyadaran,” ujar Koordinator Pagelaran, I Nyoman Suarsa.
Untuk memainkan dramatari ini tidaklah sulit, karena sudah didukung oleh penari ternama di Kota Denpasar. Sebut saja I Gusti Bagus Supartama, I Nyoman Geguh, Ibu Rusni, Made Kariasa, Gede Sukaraka, I Wayan Darmida, IPutu Sujana dan I Gede Anom Ranuara. Dengan diringkan tabuh semara pagulingan yang dibawakan 30 orang dari remaja hingga dewasa. “Karena penarinya seniman ternama, tidak sulit bagi kami. Tinggal mengarahkan saja, dan di antara mereka pun saling mengarahkan satu sama lain,” katanya.
Namun, menurut Suarsa, pementasan untuk jenis dramatari nampaknya tidak cocok di wantilan. Sebab selama pementasan kemarin, memang dari segi suara kurang jelas didengar oleh penonton. Suaranya terdengar menggema. Suarsa berharap, ini menjadi masukan yang membangun untuk pelaksanaan PKB yang lebih baik di tahun-tahun mendatang. “Ini mungkin bisa jadi masukan. Karena tadi penonton kurang jelas menangkap suara yang diucapkan. Tahun-tahun selanjutnya, mungkin lebih baik pentasnya di kalangan,” tandas Suarsa. *ind
DENPASAR, NusaBali
Begitulah pesan yang bisa dimaknai dari pementasan dramatari berjudul ‘Tejaning Stri’ oleh Kesenian Bintang Sekaa Wahana Gurnita, Kota Denpasar di Wantilan Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Rabu (4/7). Pesan tentang api ini, untuk memaknai tema Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40, Teja Dharmaning Kahuripan.
Diiringi tabuh samara pagulingan, dramatari Tejaning Stri Kisah Prabhu Jaya Pangus. Kegaduhan Prabhu Jaya Pangus akibat terkena kutukan Bhatari Danu yang seakan-akan meredupkan kewibawaannya bagaikan telaga tanpa air. Itulah sebabnya Sang Prabhu Jaya Pangus mengadakan pertemuan di Balairung dengan para punggawa, tanda mantri, purahita untuk bisa menyelesaikan permasalahan pada diri sang prabhu. Hasil pembicaraan tersebut diutuslah Patih Dharma Wisesa untuk membunuh Dewi Danu, agar terbalaskan sakit hati Sang Prabhu Jaya Pangus.
Sementara itu, Dewi Danu tiada yang bisa menghalangi. Beliau menyebabkan wabah epidemi ke wilayah kekuasaan Prabhu Jaya Pangus yaitu Panorajan. Menjadikan masyarakat sekitar bagai di lalap api Durga Gni. Akibatnya Patih Dharma Wisesa dengan sumpah abdi dalemnya ingin membunuh Dewi Danu, malah menerima ajalnya. Saat itupun Bhatari Danu bersabda "Wahai rakyat Panorajan, jangan engkau membuat amarah seorang wanita. Jika engkau sungguh-sungguh berbhakti kepada rajamu, buatlah pralingga beliau sehingga engkau setiap hari selalu bisa memujanya,”
“Makna yang ingin disampaikan di sini, bahwa api tidak selamanya buruk. Amarah pun begitu. Tidak selamanya amarah itu buruk, melainkan bisa menjadi media penyadaran,” ujar Koordinator Pagelaran, I Nyoman Suarsa.
Untuk memainkan dramatari ini tidaklah sulit, karena sudah didukung oleh penari ternama di Kota Denpasar. Sebut saja I Gusti Bagus Supartama, I Nyoman Geguh, Ibu Rusni, Made Kariasa, Gede Sukaraka, I Wayan Darmida, IPutu Sujana dan I Gede Anom Ranuara. Dengan diringkan tabuh semara pagulingan yang dibawakan 30 orang dari remaja hingga dewasa. “Karena penarinya seniman ternama, tidak sulit bagi kami. Tinggal mengarahkan saja, dan di antara mereka pun saling mengarahkan satu sama lain,” katanya.
Namun, menurut Suarsa, pementasan untuk jenis dramatari nampaknya tidak cocok di wantilan. Sebab selama pementasan kemarin, memang dari segi suara kurang jelas didengar oleh penonton. Suaranya terdengar menggema. Suarsa berharap, ini menjadi masukan yang membangun untuk pelaksanaan PKB yang lebih baik di tahun-tahun mendatang. “Ini mungkin bisa jadi masukan. Karena tadi penonton kurang jelas menangkap suara yang diucapkan. Tahun-tahun selanjutnya, mungkin lebih baik pentasnya di kalangan,” tandas Suarsa. *ind
Komentar