Ombudsman: Seharusnya Tak Cantumkan Nominal
Dana Sumbangan Sukarela Rp 3 Juta di SMPN 2 Denpasar
DENPASAR, NusaBali
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali angkat bicara terkait sumbangan sukarela yang dibebankan ke orangtua siswa di SMPN 2 Denpasar sebanyak Rp 3 juta oleh Komite Sekolah. Hal itu seharusnya tidak dilakukan apalagi memberikan patokan angka untuk membantu kebutuhan sekolah.
Kepala ORI Bali Umar Ibnu Alkhatab, saat ditemui di kantor ORI Bali, Senin ( 23/7) mengatakan, jika memang pihak sekolah ingin mencari sumbangan sukarela seharusnya tidak mencantumkan nominal. Sebab sumbangan sukarela berasal dari pemberian orangtua siswa bukan ditentukan oleh sekolah ataupun pihak komite. “Ya menurut kami sumbangan itu diarahkan. Sebenarnya kan sepakat harus memberi iuran. Mau berapa kan terserah orangtua semampu mereka. Itu baru bagus. Jangan kesepakatan terus diarahkan langsung Rp 3 juta itu kan jadi komite dan sekolah yang menentukan. Bukan lagi masuk dalam sumbangan sukarela tapi pungutan,” sentilnya.
Kata Umar, dalam 10 item yang disodorkan juga banyak yang dianggapnya janggal. Salah satunya pengadaan fasilitas Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Fasilitas tersebut kata dia, harusnya ditanggung oleh pemkab/pemkot bukan oleh orangtua siswa. "Karena UNBK kan harusnya tanggung jawab pemerintah. Kenapa dibebankan ke orangtua siswa. Ketika siswa baru sekarang membiayai pembelian komputer dan tahun depannya dilakukan hal yang sama, apa setiap tahun komputer itu akan diganti? Selain itu ada permintaan pembelajaran di luar sekolah, buat apa? Seharusnya sekolah aktif berkreatifitas. Bisa kok jika mau ke museum contohnya, guru kan bisa kreatif tidak harus ke tempat itu, sudah ada komputer sudah ada alat canggih untuk menampilkan itu di dalam ruangan," ungkapnya.
Menurutnya, sumbangan itu harusnya diberikan rincian. Jika memang dana BOS kurang untuk memfasilitasi sekolah, kekurangannya berapa, kelebihan sisa dana BOS berapa yang harus dibantu orangtua siswa. Selain itu kesepakatan juga harus ada dari seluruh orangtua siswa tanpa harus memberikan patokan nominal dari sekolah ataupum komite.
Dengan kasus ini, Ombudsman juga mempertanyakan tugas komite. Komite yang dibentuk di sekolah tujuannya untuk membantu pemenuhan penunjang sekolah. Namun saat ini kreatifitas untuk mendapatkan penunjang tersebut kata dia, hanya mentok pada orangtua siswa. “Ya, seharusnya komite lebih kreatif mencari dana, misalnya mencari donatur,” sarannya seraya berjanji pihaknya akan menerjunkan tim ke SMPN 2 Denpasar untuk memeriksa terkait sumbangan itu. *m
Kepala ORI Bali Umar Ibnu Alkhatab, saat ditemui di kantor ORI Bali, Senin ( 23/7) mengatakan, jika memang pihak sekolah ingin mencari sumbangan sukarela seharusnya tidak mencantumkan nominal. Sebab sumbangan sukarela berasal dari pemberian orangtua siswa bukan ditentukan oleh sekolah ataupun pihak komite. “Ya menurut kami sumbangan itu diarahkan. Sebenarnya kan sepakat harus memberi iuran. Mau berapa kan terserah orangtua semampu mereka. Itu baru bagus. Jangan kesepakatan terus diarahkan langsung Rp 3 juta itu kan jadi komite dan sekolah yang menentukan. Bukan lagi masuk dalam sumbangan sukarela tapi pungutan,” sentilnya.
Kata Umar, dalam 10 item yang disodorkan juga banyak yang dianggapnya janggal. Salah satunya pengadaan fasilitas Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Fasilitas tersebut kata dia, harusnya ditanggung oleh pemkab/pemkot bukan oleh orangtua siswa. "Karena UNBK kan harusnya tanggung jawab pemerintah. Kenapa dibebankan ke orangtua siswa. Ketika siswa baru sekarang membiayai pembelian komputer dan tahun depannya dilakukan hal yang sama, apa setiap tahun komputer itu akan diganti? Selain itu ada permintaan pembelajaran di luar sekolah, buat apa? Seharusnya sekolah aktif berkreatifitas. Bisa kok jika mau ke museum contohnya, guru kan bisa kreatif tidak harus ke tempat itu, sudah ada komputer sudah ada alat canggih untuk menampilkan itu di dalam ruangan," ungkapnya.
Menurutnya, sumbangan itu harusnya diberikan rincian. Jika memang dana BOS kurang untuk memfasilitasi sekolah, kekurangannya berapa, kelebihan sisa dana BOS berapa yang harus dibantu orangtua siswa. Selain itu kesepakatan juga harus ada dari seluruh orangtua siswa tanpa harus memberikan patokan nominal dari sekolah ataupum komite.
Dengan kasus ini, Ombudsman juga mempertanyakan tugas komite. Komite yang dibentuk di sekolah tujuannya untuk membantu pemenuhan penunjang sekolah. Namun saat ini kreatifitas untuk mendapatkan penunjang tersebut kata dia, hanya mentok pada orangtua siswa. “Ya, seharusnya komite lebih kreatif mencari dana, misalnya mencari donatur,” sarannya seraya berjanji pihaknya akan menerjunkan tim ke SMPN 2 Denpasar untuk memeriksa terkait sumbangan itu. *m
Komentar