Balita Gizi Buruk Dibawa ke RS Setelah Dibujuk Kapolsek
Kasus gizi buruk mendera I Nengah Pait, balita berusia 18 bulan asal Banjar Dalem, Desa Tianyar Tengah, Kecamatan Kubu, Karangasem.
Orangtua Percaya Ada Faktor Niskala
Orangtua balita gizi buruk, I Ketut Desel, 25, dan Ni Kadek Sarianti, 23, percaya ada faktor niskala di balik prahara yang menimpa anaknya. Pasutri asal Banjar Dalem, Desa Tianyar Tengah, Kecamatan Kubu, Karangasem ini dikaruniai dua anak, namun keduanya menderita gizi buruk. Bahkan, si sulung Ni Wayan Ita sudah meninggal ketika usianya baru 2 tahun akibat gizi buruk.
Menurut Ketut Desel, anak sulungnya, Ni Wayan Ita, meninggal pada 2016 lalu saat usianya 2 tahun. Kini, anak keduanya (bungsu) yang baru berusia 18 bulan, I Nengah Pait, juga menderita gizi buruk hingga harus dibawa ke RSUD Karangasem, Kamis (15/11) malam, lalu dirujuk ke RS Bali Mandara Denpasar, Jumat (16/11) sore. Balita Nengah Pait mengalami gizi buruk sejak usianya masih 3 bulan.
Ketut Desel mengatakan, faktor niskala di balik prahara gizi buruk yang menimpa dua anaknya ini diketahui berdasarkan hasil negawacakang (mohon petunjuk niskala) kepada dua balian di tempat berbeda. Dari hasil ngewacakang, terungkap salah satu leluhurnya sempat masesangi (berkaul) untuk membersihkan pekarangan rumah melalui upacara. Namun, selama hidupnya sang leluhur tidak sempat naur sesangi (membayar kalu)-nya.
“Karena leluhur kami tidak sempat naur sesangi, sehingga salah satu keturunannya menderita gizi buruk secara beruntun,” cerita Ketut Desel saat ditemui NusaBali di tempat perawatan anak balitanya yang menderita gizi buruk di Sal Kamboja Ruang HCU RSUD Karangasem, Jalan Ngurah Rai Amlapura, Kamis malam.
Menurut Ketut Desel, secara kebetulan kedua balian tempatnya ngewacakang menga-takan mengatakan hal yang sama, yakni soal kelalaian leluhurnya naur sesangi. Petunjuk niskala dari dua balian itu dia nilai masuk akal. “Buktinya, kedua anak saya menderita gizi buruk. Si sulung bahkan sampai meninggal,” jelas pria yang kesehariannya bekerja sebagai tukang sadap tuak ental ini. *k16
Orangtua balita gizi buruk, I Ketut Desel, 25, dan Ni Kadek Sarianti, 23, percaya ada faktor niskala di balik prahara yang menimpa anaknya. Pasutri asal Banjar Dalem, Desa Tianyar Tengah, Kecamatan Kubu, Karangasem ini dikaruniai dua anak, namun keduanya menderita gizi buruk. Bahkan, si sulung Ni Wayan Ita sudah meninggal ketika usianya baru 2 tahun akibat gizi buruk.
Menurut Ketut Desel, anak sulungnya, Ni Wayan Ita, meninggal pada 2016 lalu saat usianya 2 tahun. Kini, anak keduanya (bungsu) yang baru berusia 18 bulan, I Nengah Pait, juga menderita gizi buruk hingga harus dibawa ke RSUD Karangasem, Kamis (15/11) malam, lalu dirujuk ke RS Bali Mandara Denpasar, Jumat (16/11) sore. Balita Nengah Pait mengalami gizi buruk sejak usianya masih 3 bulan.
Ketut Desel mengatakan, faktor niskala di balik prahara gizi buruk yang menimpa dua anaknya ini diketahui berdasarkan hasil negawacakang (mohon petunjuk niskala) kepada dua balian di tempat berbeda. Dari hasil ngewacakang, terungkap salah satu leluhurnya sempat masesangi (berkaul) untuk membersihkan pekarangan rumah melalui upacara. Namun, selama hidupnya sang leluhur tidak sempat naur sesangi (membayar kalu)-nya.
“Karena leluhur kami tidak sempat naur sesangi, sehingga salah satu keturunannya menderita gizi buruk secara beruntun,” cerita Ketut Desel saat ditemui NusaBali di tempat perawatan anak balitanya yang menderita gizi buruk di Sal Kamboja Ruang HCU RSUD Karangasem, Jalan Ngurah Rai Amlapura, Kamis malam.
Menurut Ketut Desel, secara kebetulan kedua balian tempatnya ngewacakang menga-takan mengatakan hal yang sama, yakni soal kelalaian leluhurnya naur sesangi. Petunjuk niskala dari dua balian itu dia nilai masuk akal. “Buktinya, kedua anak saya menderita gizi buruk. Si sulung bahkan sampai meninggal,” jelas pria yang kesehariannya bekerja sebagai tukang sadap tuak ental ini. *k16
1
2
Komentar