Penenun di Gelgel, Pertahankan Kain Catri
KAIN tenun khas Bali mesti bersaing di tengah pesatnya perkembangan zaman dan teknologi. Caranya, kain tenun harus memiliki cira khas.
Strategi ini dilontarkan Putu Agus Aksara Diantika, 25, salah seorang pengusaha bidang tenun di Desa Gelgel, Kecamatan/Kabupaten Klungkung. Sebagaimana diketahui, Desa Gelgel adalah salah satu desa di Klungkung yang terkenal karena tenun khas kain Bali, terutama songket dan endek.
“Ada pun ciri khas ini antara lain songket klasik antik yang jarang di pasaran, dan endek produk kolaborasi ikat dengan air brush jadinya kain catri,” ujarnya pria kelahiran 28 Februari 1993 ini. Laki-laki asal Banjar Pegatepan, Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung ini mengatakan, dengan kekhasan itu maka
produk yang dihasilkan akan bisa bersaing. Tidak hanya dicari oleh pasar lokal saja, bahkan hingga menembus pasaran dunia. Sebagai pengusaha muda, Agus Aksara, dalam pemasaran juga memanfaatkan lewat media sosial (medsos), ikut dalam berorganisasi, menambah jaringan (net working) dan lainnya. “Saya memilih melanjutkan usaha ini, karena melihat peluang yang besar, terlebih dari generasi muda masih saya melihat minim terjun di bidang usaha ini (songket dan endek),” ujarnya.
Selain membuka usaha kain songket dan endek, ia juga jago nenun kain songket dan endek. Karena menenun sudah diajarkan oleh orang kedua orang tuanya I Ketut Murtika dan Ni Ketut Agustini, sejak 1996 silam. “Untuk bisa bersaing kita harus mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan berinovasi,” ujar Agus Aksara, kepada NusaBali, saat ditemuai di tempat usahanya, Jumat (30/11).
Dalam pengerjaan tersebut Agus Aksara mampu memperdayakan tenaga lokal di Desa Gelgel, hingga lebih dari 20 orang. Mereka tidak ada sebagai pekerja tetap, karena Agus Aksara memahami kondisi para penenun yang sebagian besar ibu-ibu itu juga menjadi seorang ibu rumah tangga dan harus bermasyarakat. “Ketika mengerjakan orderan, mereka selalu bisa mengerjakan dengan tepat waktu,” ujarnya. Untuk harga kain tersebut dimulai Rp 175 ribu- Rp 3 juta/lembar lembar ukuran 2,5meter x 1.05 mter.
Agus menjelaskan, pengerajin tenun, sebagaimana dilakukannya, harus mahir bekerja dengan waktu yang cukup mepet dan menghasilkan karya terbaik. "Saya bersyukur karena ide-ide untuk membuat motif baru pada saat itu sangat mengalir," ujarnya.
Agus mengaku, semangatnya dalam berkarya menjadikan produk tenunnya dibeli oleh konsumen, bahkan petinggi dari sejumlah Negara.*wan
“Ada pun ciri khas ini antara lain songket klasik antik yang jarang di pasaran, dan endek produk kolaborasi ikat dengan air brush jadinya kain catri,” ujarnya pria kelahiran 28 Februari 1993 ini. Laki-laki asal Banjar Pegatepan, Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung ini mengatakan, dengan kekhasan itu maka
produk yang dihasilkan akan bisa bersaing. Tidak hanya dicari oleh pasar lokal saja, bahkan hingga menembus pasaran dunia. Sebagai pengusaha muda, Agus Aksara, dalam pemasaran juga memanfaatkan lewat media sosial (medsos), ikut dalam berorganisasi, menambah jaringan (net working) dan lainnya. “Saya memilih melanjutkan usaha ini, karena melihat peluang yang besar, terlebih dari generasi muda masih saya melihat minim terjun di bidang usaha ini (songket dan endek),” ujarnya.
Selain membuka usaha kain songket dan endek, ia juga jago nenun kain songket dan endek. Karena menenun sudah diajarkan oleh orang kedua orang tuanya I Ketut Murtika dan Ni Ketut Agustini, sejak 1996 silam. “Untuk bisa bersaing kita harus mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan berinovasi,” ujar Agus Aksara, kepada NusaBali, saat ditemuai di tempat usahanya, Jumat (30/11).
Dalam pengerjaan tersebut Agus Aksara mampu memperdayakan tenaga lokal di Desa Gelgel, hingga lebih dari 20 orang. Mereka tidak ada sebagai pekerja tetap, karena Agus Aksara memahami kondisi para penenun yang sebagian besar ibu-ibu itu juga menjadi seorang ibu rumah tangga dan harus bermasyarakat. “Ketika mengerjakan orderan, mereka selalu bisa mengerjakan dengan tepat waktu,” ujarnya. Untuk harga kain tersebut dimulai Rp 175 ribu- Rp 3 juta/lembar lembar ukuran 2,5meter x 1.05 mter.
Agus menjelaskan, pengerajin tenun, sebagaimana dilakukannya, harus mahir bekerja dengan waktu yang cukup mepet dan menghasilkan karya terbaik. "Saya bersyukur karena ide-ide untuk membuat motif baru pada saat itu sangat mengalir," ujarnya.
Agus mengaku, semangatnya dalam berkarya menjadikan produk tenunnya dibeli oleh konsumen, bahkan petinggi dari sejumlah Negara.*wan
Komentar