Pasar Bagus, Perajin Kain Endek Menyusut
Permintaan pasar cukup bagus, namun perajin kain tenun endek malah menyusut
DENPASAR, Nusa Bali
Padahal usaha promosi dan menggalakkan produk sandang lokal itu sangat massif dan cukup sukses. Buktinya, adanya tren fashion untuk memanfaatkan endek sebagai bahan utama. Ya, mulai seragam ASN, karyawan swasta, hingga busana keluarga untuk acara semi formal.
“Iya memang demikian. Promosi dan pemasaran kain tenun endek cukup berhasil,” kata I Gusti Made Dearsawan, salah satu penggiat kerajinan kain tenun tradisional, Selasa (11/12).
Gusti Made Dearsawan pun menunjukkan beberapa aktivitas masyarakat dengan tren kain endek. Diantaranya kondangan adat, resepsi perkawinan, hingga undangan wisuda sekolah maupun kampus dan kegiatan-kegiatan lain yang bernuansa semi formal.
“Seperti kurang pas, kalau kundangan tak pakai endek,” ucap Gusde Dearsawan, sapaan penggiat sandang asal Desa Sembung Gede Kerambitan, Tabanan.
Namun tak semua kain endek itu ‘made in’ perajin Bali. Tak sedikit dari luar Bali. Diantaranya di Troso, Jepara, Jawa Tengah, yang dipasok ke Bali. Penyebabnya produksi kain tenun endek di Bali relatif terbatas. Sedang permintaannya cukup tinggi. “Karena memang sedang bergairah,” ungkap Dearsawan.
Kecuali perajin dan tempatnya, tidak ada yang beda antara kain endek yang dibuat di Bali dengan yang dibikin di luar Bali. Itu karena pakemnya sama. Mulai dari motif, teknik dan alat tenun yang dipakai juga sama, yakni alat tenun bukan mesin (ATBM). “Hanya pindah tempat membuat saja sepertinya,” kata Gusde Dearsawan.
Gusde Dearsawan pun khawatir perajin tenun endek dan jenis sandang trasional lainnya justru menyusut. Karena dari awalnya perajin, namun karena pesanan banyak, cukup memilih sebagai penjual saja. Sedang barangnya didatangkan dari luar daerah.
Menurut Gusde Dearsawan, perlu juga dirangsang gairah perajin tenun di Bali, agar tidak hanya bersemangat bisnis menjual, namun juga bergairah ‘kembali’ menggeluti langsung proses produksi sandang tradisional. “Jangan sampai generasi perajin habis ” kata Gusde Dearsawan. *K17
Padahal usaha promosi dan menggalakkan produk sandang lokal itu sangat massif dan cukup sukses. Buktinya, adanya tren fashion untuk memanfaatkan endek sebagai bahan utama. Ya, mulai seragam ASN, karyawan swasta, hingga busana keluarga untuk acara semi formal.
“Iya memang demikian. Promosi dan pemasaran kain tenun endek cukup berhasil,” kata I Gusti Made Dearsawan, salah satu penggiat kerajinan kain tenun tradisional, Selasa (11/12).
Gusti Made Dearsawan pun menunjukkan beberapa aktivitas masyarakat dengan tren kain endek. Diantaranya kondangan adat, resepsi perkawinan, hingga undangan wisuda sekolah maupun kampus dan kegiatan-kegiatan lain yang bernuansa semi formal.
“Seperti kurang pas, kalau kundangan tak pakai endek,” ucap Gusde Dearsawan, sapaan penggiat sandang asal Desa Sembung Gede Kerambitan, Tabanan.
Namun tak semua kain endek itu ‘made in’ perajin Bali. Tak sedikit dari luar Bali. Diantaranya di Troso, Jepara, Jawa Tengah, yang dipasok ke Bali. Penyebabnya produksi kain tenun endek di Bali relatif terbatas. Sedang permintaannya cukup tinggi. “Karena memang sedang bergairah,” ungkap Dearsawan.
Kecuali perajin dan tempatnya, tidak ada yang beda antara kain endek yang dibuat di Bali dengan yang dibikin di luar Bali. Itu karena pakemnya sama. Mulai dari motif, teknik dan alat tenun yang dipakai juga sama, yakni alat tenun bukan mesin (ATBM). “Hanya pindah tempat membuat saja sepertinya,” kata Gusde Dearsawan.
Gusde Dearsawan pun khawatir perajin tenun endek dan jenis sandang trasional lainnya justru menyusut. Karena dari awalnya perajin, namun karena pesanan banyak, cukup memilih sebagai penjual saja. Sedang barangnya didatangkan dari luar daerah.
Menurut Gusde Dearsawan, perlu juga dirangsang gairah perajin tenun di Bali, agar tidak hanya bersemangat bisnis menjual, namun juga bergairah ‘kembali’ menggeluti langsung proses produksi sandang tradisional. “Jangan sampai generasi perajin habis ” kata Gusde Dearsawan. *K17
Komentar