Rufinus Ungkap 'Drama' Lahirnya UU Pemilu
Ditulis dalam Buku Setebal 800 Halaman
DENPASAR, NusaBali
Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 15 Agustus 2017. Undang-Undang ini pun kini akan menjadi pijakan untuk Pemilu serentak 2019.
Nah, seperti apa proses pembentukan UU No 7/2017 ini? Salah satu anggota Pansus RUU Pemilu, Dr Rufinus Hotmaulana Hutauruk SH MM MH akan membebernya secara gamblang dalam sebuah buku setebal 800 halaman yang kini sedang ditulisnya.
“Buku ini saya persembahkan kepada rakyat Indonesia. Rencana buku ini akan dilaunching sebelum Pileg April 2019 ini. Mengapa saya menggelitik dan capek-capek menulis buku dengan ratusan halaman ini, ya biar rakyat mengetahui prilaku anggota DPR dan pemeritah dalam membantu sistem yang ada ini,” ujarnya saat berbincang dengan NusaBali di Denpasar, beberapa waktu lalu.
Menurut Rufinus, buku dengan lima bab ini berisi berbagai pengalamannya sebagai anggota Pansus serta proses lika-liku hingga UU Pemilu ini akhirnya disahkan. “Di buku ini semuanya saya ungkap secara gamblang, mulai dari sebelum pemerintah memberikan rancangan undang-undang, bagaimana rancangan undang-undang ini disikapi oleh DPR, bagaimaan proses pembentukan pansus, apa saja kontens yang menyangkut Daftar Isian Masalah (DIM) dan pengalaman yang lainnya,” kata anggota Komisi II Fraksi Hanura dapil Sumatra Utara II yang dalam Pileg 2019 ini akan maju melalui Partai NasDem daerah pemilihan Provinsi Bali.
Bahkan yang menarik, kata dia, dalam buku ini juga diungkap bagaimana perdebatan yang terjadi di ruang Pansus DPR RI termasuk dengan kapolri, panglima, menkumham, serta menteri-menteri terkait lainnya tentang masalah kepemiluan. “Juga yang tak kalah menariknya saya akan beber di buku ini bagaiman tarik-menarik dan perdebatan antar 10 fraksi,” imbuhnya.
Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 15 Agustus 2017. Undang-Undang ini pun kini akan menjadi pijakan untuk Pemilu serentak 2019.
Nah, seperti apa proses pembentukan UU No 7/2017 ini? Salah satu anggota Pansus RUU Pemilu, Dr Rufinus Hotmaulana Hutauruk SH MM MH akan membebernya secara gamblang dalam sebuah buku setebal 800 halaman yang kini sedang ditulisnya.
“Buku ini saya persembahkan kepada rakyat Indonesia. Rencana buku ini akan dilaunching sebelum Pileg April 2019 ini. Mengapa saya menggelitik dan capek-capek menulis buku dengan ratusan halaman ini, ya biar rakyat mengetahui prilaku anggota DPR dan pemeritah dalam membantu sistem yang ada ini,” ujarnya saat berbincang dengan NusaBali di Denpasar, beberapa waktu lalu.
Menurut Rufinus, buku dengan lima bab ini berisi berbagai pengalamannya sebagai anggota Pansus serta proses lika-liku hingga UU Pemilu ini akhirnya disahkan. “Di buku ini semuanya saya ungkap secara gamblang, mulai dari sebelum pemerintah memberikan rancangan undang-undang, bagaimana rancangan undang-undang ini disikapi oleh DPR, bagaimaan proses pembentukan pansus, apa saja kontens yang menyangkut Daftar Isian Masalah (DIM) dan pengalaman yang lainnya,” kata anggota Komisi II Fraksi Hanura dapil Sumatra Utara II yang dalam Pileg 2019 ini akan maju melalui Partai NasDem daerah pemilihan Provinsi Bali.
Bahkan yang menarik, kata dia, dalam buku ini juga diungkap bagaimana perdebatan yang terjadi di ruang Pansus DPR RI termasuk dengan kapolri, panglima, menkumham, serta menteri-menteri terkait lainnya tentang masalah kepemiluan. “Juga yang tak kalah menariknya saya akan beber di buku ini bagaiman tarik-menarik dan perdebatan antar 10 fraksi,” imbuhnya.
Rufinus mencontohkan beberapa isu krusial yang memicu terjadinya perdebatan sengit antarfraksi yakni soal presidential threshold, parliamentary threshold, district magnitude, pola pembagian suara, serta sistem apa yang digunakan dalam mengatur dan menghitung suara. “Tentu saja perdebatan-perdebatan itu terjadi karena sarat akan kepentingan politik yang pada akhirnya dicapai kesepakatan untuk tidak sepakat sehingga akhirnya dilakukan dengan cara votting,” ungkapnya seraya menyebut konteks pemilu ini tidak bisa dilepaskan dari masalah integrity dan persoalan moral.
“Jadi, kenapa buku ini tebalnya sampai 800 halaman ya karena semua kalimat-kalimat selama proses pembahasan RUU Pemilu ini tidak ada saya buang. Perdebatan yang panjang itu saya tulis secara utuh karena saya sudah rekam. Isi dalam buku ini tidak ada yang dibuat-buat,” kata pria kelahiran Pematang Siantar,4 Juni 1954 yang dikenal juga sebagai pengacara senior yang kerap menangani kasus-kasus besar di Indonesia ini.
Sementara itu, disinggung tentang hijrahnya dari Partai Hanura ke Nasdem termasuk daerah pemilihan dari Sumatra Utara II ke Provinsi Bali dalam Pemilu 2019 ini, Rufinus mengatakan bahwa dirinya ingin masuk dalam sistem melalui Partai Nasdem adalah suatu bentuk keberpihakan kepada bangsa dan negara dan bukan untuk kepentingan pribadi.
“Mengapa? karena saya mempelajari anatomi kelembagaan Partai Nasdem bukan saja hanya didasari oleh filosofi yang dilandasi ideologi partai yang menginginkan adanya perubahan terhadap perilaku, moral dan akhlak bagi setiap anak bangsa, karena menurut saya permasalahan negara ini terletak pada moral dan akhlak serta sistem yang sudah sangat pragmatis sehingga kehadiran partai politik seperti Nasdem harus didukung untuk kemajuan bangsa dan negara dalam mengejar perkembangan dan kemajuan bangsa,” jelasnya.
Menurutnya, ideologi Partai Nasdem bukan hanya sekedar motto tapi suatu ideologi yang dapat diterjemahkan dalam setiap perilaku para kader seperti mendahulukan komitmen dengan menghilangkan kebiasaan hal-hal yang bersifat transaksional. “Ya, seperti mahar politik yang sering kita dengar dilakukan oleh hampir semua partai kecuali Nasdem. Hal tersebutlah yang menjadi pintu masuk bagi saya untuk mengabdikan sisa waktu yang masih ada agar sebagi kader saya dapat memberi kontribusi yang signifikan bagi kemajuan bangsa dan negara khususnya bagi masyarakat Bali,” pungkasnya. *isu
Komentar