Dua Tersangka Baru Diperiksa Polda Bali
Sehari Pasca Penangkapan Sudikerta
DENPASAR, NusaBali
Sehari pasca penangkapan mantan Wakil Gubernur Bali 2013-3018, I Ketut Sudikerta, Jumat (5/4) giliran dua tersangka baru dalam kasus dugaan penipuan jual beli tanah senilai Rp 150 miliar yang diperiksa penyidik Subdit V Dit Reskrimsus Polda Bali. polisi. Mereka masing-masing I Wayan Wakil, 51, dan Anak Agung Ngurah Agung, 68.
Tersangka Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung diperiksa penyidik di Mapolda Bali, Jalan WR Supratman Denpasar, Jumat siang mulai pukul 13.00 Wita. Dir Reskrimsus Polda Bali, Kombes Yuliar Kus Nugroho, mengatakan pemeriksaan kedua tersangka baru ini guna mengetahui ke mana aliran dana Rp 150 miliar yang digelontorkan PT Maspion Group. Kedua tersangka memiliki peran penting dalam perkara ini.
Dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) sebelumnya yang ditandatangani Kasubdit V, Kompol Gusti Ayu Putu Suinaci, dibeberkan tersangka Wayan Wakil (asal Banjar Cengkiling, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung) merupakan orang yang memberikan SHM (Sertifikat Hak Milik) 5048 seluas 38.650 meter persegi yang terletak di Pantai Balangan, Jimbaran kepada terangka Ketut Sudikerta. Tanah ini lalu dijual oleh Sudikerta kepada bos PT Maspion, Alim Markus, melalui PT Pecatu Bangun Gemilang.
Sedangkan tersangka AA Ngurah Agung (beralamat di Banjar Celagi Gendong, Desa Pemecutan, Kecamatan Denpasar Barat) merupakan orang yang menjual SHM Nomor 16249 seluas 3.300 meter persegi di Pantai Balangan atas nama I Wayan Suandi, yang merupakan adik Ketut Sudikerta. Padahal, tanah tersebut sejatinya sudah dijual ke Herry Budiman (PT Dua Kelinci) di notaris Triska Damayanti. Tapi, kedua bidang tanah tersebut diklaim sebagai milik tersangka Sudikerta dan dijual ke Alim Markus sebesar Rp 149 miliar.
Tersangka Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung sendiri juga disebut menerima aliran dana yang cukup banyak dari transaksi tanah. Menurut Kombes Yuliar, kedua tersangka ini sebenarnya sudah tahu bahwa sertifikat yang mereka gunakan dalam proses jual beli itu adalah sertifikat palsu. Sedangkan sertifikat yang asli SHM 5048 seluas 38.650 meter persegi a/n Pura Luhur/Jurit Uluwatu, Desa Pecatu sebenarnya berada di notaris Sudjarni sejak tahun 2000. yang dititipkan oleh pangempon Pura Jurit Uluwatu.
“Kedua tersangka sebenarnya dipercaya oleh pihak Pura Jurit Uluwatu, tapi mereka mempermainkan kepercayaan itu. Dari uang yang sejumlah hampir Rp 150 miliar itu, yang diserahkan ke pura hanya Rp 36 miliar. Di situlah peran aktif mereka berdua," beber Kombes Yuliar, Jumat kemarin.
Sementara itu, uang ratusan miliar hasil dugaan penipuan yang dilakukan tersangka Sudikerta ditampung oleh adik iparnya, Ida Bagus Herry Trisna Yuda, yang juga sudah menjadi tersangka keempat dalam perkara ini. IB Herry Trisna Yuda merupakan adik dari istri Sudikerta, yakni Ida Ayu Ketut Sri Sumiatini.
“Jadi, peran adik ipar ini untuk menampung hasil penipuan yang dilakukan Sudikerta,” papar Kombes Yuliar sembari menyebut tersangka IB Herry Trisna Yuda sudah diperiksa beberapa hari sebelum penangkapan Sudikerta.
Ditegaskan, dalam perkara ini peran Sudikerta memang paling menonjol. Politisi asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018 ini berperan mulai menawarkan tanah kepada korban, melakukan transaksi, hingga membagikan uang hasil penjualan tanah.
Menurut Kombes Yuliar, hingga saat ini sudah ada 29 saksi yang diperiksa dalam perkara yang menyeret Sudikerta sebagai tersangka. Selain itu, ada dua aset tanah yang disita. Semua nilai aset ini masih didata dan diselidiki, termasuk data-data pembelian yang saat ini sedang di-tracking. “Untuk tanah, sementara nilainya di atas 5 miliar. Ada juga tanah lain yang masih kami cari,” katanya.
Penyidik Polda Bali juga mengembangkan penyidikan di luar aset yang sudah disita berupa dua bidang tanah dan uang ratusan juta rupiah. “Nanti kita lihat aliran dananya ke mana. Tentu penerima aliran dana itu nanti akan dipelajari perannya. Jika terbukti berperan aktif, maka bisa jadi diperiksa. Jika tidak, maka dana yang telah diterimanya itu saja yang disita,” tegas Kombes Yuliar.
Ditanya apakah dana hampir Rp 150 miliar itu juga digunakan untuk pembiayaan Pilgub Bali 2013 saat Sudikerta bertarung, menurut Kombes Yuliar, semua masih diselidiki. Meski demikian, jika nanti benar ada untuk pembiayaan Pilgub Bali 2013, akan dibeberkan.
Sementara, terkait pemeriksaan istri Sudikerta yakni Ida Ayu Ketut Sri Sumiatini, kata Kombes Yuliar, belum dilakukan. Pasalnya, penyidik saat ini masih fokus memeriksa para tersangka terkait aliran dana dan juga percepatan pemberkasan. “Istri Sudikerta belum diperiksa.”
Kombes Yuliar menegaskan, pihaknya melakukan pemeriksaan berdasarkan satu konteks penyidikan. Bila nanti dari hasil pemeriksaan ada keterlibatan istri Sudikerta, tentu yang bersangkutan akan diambil keteranganya. “Kalau tidak, ya tidak juga. Kita selaku penyidik bekerja secara professional dan transparan. Kalau memang terlibat, ya nanti kita ambil keterangan. Kalau tidak, ya tidak mungkin kita paksakan,” kilah Kombes Yuliar. *pol,rez
Tersangka Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung diperiksa penyidik di Mapolda Bali, Jalan WR Supratman Denpasar, Jumat siang mulai pukul 13.00 Wita. Dir Reskrimsus Polda Bali, Kombes Yuliar Kus Nugroho, mengatakan pemeriksaan kedua tersangka baru ini guna mengetahui ke mana aliran dana Rp 150 miliar yang digelontorkan PT Maspion Group. Kedua tersangka memiliki peran penting dalam perkara ini.
Dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) sebelumnya yang ditandatangani Kasubdit V, Kompol Gusti Ayu Putu Suinaci, dibeberkan tersangka Wayan Wakil (asal Banjar Cengkiling, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung) merupakan orang yang memberikan SHM (Sertifikat Hak Milik) 5048 seluas 38.650 meter persegi yang terletak di Pantai Balangan, Jimbaran kepada terangka Ketut Sudikerta. Tanah ini lalu dijual oleh Sudikerta kepada bos PT Maspion, Alim Markus, melalui PT Pecatu Bangun Gemilang.
Sedangkan tersangka AA Ngurah Agung (beralamat di Banjar Celagi Gendong, Desa Pemecutan, Kecamatan Denpasar Barat) merupakan orang yang menjual SHM Nomor 16249 seluas 3.300 meter persegi di Pantai Balangan atas nama I Wayan Suandi, yang merupakan adik Ketut Sudikerta. Padahal, tanah tersebut sejatinya sudah dijual ke Herry Budiman (PT Dua Kelinci) di notaris Triska Damayanti. Tapi, kedua bidang tanah tersebut diklaim sebagai milik tersangka Sudikerta dan dijual ke Alim Markus sebesar Rp 149 miliar.
Tersangka Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung sendiri juga disebut menerima aliran dana yang cukup banyak dari transaksi tanah. Menurut Kombes Yuliar, kedua tersangka ini sebenarnya sudah tahu bahwa sertifikat yang mereka gunakan dalam proses jual beli itu adalah sertifikat palsu. Sedangkan sertifikat yang asli SHM 5048 seluas 38.650 meter persegi a/n Pura Luhur/Jurit Uluwatu, Desa Pecatu sebenarnya berada di notaris Sudjarni sejak tahun 2000. yang dititipkan oleh pangempon Pura Jurit Uluwatu.
“Kedua tersangka sebenarnya dipercaya oleh pihak Pura Jurit Uluwatu, tapi mereka mempermainkan kepercayaan itu. Dari uang yang sejumlah hampir Rp 150 miliar itu, yang diserahkan ke pura hanya Rp 36 miliar. Di situlah peran aktif mereka berdua," beber Kombes Yuliar, Jumat kemarin.
Sementara itu, uang ratusan miliar hasil dugaan penipuan yang dilakukan tersangka Sudikerta ditampung oleh adik iparnya, Ida Bagus Herry Trisna Yuda, yang juga sudah menjadi tersangka keempat dalam perkara ini. IB Herry Trisna Yuda merupakan adik dari istri Sudikerta, yakni Ida Ayu Ketut Sri Sumiatini.
“Jadi, peran adik ipar ini untuk menampung hasil penipuan yang dilakukan Sudikerta,” papar Kombes Yuliar sembari menyebut tersangka IB Herry Trisna Yuda sudah diperiksa beberapa hari sebelum penangkapan Sudikerta.
Ditegaskan, dalam perkara ini peran Sudikerta memang paling menonjol. Politisi asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018 ini berperan mulai menawarkan tanah kepada korban, melakukan transaksi, hingga membagikan uang hasil penjualan tanah.
Menurut Kombes Yuliar, hingga saat ini sudah ada 29 saksi yang diperiksa dalam perkara yang menyeret Sudikerta sebagai tersangka. Selain itu, ada dua aset tanah yang disita. Semua nilai aset ini masih didata dan diselidiki, termasuk data-data pembelian yang saat ini sedang di-tracking. “Untuk tanah, sementara nilainya di atas 5 miliar. Ada juga tanah lain yang masih kami cari,” katanya.
Penyidik Polda Bali juga mengembangkan penyidikan di luar aset yang sudah disita berupa dua bidang tanah dan uang ratusan juta rupiah. “Nanti kita lihat aliran dananya ke mana. Tentu penerima aliran dana itu nanti akan dipelajari perannya. Jika terbukti berperan aktif, maka bisa jadi diperiksa. Jika tidak, maka dana yang telah diterimanya itu saja yang disita,” tegas Kombes Yuliar.
Ditanya apakah dana hampir Rp 150 miliar itu juga digunakan untuk pembiayaan Pilgub Bali 2013 saat Sudikerta bertarung, menurut Kombes Yuliar, semua masih diselidiki. Meski demikian, jika nanti benar ada untuk pembiayaan Pilgub Bali 2013, akan dibeberkan.
Sementara, terkait pemeriksaan istri Sudikerta yakni Ida Ayu Ketut Sri Sumiatini, kata Kombes Yuliar, belum dilakukan. Pasalnya, penyidik saat ini masih fokus memeriksa para tersangka terkait aliran dana dan juga percepatan pemberkasan. “Istri Sudikerta belum diperiksa.”
Kombes Yuliar menegaskan, pihaknya melakukan pemeriksaan berdasarkan satu konteks penyidikan. Bila nanti dari hasil pemeriksaan ada keterlibatan istri Sudikerta, tentu yang bersangkutan akan diambil keteranganya. “Kalau tidak, ya tidak juga. Kita selaku penyidik bekerja secara professional dan transparan. Kalau memang terlibat, ya nanti kita ambil keterangan. Kalau tidak, ya tidak mungkin kita paksakan,” kilah Kombes Yuliar. *pol,rez
Komentar