Aktivis Perempuan Demo Markas Korem
Mantan Anggota TNI Culik dan Perkosa 7 Anak
KENDARI, NusaBali
Puluhan aktivis perempuan yang tergabung dalam Koalisi Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan (KLPAP) Sulawesi Tenggara (Sultra), Jumat (3/5) mendatangi Markas Komando Resor Militer (Korem) 143/Haluoelo Kendari.
Para aktivis perempuan itu turun ke jalan atas kasus tindakan penculikan dan kekerasan seksual terhadap tujuh anak perempuan di bawah umur yang ada di Kota Kendari. Dalam aksinya, mereka meminta Komandan Korem (Danrem) 143 Haluoleo Kendari, agar transparan dalam memberikan informasi kepada publik terkait status keanggotaan pelaku penculikan dan pemerkosaan anak di bawah umur oleh Adrianus Pattian, mantan anggota TNI.
Menurut salah seorang aktivis perempuan yang juga Direktur Aliansi Perempuan Sultra, Hasmida Karim, saat melakukan tindakan pidana itu, pelaku pedofilia itu ternyata masih aktif sebagai anggota TNI.
Sementara berita terkait kasus ini, dan juga koordinasi yang dilakukan pihak KLPAP ini dengan salah satu informan Korem 143/HO mengatakan bahwa pelaku telah dipecat setahun lalu karena disersi.
Massa menuntut Komandan Korem 143/ Haluoleo agar transparan dalam memberikan informasi kepada publik terkait status keanggotaan pelaku penculikan dan kekerasan seksual, Adrianus Pattaian.
“Aksi kami ini murni hati nurani, tidak ada sponsor. Karena itu kami ingin mengetahui status Adrianus Pattaian sehingga tidak membingungkan publik,” ucap Hasmida dilansir kompas.
Tidak hanya itu, massa juga meminta Danrem 143 Haluoleo Kendari untuk mendukung proses hukum berdasarkan peradilan pidana umum, agar pelaku dapat dijerat Undang-undang Perlindungan Anak.
"Korban kebanyakan dari masyarakat sipil. Kami meminta agar pelaku ditindak sesuai pidana umum, buka pidana pidana militer. Karena kasusnya adalah kasus pidana umum," terangnya.
Selain itu, massa juga menuntut Danrem 143/Haluoleo Kendari agar memberikan perlindungan dan memenuhi hak-hak korban dan keluarga korban dalam memperoleh keadilan hukum.
KLPAP juga meminta kepada TNI untuk membuka ruang bagi keluarga korban dan masyarakat agar dapat memantau dan mengawal proses hukum yang akan berlangsung, termasuk jika proses peradilan militer tetap akan dijalankan.
Para aktivis yang menggunakan kostum hitam-hitam juga meminta Gubernur Sultra dan Wali Kota Kendari untuk dapat melindungi korban dan keluarganya dalam menghadapi proses hukum kasus yang menarik perhatian masyarakat.
"Kami juga mengajak masyarakat serta media massa untuk terlibat aktif, memantau proses hukum kepada pelaku kekerasan seksual, dan memberikan dukungan kepada korban,” ungkap Hamida.
Tak hanya berorasi, massa juga menggelar aksi teaterikal yang dilakukan oleh dua siswi Sekolah Dasar (SD). Massa juga ikut membaca angka kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Sultra sepanjang 2016 hingga 2019.
Dalam kesempatan itu, Hamida menyampaikan data kasus kekerasan yang diperoleh dari P2TP2A Provinsi Sultra pada tahun 2018, tercatat 74 kasus kekerasan yang dialami anak perempuan dari 152 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Sultra.
Sementara dari Januari hingga April 2019 ini, P2TP2A kota Kendari menerima sembilan kasus kekerasan seksual terhadap anak perempuan dan para pelaku adalah kerabat terdekat korban. Para aktivis perempuan kemudian diarahkan ke Aula Manunggal Korem 143 Haluoleo Kendari, namun mereka membubarkan diri sebelum diterima Danrem dan Pandam XIV Hasanuddin Makassar yang datang ke Kendari. *
Puluhan aktivis perempuan yang tergabung dalam Koalisi Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan (KLPAP) Sulawesi Tenggara (Sultra), Jumat (3/5) mendatangi Markas Komando Resor Militer (Korem) 143/Haluoelo Kendari.
Para aktivis perempuan itu turun ke jalan atas kasus tindakan penculikan dan kekerasan seksual terhadap tujuh anak perempuan di bawah umur yang ada di Kota Kendari. Dalam aksinya, mereka meminta Komandan Korem (Danrem) 143 Haluoleo Kendari, agar transparan dalam memberikan informasi kepada publik terkait status keanggotaan pelaku penculikan dan pemerkosaan anak di bawah umur oleh Adrianus Pattian, mantan anggota TNI.
Menurut salah seorang aktivis perempuan yang juga Direktur Aliansi Perempuan Sultra, Hasmida Karim, saat melakukan tindakan pidana itu, pelaku pedofilia itu ternyata masih aktif sebagai anggota TNI.
Sementara berita terkait kasus ini, dan juga koordinasi yang dilakukan pihak KLPAP ini dengan salah satu informan Korem 143/HO mengatakan bahwa pelaku telah dipecat setahun lalu karena disersi.
Massa menuntut Komandan Korem 143/ Haluoleo agar transparan dalam memberikan informasi kepada publik terkait status keanggotaan pelaku penculikan dan kekerasan seksual, Adrianus Pattaian.
“Aksi kami ini murni hati nurani, tidak ada sponsor. Karena itu kami ingin mengetahui status Adrianus Pattaian sehingga tidak membingungkan publik,” ucap Hasmida dilansir kompas.
Tidak hanya itu, massa juga meminta Danrem 143 Haluoleo Kendari untuk mendukung proses hukum berdasarkan peradilan pidana umum, agar pelaku dapat dijerat Undang-undang Perlindungan Anak.
"Korban kebanyakan dari masyarakat sipil. Kami meminta agar pelaku ditindak sesuai pidana umum, buka pidana pidana militer. Karena kasusnya adalah kasus pidana umum," terangnya.
Selain itu, massa juga menuntut Danrem 143/Haluoleo Kendari agar memberikan perlindungan dan memenuhi hak-hak korban dan keluarga korban dalam memperoleh keadilan hukum.
KLPAP juga meminta kepada TNI untuk membuka ruang bagi keluarga korban dan masyarakat agar dapat memantau dan mengawal proses hukum yang akan berlangsung, termasuk jika proses peradilan militer tetap akan dijalankan.
Para aktivis yang menggunakan kostum hitam-hitam juga meminta Gubernur Sultra dan Wali Kota Kendari untuk dapat melindungi korban dan keluarganya dalam menghadapi proses hukum kasus yang menarik perhatian masyarakat.
"Kami juga mengajak masyarakat serta media massa untuk terlibat aktif, memantau proses hukum kepada pelaku kekerasan seksual, dan memberikan dukungan kepada korban,” ungkap Hamida.
Tak hanya berorasi, massa juga menggelar aksi teaterikal yang dilakukan oleh dua siswi Sekolah Dasar (SD). Massa juga ikut membaca angka kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Sultra sepanjang 2016 hingga 2019.
Dalam kesempatan itu, Hamida menyampaikan data kasus kekerasan yang diperoleh dari P2TP2A Provinsi Sultra pada tahun 2018, tercatat 74 kasus kekerasan yang dialami anak perempuan dari 152 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Sultra.
Sementara dari Januari hingga April 2019 ini, P2TP2A kota Kendari menerima sembilan kasus kekerasan seksual terhadap anak perempuan dan para pelaku adalah kerabat terdekat korban. Para aktivis perempuan kemudian diarahkan ke Aula Manunggal Korem 143 Haluoleo Kendari, namun mereka membubarkan diri sebelum diterima Danrem dan Pandam XIV Hasanuddin Makassar yang datang ke Kendari. *
Komentar