Material Pijar Radius 2 Km Jadi Ancaman
Gunung Slamet Waspada
JAKARTA, NusaBali
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kasbani mengumumkan status Gunung Slamet, Jawa Tengah, naik menjadi waspada (level II) dari normal (level I) pada Jumat (9/8).
Atas status tersebut, masyarakat pun direkomendasikan agar tidak berada atau beraktivitas dalam radius 2 kilometer dari kawah puncak gunung tertinggi di Jawa Tengah tersebut.
"Potensi ancaman bahaya Gunung Slamet saat ini adalah erupsi magmatik dengan lontaran material pijar yang melanda daerah di sekitar puncak di dalam radius 2 km, atau erupsi freatik dan hujan abu di sekitar kawah berpotensi. Kondisi tersebut terjadi tanpa ada gejala vulkanik yang jelas," demikian rilis dari Plh Kepala Pusdatin dan Humas BNPB Agus Wibowo yang dilansir cnnindonesia, Jumat (9/8).
Gunung setinggi 3.428 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu mengalami peningkatan aktivitas secara signifikan terhitung sejak 1 Juni hingga 8 Agustus 2019. Walhasil, PVMBG menaikkan status gunung dari level I (Normal) menjadi Level II (Waspada) terhitung sejak 9 Agustus 2019.
Berdasarkan hasil pengamatan visual ke arah puncak Gunung Slamet sejak Juni 2019 hingga 8 Agustus 2019 pada umumnya dapat diamati dengan baik. Asap kawah berwarna putih dengan intensitas tipis hingga tebal teramati dengan maksimum ketinggian 300 meter dari atas puncak.
Berdasarkan informasi PVMBG, Agus mengatakan, hasil rekaman kegempaan dalam periode yang sama didominasi gempa hembusan dan tektonik. Selama Juni hingga 8 Agustus 2019 tercatat 51511 kali gempa hembusan, 5 kali gempa tektonik Lokal dan 17 kali gempa tektonik jauh.
Selain gempa-gempa tersebut, pada akhir Juli 2019 mulai terekam getaran tremor dengan amplitudo maksimum 0.5 - 2 mm. Getaran tremor ini masih terjadi hingga saat pelaporan. Energi kegempaan terdeteksi meningkat, secara gradual.
"Kemudian menurut hasil pengukuran suhu mata air panas pada 3 (tiga) lokasi menunjukkan nilai 44,8 hingga 50.8 °C. Nilai ini pada pengamatan jangka panjang berfluktuasi dan menunjukkan kecenderungan naik dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya," ujar Agus.
Berdasarkan data-data pengamatan tersebut, kata Agus, PVMBG menyimpulkan Gunung Slamet mengalami aktivitas secara kegempaan dan deformasi yang cukup signifikan. Namun, secara visual belum teramati adanya gejala erupsi.
"PVMBG memprediksi bahwa potensi erupsi dapat terjadi sewaktu-waktu," ujar Agus seraya meminta masyarakat tidak terpengaruh dengan berita palsu atau hoaks yang dapat meresahkan dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
"Pemerintah Daerah, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi dan Kabupaten setempat agar senantiasa berkoordinasi dengan Pos PGA Slamet di Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang atau Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung," tegas dia. *
Atas status tersebut, masyarakat pun direkomendasikan agar tidak berada atau beraktivitas dalam radius 2 kilometer dari kawah puncak gunung tertinggi di Jawa Tengah tersebut.
"Potensi ancaman bahaya Gunung Slamet saat ini adalah erupsi magmatik dengan lontaran material pijar yang melanda daerah di sekitar puncak di dalam radius 2 km, atau erupsi freatik dan hujan abu di sekitar kawah berpotensi. Kondisi tersebut terjadi tanpa ada gejala vulkanik yang jelas," demikian rilis dari Plh Kepala Pusdatin dan Humas BNPB Agus Wibowo yang dilansir cnnindonesia, Jumat (9/8).
Gunung setinggi 3.428 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu mengalami peningkatan aktivitas secara signifikan terhitung sejak 1 Juni hingga 8 Agustus 2019. Walhasil, PVMBG menaikkan status gunung dari level I (Normal) menjadi Level II (Waspada) terhitung sejak 9 Agustus 2019.
Berdasarkan hasil pengamatan visual ke arah puncak Gunung Slamet sejak Juni 2019 hingga 8 Agustus 2019 pada umumnya dapat diamati dengan baik. Asap kawah berwarna putih dengan intensitas tipis hingga tebal teramati dengan maksimum ketinggian 300 meter dari atas puncak.
Berdasarkan informasi PVMBG, Agus mengatakan, hasil rekaman kegempaan dalam periode yang sama didominasi gempa hembusan dan tektonik. Selama Juni hingga 8 Agustus 2019 tercatat 51511 kali gempa hembusan, 5 kali gempa tektonik Lokal dan 17 kali gempa tektonik jauh.
Selain gempa-gempa tersebut, pada akhir Juli 2019 mulai terekam getaran tremor dengan amplitudo maksimum 0.5 - 2 mm. Getaran tremor ini masih terjadi hingga saat pelaporan. Energi kegempaan terdeteksi meningkat, secara gradual.
"Kemudian menurut hasil pengukuran suhu mata air panas pada 3 (tiga) lokasi menunjukkan nilai 44,8 hingga 50.8 °C. Nilai ini pada pengamatan jangka panjang berfluktuasi dan menunjukkan kecenderungan naik dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya," ujar Agus.
Berdasarkan data-data pengamatan tersebut, kata Agus, PVMBG menyimpulkan Gunung Slamet mengalami aktivitas secara kegempaan dan deformasi yang cukup signifikan. Namun, secara visual belum teramati adanya gejala erupsi.
"PVMBG memprediksi bahwa potensi erupsi dapat terjadi sewaktu-waktu," ujar Agus seraya meminta masyarakat tidak terpengaruh dengan berita palsu atau hoaks yang dapat meresahkan dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
"Pemerintah Daerah, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi dan Kabupaten setempat agar senantiasa berkoordinasi dengan Pos PGA Slamet di Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang atau Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung," tegas dia. *
Komentar