Pasukan Maya-maya Bantu Kapten Muditha Pertahankan Kemerdekaan
Komandan Pasukan Maya-maya, I Nyoman Kebek alias Pekak Togog, bukan hanya mampu ngenah ngilang, tapi juga dikenal kebal terhadap senjata. Itu sebabnya, meski sudah disiksa tentara Belanda, Pekak Togog tidak terluka dan merasakan sakit
Jejak Penyingkiran Pejuang Kemerdekaan di Banjar Buungan, Desa Tiga, Kecamatan Susut
BANGLI, NusaBali
Tak banyak orang tahu, pada zaman perang mempertahankan kemerdekaan RI periode 1945-1950, ada Pasukan Maya-maya dari Banjar Buungan, Desa Tiga, Kecamatan Susut, Bangli yang ikut berjuang melawan kolonialisme Belanda. Sesuai namanya, Pasukan Maya-maya ini sebagian personelnya bisa ngenah ngilang (kelihatan dan menghilang).
Ketika itu, Banjar Buungan, Desa Tiga memang dijadikan tempat menyingkir (sembunyi) para pejuang kemerdekaan dari kejaran tentara Belanda. Karena kegigihannya untuk ikut mempertahankan kemerdekan dari cengkraman penjajah, warga Banjar Buungan kemudian membentuk Pasukan Maya-maya. Pasukan inilah yang banyak membantu tokoh pejuang Kapten Anak Agung Anom Muditha dalam melawan kolonialisme Belanda.
Terbentuknya Pasukan Maya-maya ini tidak terlepas dari sosok I Nyoman Kebek alias Pekak Togog, tokoh Banjar Buungan, Desa Tiga yang dikenal memiliki ilmu untuk tidak bisa dilihat orang alias bisa ngilang. Karena kemampuan Pekak Togog, maka pasukannya kemudian diberi nama Pasukan Maya-maya.
Hal ini juga diakui oleh tokoh Desa Tiga, I Made Madra, yang notabene menantu almarhum Pekak Togog, saat ditemui NusaBali di bangunan tua bekas markas Pasukan Maya-maya di Banjar Buungan, Rabu (14/8). “Pada masa perang itu, masyarakat di Banjar Buungan bahu membahu membantu para pejuang. Makanya, sebagaian warga kami tercatat sebagai anggota veteran. Sampai saat ini, hanya beberapa veteran yang masih hidup,” papar Made Madra.
Menurut Made Madra, sebagai basis perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI, Banjar Buungan dikenal keberaniannya dengan keberadaan Pasukan Maya-maya yang dipimpin langsung Pekak Togog. Sedangkan untuk koordinasi dan tempat istirahat para pejuang kala itu, memanfaatkan bangunan Bale Saka Kutus (bertiang 8) milik Pekak Togog di pekarangan rumahnya. Banguan tua bekas markas Pasukan Maya-maya itu sampai kini masih ada.
Made Madra mengungkapkan, karena kegigihanya membantu para pejuang mempertahankan kemerdekaan RI, Pekak Togog dicap sebagai pemberontak oleh kolonial Belanda. Bahkan, Pekak Togog yang bisa ‘ngenah ngilang’ sempat beberapa kali ditangkap tentara Belanda. Namun, karena mendalami ilmu kebatinan tingkat tinggi hingga mampu menghilang, Pekak Togog selalu bisa kabur dari sel tahanan.
“Pekak Togog beberapa kali dijeblokan musuh ke tanan. Namun, tak lama setelah dijebloskan ke tahanan, tiba-tiba Pekak Togog sudah berada di rumahnya, karena berhasil keluar sel tanpa dilihat orang,” terang Made Madra.
Disebutkan, sosok Pekak Togog bukan hanya mampu ngenah ngilang. Menurut Made Madra, Komandan Pasukan Maya-maya Banjar Buungan ini juga dikenal kebal terhadap senjata. Itu sebabnya, meski sudah disiksa tentara Belanda, Pekak Togog tidak terluka dan merasakan sakit.
Suatu ketika, tentara kolonial sempat mengepung markas Pasukan Maya-maya di Banjar Buungan, Desa Tiga untuk memberangus perlawanan pejuang kemerdekaan RI. Namun, tentara kolonial tidak bisa melihat jelas posisi markas Pasukan Maya-maya. Yang dilihatnya justru hutan belantara. Padahal, saat itu beberapa pejuang sedang beristirahat di markas Pasukan Maya-maya. Para pejuang itu pun melihat ke-datangan tentara kolonial.
"Tapi, kebedaraan pejuang kemerdekaan yang sedang istirahat dan markas Pasukan Maya-maya tidak dapat dilihat oleh musuh. Karenanya, musuh langsung meninggalkan lokasi. Ini tak terlepas oleh ilmu tingkat tinggi yang dimiliki Pekak Togog," katanya.
Sementara, bangunan Bale Saka Kutus yang dulunya menjadi markas Pasukan Maya-maya di Banjar Buungan, Desa Tiga hingga kini masih ada. Berbeda dengan bangunan umumnya di Bali, Bale Saka Kutus ini tiang-tiangnya dipasang terbalik. "Kemungkina posisi tiang yang terbalik itu menjadi ciri khas hingga keberadaan markas Pasukan Maya-maya tidak terlihat oleh musuh,” tandas Made Madra.
Pekarangan di mana bekas markas Pasukan Maya-maya itu berada saat ini ditempati oleh keponakan alrmahum Pekak Togog, yakni I Wayan Bantas. Pekak Togog sendiri telah meninggal dunia pada 2000 dalam usia 100 tahun lebih. Almarhum Pekak Togog memiliki tiga istri, masing-masing Ni Wayan Kesyuk, Ni Nyoman Nesa, dan Ni Ketut Kedep. Dari ketiga istrinya ini, Pekak Togog dikaruniai 13 anak. Salah satu anak perempuan Pekak Togog dipersunting oleh Made Madra.
Sementara itu, Wayan Bantas mengaku sudah tinggal di pekarangan yang dulunya dijadikan markas Pasukan Maya-maya sejak 20 tahun silam. Ketika mulai tinggal di sana, yang ada hanya dua banguanan, yakni Bale Saka Kutus dan Gelebeg (lumbung padi). “Banguanan Bale Saka Kutus sempat saya perbaiki bagian temboknya. Namun, selang beberapa tahun kemudian, bagian rangka atas rusak dan akhirnya saya bongkar," cerita keponakan Pekak Togog ini di bekas markas Pasukan Maya-maya, Rabu kemarin.
Ditanya terkait rencana membangun kembali Bale Saka Kutus yang punya nilai historis ini seperti bentuk aslinya, menurut Wayan Bantas, memang ada keinginan untuk itu. Namun, karena belum tersedia dana, maka keinginan tersebut baru sebatas angan-angan. “Memang ada keinginan membanguan kembali bale dengan bentuk yang sama. Tapi, belum ada dana,” jelas Wayan Bantas. *esa
Komentar