Tim Kongres Aksara Jawa Studi ke Dukuh Penaban
Tim Kongres Aksara Jawa asal Yogyakarta studi banding ke Museum Pustaka Lontar, Banjar Dukuh, Desa Adat Dukuh Penaban, Kelurahan/Kecamatan Karangasem, Sabtu (23/11) siang.
AMLAPURA, NusaBali
Rombongan yang dipimpin Ketua Tim Setya Amrih Prasaja mencari perbandingan terkait pelestarian aksara Bali. Perbandingan ini untuk dijadikan referensi jelang Kongres Aksara Jawa VII Tahun 2021 di Jawa Tengah.
Setya Amrih Prasaja mengatakan, di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta wajib menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar sejak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), SD, hingga SMA/SMK. Penggunaan bahasa Jawa ini merupakan keputusan Kongres Bahasa Jawa. Dikatakan, Kongres Bahasa Jawa diadakan setiap 5 tahun sekali yang diikuti oleh Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Kongres membahas bahasa dan budaya Jawa dengan mengundang praktisi budaya Jawa, birokrat, akademisi, dan masyarakat pencinta budaya Jawa.
Kongres Bahasa Jawa I diadakan di Semarang tahun 1991, Kongres II di Malang tahun 1996, Kongres III Yogyakarta tahun 2001, Kongres IV Semarang tahun 2006, Kongres V di Surabaya tahun 2011, Kongres VI di Yogyakarta tahun 2016, dan Kongres VII tahun 2021 di Jawa Tengah. “Kami mengadakan studi lapangan, tujuannya untuk lebih menggali informasi terkait pembinaan, pengembangan dan pelestarian bahasa, sastra serta aksara Bali,” katanya.
Sebelum berkunjung, Dinas Kebudayaan DIY telah melayangkan surat per 18 November 2019, Nomor 435/30042, ditandatangani Kepala Dinas Asis Eko Nugroho. “Di Museum Pustaka Lontar ini sangat cocok untuk wisata sambil belajar bagi siswa, bisa belajar menulis dan membaca aksara Bali. Saya berupaya akan berkunjung lagi di lain kesempatan dengan mengajak rombongan yang lebih banyak,” janjinya. Kedatangan rombongan dari Yogyakarta disambut Bendesa Adat Dukuh Penaban Jro Nengah Suarya, Penyarikan I Nengah Sudana Wirawan, dan pemerhati dan penulis aksara Bali dalam lontar Ida I Dewa Gede Catra.
Jro Nengah Suarya dan I Nengah Sudana memperkenalkan Objek Wisata Museum Pustaka Lontar yang dibangun tahun 2017 memanfaatkan lahan milik Desa Adat Dukuh Penaban, dilengkapi bangunan tradisional agar nuansanya Bali dan rindang, bebas dari polusi. “Banyak siswa yang berkunjung sambil berwisata, belajar menulis aksara Bali di daun lontar. Kebetulan kami memiliki penulis di daun lontar yang selalu siap memberikan bimbingan,” kata Jro Nengah Suarya. Tak hanya mengajar menulis di daun lontar juga membaca aksara Bali. “Di sini selalu tersedia lontar yang siap digunakan belajar menulis, juga ada pengrupak (pisau), alas, dan perlengkapan lainnya,” tambahnya. *k16
Setya Amrih Prasaja mengatakan, di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta wajib menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar sejak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), SD, hingga SMA/SMK. Penggunaan bahasa Jawa ini merupakan keputusan Kongres Bahasa Jawa. Dikatakan, Kongres Bahasa Jawa diadakan setiap 5 tahun sekali yang diikuti oleh Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Kongres membahas bahasa dan budaya Jawa dengan mengundang praktisi budaya Jawa, birokrat, akademisi, dan masyarakat pencinta budaya Jawa.
Kongres Bahasa Jawa I diadakan di Semarang tahun 1991, Kongres II di Malang tahun 1996, Kongres III Yogyakarta tahun 2001, Kongres IV Semarang tahun 2006, Kongres V di Surabaya tahun 2011, Kongres VI di Yogyakarta tahun 2016, dan Kongres VII tahun 2021 di Jawa Tengah. “Kami mengadakan studi lapangan, tujuannya untuk lebih menggali informasi terkait pembinaan, pengembangan dan pelestarian bahasa, sastra serta aksara Bali,” katanya.
Sebelum berkunjung, Dinas Kebudayaan DIY telah melayangkan surat per 18 November 2019, Nomor 435/30042, ditandatangani Kepala Dinas Asis Eko Nugroho. “Di Museum Pustaka Lontar ini sangat cocok untuk wisata sambil belajar bagi siswa, bisa belajar menulis dan membaca aksara Bali. Saya berupaya akan berkunjung lagi di lain kesempatan dengan mengajak rombongan yang lebih banyak,” janjinya. Kedatangan rombongan dari Yogyakarta disambut Bendesa Adat Dukuh Penaban Jro Nengah Suarya, Penyarikan I Nengah Sudana Wirawan, dan pemerhati dan penulis aksara Bali dalam lontar Ida I Dewa Gede Catra.
Jro Nengah Suarya dan I Nengah Sudana memperkenalkan Objek Wisata Museum Pustaka Lontar yang dibangun tahun 2017 memanfaatkan lahan milik Desa Adat Dukuh Penaban, dilengkapi bangunan tradisional agar nuansanya Bali dan rindang, bebas dari polusi. “Banyak siswa yang berkunjung sambil berwisata, belajar menulis aksara Bali di daun lontar. Kebetulan kami memiliki penulis di daun lontar yang selalu siap memberikan bimbingan,” kata Jro Nengah Suarya. Tak hanya mengajar menulis di daun lontar juga membaca aksara Bali. “Di sini selalu tersedia lontar yang siap digunakan belajar menulis, juga ada pengrupak (pisau), alas, dan perlengkapan lainnya,” tambahnya. *k16
Komentar