SMPN 1 Singaraja Pilot Project Kemitraan Keluarga
SMP Negeri 1 Singaraja, Buleleng dicanangkan sebagai pilot project Sekolah Kemitraan Keluarga dan Ekosistem Pendidikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
SINGARAJA, NusaBali
Sekolah Kemitraan Keluarga dan Ekosistem Pendidikan adalah sekolah yang mengedepankan asas sinergisitas antara sekolah dengan orangtua siswa dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
SMPN 1 Singaraja yang notabene merupakan sekolah negeri tertua di Bali, menjadi satu-satunya dari Pulau Dewata yang ditetapkan Kemendikbud sebagai pilot project Sekolah Kemitraan Keluarga dan Ekosistem Pendidikan. Menurut Kepala Sekolah (Kasek) SMPN 1 Singaraja, Dra Ni Putu Karnadhi MSi, di seluruh Indonesia ada 6.000 sekolah dari semua jenjang yang ditetapkan menjadi pilot project Sekolah Kemitraan Keluarga dan Ekosistem Pendidikan.
Sesusai Surat Keputusan (SK) yang diberikan Kemendikbud, kata Putu Karnadhi, SMPN 1 Singaraja akan melaksanakan pilot project sebagai Sekolah Kemitraan Keluarga dan Ekosistem Pendidikan ini mulai tahun ajaran 2017/2018 mendatang. Sebelum dinyatakan lolos dan dapat SK dari Kemendikbud, pihak SMPN 1 Singaraja telah mempresentasikan kondisi sekolah terlebih dulu di depan tim penguji nasional, September 2015 lalu. “Presentasinya sudah dilakukan September 2015 lalu, tapi baru sekarang direalisasikan,” ujar Putu Karnadhi saat ditemui NusaBali di Singaraja, Senin (25/7).
Dalam presentasi setahun lalu, kata Karnadhi, pihaknya memaparkan profil sekolah, prestasi yang dimiliki, program kemasyarakatan termasuk peran serta orangtua dalam pelaksanaan pendidikan di SPMN 1 Singaraja. Karena dianggap layak, SMPN 1 Singaraja pun dinyatakan lolos oleh Kemendikbud sebagai pilot project Sekolah Kemitraan Keluarga dan Ekositem Pendidikan.
Untuk menjadi sekolah pilot project, bukanlah mudah. Sebab, menurut Karnadhi, sekolah harus bekerja ekstra untuk dapat menciptakan sinergisitas pendidikan yang didukung oleh orangtua siswa. Dalam waktu dekat, pihaknya akan melaksanakan workshop parenting, yang mengedepankan peran orangtua untuk bersama-sama memberikan pendidikan dan pengawasan terhadap putra-putrinya.
Selain itu, ada pembentukan Komite Kelas, yang untuk pertama kali dilakukan. Komite Kelas dimaksud adalah orangtua siswa yang ada di satu kelas membentuk pengurus baru. Mereka nantinya berada di bawah naungan Komite Sekolah dalam pelibatan pemeliharaan inventaris sekolah.
Sistemnya, Komite Kelas yang terdiri dari orangtua siswa akan dilibatkan dalam pemeliharaan sarana dan fasilitas di ruang kelas bersangkutan. “Selama ini, pengadaannya (sarana dan fasilitas) kan gampang, tapi yang sulit adalah pemeliharaannya. Ini nanti yang akan melibatkan Komite Kelas,” papar Karnadhi.
Karnadhi menjelaskan, Komite Kelas akan mengumpulkan uang kas dari kegiatan yang akan dilaksankan di event-event tertentu. Misalnya, saat pembelajaran pendidikan Agama Hindu, siswa diajarkan untuk membuat Banten Pejati sesuai dengan pembelajaran dalam kurikulum. Setelah Banten Pejati jadi, Komite Kelas akan mengundang orangtua siswa untuk melelang banten tersebut.
“Nah, hasil lelang nantinya akan dijadikan sebagai uang kas kelas. Lalu, uang kas itu pun ke depannya akan dipakai untuk memperbaiki sarana dan fasilitas yang ada di dalam kelas, baik itu LCD maupun kipas angin,” ujar kepala sekolah asal Puri Kanginan Singaraja ini.
Menurut Karnadhi, dengan keberadaan Komite Kelas ini, bukan berarti pihak sekolah lepas tangan terhadap pemeliharaan fasilitas dan sarana pembelajaran. “Kami tetap akan turun tangan. Tapi, karena dana BOS di sini kecil dan dari programnya memang dituntut sinergisitas, jadi Komite Kelas akan membantu meringankan beban sekolah,” katanya.
Untuk tahun ini, lanjut Karnadhi, rencannya akan dibentuk 27 pengurus Komite Kelas, sesuai dengan jumlah kelas yang ada di SMPN 1 Singaraja. Keterlibatan orangtua siswa dalam Komite Kelas juga difungsikan saat pengayaan pelajaran menjelang ujian sekolah. Bagi orangtua siswa SMPN 1 Singaraja yang berprofesi sebagai dosen, merfeka akan memberikan pengajaran untuk siswa.
Selain itu, dalam kegiatan-kegiatan pengisian jeda semester, juga akan lebih me-maksimalkan keikutsertaan orangtua siswa. Misalnya, Jalan Santaii HUT sekolah dengan keluarga, pertunjukan pentas seni yang wajib ditonton orangtua siswa, dan lain sebagainya. Dengan begitu, dalam pelaksaan program kegiatan, pihak sekolah mendapat dukungan moril dan semangat dari orangtua siswa untuk mengantarkan bersama anak didik mereka dalam mencapai keberhasilan.
SMN 1 Singaraja sendiri merupakan SMP Negeri tertua di Bali. Posisinya hampir sama dengan SMAN 1 Singaraja, yang menyandang predikat sebagai SMA Negeri pertama di Bali. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat Singaraja dulunya merupakan pusat pemerintahan Hindia Belanda di Bali, lalu menjadi pusat pemerintahan Negara Indonesia Timur (NIT), hingga pusat pemerintahan Provinsi Bali---sebelum dipindahkan ke Denpasar.
Kapan persisnya SMPN 1 Singaraja didirikan, hingga kini masih simpang siur. Namun, versi resmi SMPN 1 Singaraja menyebutkan, sekolah tersebut didirikan tahun 1942, pada masa penjajahan Jepang. Pada awal berdirinya, SMPN 1 Singaraja---yang berlokasi di Jalan Gajah Mada Singaraja, persisnya di sebelah barat SMAN 1 Singaraja---bernama Cugako (nama dari Jepang). Barulah di tahun 1946—setahun setelah Proklamasi Kemerdekaan RI---, namanya diubah menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Setelah menjadi sekolah menengah tahun 1946, SMPN 1 Singaraja dipimpin Ketut Masda. Dia menjadi Kepala Sekolah hingga tahun 1948. Setelah Ketut Masda lengser, SMPN 1 Singaraja sempat diambilalih dua Meneer Belanda sebagai Kepala Sekolah (Kasek) secara bergantian. Pertama, De Boer yang menjadi Kasek periode 1948-1949, kemudian Klow De Wijk (1949-1950). Sekolah negeri tertua di Bali ini akhirnya resmi menyandang nama SMPN 1 Singaraja tahun 1950, dengan Kasek I Made Suwara. * k23
SMPN 1 Singaraja yang notabene merupakan sekolah negeri tertua di Bali, menjadi satu-satunya dari Pulau Dewata yang ditetapkan Kemendikbud sebagai pilot project Sekolah Kemitraan Keluarga dan Ekosistem Pendidikan. Menurut Kepala Sekolah (Kasek) SMPN 1 Singaraja, Dra Ni Putu Karnadhi MSi, di seluruh Indonesia ada 6.000 sekolah dari semua jenjang yang ditetapkan menjadi pilot project Sekolah Kemitraan Keluarga dan Ekosistem Pendidikan.
Sesusai Surat Keputusan (SK) yang diberikan Kemendikbud, kata Putu Karnadhi, SMPN 1 Singaraja akan melaksanakan pilot project sebagai Sekolah Kemitraan Keluarga dan Ekosistem Pendidikan ini mulai tahun ajaran 2017/2018 mendatang. Sebelum dinyatakan lolos dan dapat SK dari Kemendikbud, pihak SMPN 1 Singaraja telah mempresentasikan kondisi sekolah terlebih dulu di depan tim penguji nasional, September 2015 lalu. “Presentasinya sudah dilakukan September 2015 lalu, tapi baru sekarang direalisasikan,” ujar Putu Karnadhi saat ditemui NusaBali di Singaraja, Senin (25/7).
Dalam presentasi setahun lalu, kata Karnadhi, pihaknya memaparkan profil sekolah, prestasi yang dimiliki, program kemasyarakatan termasuk peran serta orangtua dalam pelaksanaan pendidikan di SPMN 1 Singaraja. Karena dianggap layak, SMPN 1 Singaraja pun dinyatakan lolos oleh Kemendikbud sebagai pilot project Sekolah Kemitraan Keluarga dan Ekositem Pendidikan.
Untuk menjadi sekolah pilot project, bukanlah mudah. Sebab, menurut Karnadhi, sekolah harus bekerja ekstra untuk dapat menciptakan sinergisitas pendidikan yang didukung oleh orangtua siswa. Dalam waktu dekat, pihaknya akan melaksanakan workshop parenting, yang mengedepankan peran orangtua untuk bersama-sama memberikan pendidikan dan pengawasan terhadap putra-putrinya.
Selain itu, ada pembentukan Komite Kelas, yang untuk pertama kali dilakukan. Komite Kelas dimaksud adalah orangtua siswa yang ada di satu kelas membentuk pengurus baru. Mereka nantinya berada di bawah naungan Komite Sekolah dalam pelibatan pemeliharaan inventaris sekolah.
Sistemnya, Komite Kelas yang terdiri dari orangtua siswa akan dilibatkan dalam pemeliharaan sarana dan fasilitas di ruang kelas bersangkutan. “Selama ini, pengadaannya (sarana dan fasilitas) kan gampang, tapi yang sulit adalah pemeliharaannya. Ini nanti yang akan melibatkan Komite Kelas,” papar Karnadhi.
Karnadhi menjelaskan, Komite Kelas akan mengumpulkan uang kas dari kegiatan yang akan dilaksankan di event-event tertentu. Misalnya, saat pembelajaran pendidikan Agama Hindu, siswa diajarkan untuk membuat Banten Pejati sesuai dengan pembelajaran dalam kurikulum. Setelah Banten Pejati jadi, Komite Kelas akan mengundang orangtua siswa untuk melelang banten tersebut.
“Nah, hasil lelang nantinya akan dijadikan sebagai uang kas kelas. Lalu, uang kas itu pun ke depannya akan dipakai untuk memperbaiki sarana dan fasilitas yang ada di dalam kelas, baik itu LCD maupun kipas angin,” ujar kepala sekolah asal Puri Kanginan Singaraja ini.
Menurut Karnadhi, dengan keberadaan Komite Kelas ini, bukan berarti pihak sekolah lepas tangan terhadap pemeliharaan fasilitas dan sarana pembelajaran. “Kami tetap akan turun tangan. Tapi, karena dana BOS di sini kecil dan dari programnya memang dituntut sinergisitas, jadi Komite Kelas akan membantu meringankan beban sekolah,” katanya.
Untuk tahun ini, lanjut Karnadhi, rencannya akan dibentuk 27 pengurus Komite Kelas, sesuai dengan jumlah kelas yang ada di SMPN 1 Singaraja. Keterlibatan orangtua siswa dalam Komite Kelas juga difungsikan saat pengayaan pelajaran menjelang ujian sekolah. Bagi orangtua siswa SMPN 1 Singaraja yang berprofesi sebagai dosen, merfeka akan memberikan pengajaran untuk siswa.
Selain itu, dalam kegiatan-kegiatan pengisian jeda semester, juga akan lebih me-maksimalkan keikutsertaan orangtua siswa. Misalnya, Jalan Santaii HUT sekolah dengan keluarga, pertunjukan pentas seni yang wajib ditonton orangtua siswa, dan lain sebagainya. Dengan begitu, dalam pelaksaan program kegiatan, pihak sekolah mendapat dukungan moril dan semangat dari orangtua siswa untuk mengantarkan bersama anak didik mereka dalam mencapai keberhasilan.
SMN 1 Singaraja sendiri merupakan SMP Negeri tertua di Bali. Posisinya hampir sama dengan SMAN 1 Singaraja, yang menyandang predikat sebagai SMA Negeri pertama di Bali. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat Singaraja dulunya merupakan pusat pemerintahan Hindia Belanda di Bali, lalu menjadi pusat pemerintahan Negara Indonesia Timur (NIT), hingga pusat pemerintahan Provinsi Bali---sebelum dipindahkan ke Denpasar.
Kapan persisnya SMPN 1 Singaraja didirikan, hingga kini masih simpang siur. Namun, versi resmi SMPN 1 Singaraja menyebutkan, sekolah tersebut didirikan tahun 1942, pada masa penjajahan Jepang. Pada awal berdirinya, SMPN 1 Singaraja---yang berlokasi di Jalan Gajah Mada Singaraja, persisnya di sebelah barat SMAN 1 Singaraja---bernama Cugako (nama dari Jepang). Barulah di tahun 1946—setahun setelah Proklamasi Kemerdekaan RI---, namanya diubah menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Setelah menjadi sekolah menengah tahun 1946, SMPN 1 Singaraja dipimpin Ketut Masda. Dia menjadi Kepala Sekolah hingga tahun 1948. Setelah Ketut Masda lengser, SMPN 1 Singaraja sempat diambilalih dua Meneer Belanda sebagai Kepala Sekolah (Kasek) secara bergantian. Pertama, De Boer yang menjadi Kasek periode 1948-1949, kemudian Klow De Wijk (1949-1950). Sekolah negeri tertua di Bali ini akhirnya resmi menyandang nama SMPN 1 Singaraja tahun 1950, dengan Kasek I Made Suwara. * k23
Komentar