Dua Bocah Yatim Piatu Kakak Beradik Diasuh Kakek
Dua bocah yatim piatu kakak beradik, Ni Putu Indah Cantika Putri,9, dan I Made Abiseka Mahendra Putra,7, tinggal di rumah sederhana, Banjar Kesian, Desa Lebih, Kecamatan Gianyar, Gianyar.
GIANYAR, NusaBali
Kedua orangtua bocah ini meninggal dalam waktu berdekatan sekitar tiga tahun lalu. Sejak itu, dua bocah yang punya cita-cita menjadi dokter dan pembalap ini diasuh kakeknya, I Nyoman Sugita,55. Meski dalam keterbatasan, Nyoman Sugita berupaya agar dua cucunya ini bisa tetap mengenyam pendidikan.
Nyoman Sugita mengaku tidak bisa berbuat banyak. "Istri saya tahun lalu meninggal dunia. Sekarang saya asuh sendiri cucu saya ini," ujar Sugita, Minggu (8/12). Sebagai pekerja swasta, Sugita mengaku kesulitan juga menghidupi biaya kedua cucunya itu. "Saya kesulitan ekonomi. Tidak tahu harus minta tolong kemana," terangnya.
Dia berharap, ada peran donatur terutama dari pemerintah untuk meringankan biaya hidup dua cucunya itu. Minggu kemarin, mereka dikunjungi Komunitas Peduli Yatim Piatu dari Denpasar pimpinan Nyoman Kusuma. Komunitas ini memberikan bantuan berupa sembako, tas, alat belajar, dan uang Rp 2 juta. Hadir juga Komisioner Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali Ir Kadek Ariyasa. "Komunitas ini memberikan perlindungan kepada anak secara mandiri maupun gotong royong," ujar Ariyasa.
Dalam kunjungannya itu, KPPAD dan komunitas itu sempat meminta anak itu menulis. Sang kakak, Putu Indah menorehkan pulpen di atas kertas. Dia menulis identitas dirinya.
Perempuan kelahiran 28 Desember 2010 itu menuliskan nama almarhum orangtuanya. Ayahnya bernama Kadek Suka Dana dan ibunya, Anak Agung Suka Sriasih. Dia juga bercita-cita sebagai dokter. Sedangkan, adiknya dalam secarik kertas itu menulis kelahiran 12 Juli 2012. Sang adik bercita-cita sebagai pembalap.
KPPAD khawatir dengan kondisi kedua anak itu. Karena kedua orangtuanya meninggal karena sakit. Neneknya juga meninggal. Mereka hanya dirawat kakek. Ariyasa berharap kedua anak itu harus terus mendapat perlindungan. "Anak harus dilindungi dari risiko KTA (Kekerasan Terhadap Anak). Karena perempuan semakin besar agar tidak terjadi kemungkinan yang tidak diharapkan karena tinggal satu rumah atau satu kamar," pintanya.
Komisoner asal Desa Mas, Kecamatan Ubud itu menambahkan, sementara ini biaya hidup kedua anak ditanggung oleh sang kakek. "Ke depan kami akan mengupayakan untuk menemukan orangtua asuh yang berkenan menanggung biaya hidup dan pendidikan kedua anak tersebut sampai tuntas minimal SMA atau SMK," ujarnya.
Bila perlu, kata dia, anak itu bisa memperoleh orang tua asuh yang bisa membiayai hingga kuliah. "Semoga Tuhan berkenan mengetuk salah satu umatnya," harapnya. *nvi
Nyoman Sugita mengaku tidak bisa berbuat banyak. "Istri saya tahun lalu meninggal dunia. Sekarang saya asuh sendiri cucu saya ini," ujar Sugita, Minggu (8/12). Sebagai pekerja swasta, Sugita mengaku kesulitan juga menghidupi biaya kedua cucunya itu. "Saya kesulitan ekonomi. Tidak tahu harus minta tolong kemana," terangnya.
Dia berharap, ada peran donatur terutama dari pemerintah untuk meringankan biaya hidup dua cucunya itu. Minggu kemarin, mereka dikunjungi Komunitas Peduli Yatim Piatu dari Denpasar pimpinan Nyoman Kusuma. Komunitas ini memberikan bantuan berupa sembako, tas, alat belajar, dan uang Rp 2 juta. Hadir juga Komisioner Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali Ir Kadek Ariyasa. "Komunitas ini memberikan perlindungan kepada anak secara mandiri maupun gotong royong," ujar Ariyasa.
Dalam kunjungannya itu, KPPAD dan komunitas itu sempat meminta anak itu menulis. Sang kakak, Putu Indah menorehkan pulpen di atas kertas. Dia menulis identitas dirinya.
Perempuan kelahiran 28 Desember 2010 itu menuliskan nama almarhum orangtuanya. Ayahnya bernama Kadek Suka Dana dan ibunya, Anak Agung Suka Sriasih. Dia juga bercita-cita sebagai dokter. Sedangkan, adiknya dalam secarik kertas itu menulis kelahiran 12 Juli 2012. Sang adik bercita-cita sebagai pembalap.
KPPAD khawatir dengan kondisi kedua anak itu. Karena kedua orangtuanya meninggal karena sakit. Neneknya juga meninggal. Mereka hanya dirawat kakek. Ariyasa berharap kedua anak itu harus terus mendapat perlindungan. "Anak harus dilindungi dari risiko KTA (Kekerasan Terhadap Anak). Karena perempuan semakin besar agar tidak terjadi kemungkinan yang tidak diharapkan karena tinggal satu rumah atau satu kamar," pintanya.
Komisoner asal Desa Mas, Kecamatan Ubud itu menambahkan, sementara ini biaya hidup kedua anak ditanggung oleh sang kakek. "Ke depan kami akan mengupayakan untuk menemukan orangtua asuh yang berkenan menanggung biaya hidup dan pendidikan kedua anak tersebut sampai tuntas minimal SMA atau SMK," ujarnya.
Bila perlu, kata dia, anak itu bisa memperoleh orang tua asuh yang bisa membiayai hingga kuliah. "Semoga Tuhan berkenan mengetuk salah satu umatnya," harapnya. *nvi
Komentar