PHRI Bali Ingatkan Hotel Selektif Terima Event Libatkan Massa
Komisi III DPR Minta Evaluasi Perizinan Hotel Princess Keisha
Kegiatan doa yang digelar Komunitas Peduli Palestina dan Uighur di Hotel Princess Keisha, Jalan Teuku Umar Denpasar Barat saat Hari Raya Natal, Rabu (25/12), berbuntut ketegangan.
DENPASAR, NusaBali
Ketua BPD PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace), pun mengingatkan pengusaha hotel ke depan agar lebih selektif menerima event yang melibatkan massa di hotelnya. Sementara, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali, I Wayan Sudirta, minta evaluasi perizinan Hotel Princess Keisha.
Dalam doa untuk Palestina dan Uighur hari itu, pihak penyelenggara mendatangkan beberapa ustadz dari Jakarta, seperti Haikal Hasan, dan pentolan 212 lainnya. Terjadilah ketegangan dengan Ormas Patriot Garda Nusantara (PGN) pimpinan Gus Yadi, yang hendak menghadang kegiatan doa tersebut. Beruntung, bentrokan bisa dielakkan, setelah massa PGN dibubarkan polisi.
Menurut Cok Ace selaku Ketua PHRI Bali, peristiwa di Hotel Princess Keisha itu sangat sensitif. "Mereka yang terlibat di Hotel Princess semuanya saudara kita. Tetapi, tolong dong jangan Bali jadi korban. Kita semua sensitif dengan masalah keamanan. Jangan karena pertentangan kelompok, malah Bali dijadikan kurusetra (ajang perang saudara) antara sesama saudara dan anak bangsa. Yang rugi, ya krama Bali," pinta Cok Ace di Denpasar, Kamis (26/12).
Cok Ace meminta pengusaha hotel di Bali lebih selektif menerima kegiatan yang melibatkan massa. Apalagi, untuk kegiatan yang memang sensitif memancing suasana tidak kondusif. "Saya akan minta secara resmi nanti anggota PHRI lebih selektif menerima acara pertemuan melibatkan massa di hotel-hotel. Harus jelas kegiatannya. Izin dari pihak keamanan juga harus jelas,” jelas Cok Ace yang juga Wakil Gubernur Bali.
Cok Ace menyebutkan peristiwa di Hotel Princess nyaris menimbulkan gesekan dan mengancam kondusivitas Bali. Beruntung, petugas keamanan lebih cepat dan sigap, sehingga diambil tindakan yang tepat. "Saya apresiasi pihak keamanan, karena telah mengambil langkah tepat, sehingga kejadian yang tak diinginkan dapat dicegah," kata tokoh pariwisata asal Pur Agung Ubud, Gianyar ini.
Peristiwa ketegangan di Hotel Princess juga mendapat atensi anggota Komite III DPD RI (yang membidangi pariwisata) Dapil Bali, AA Gde Agung. Menurut Gde Agung, Bali tidak melarang kegiatan apa pun di hotel, sepanjang ada izin dari pihak keamanan dan pihak terkait. Apalagi, Bali hidup dari pariwisata.
"Tapi, kegiatan itu harus mengikuti petuah leluhur kita, bahwa ‘di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung’. Kalau sudah memancing situasi tidak kondusif, kita sangat sayangkan," ujar mantan Bupati Badung (2005-2010, 2010-2015) ini di sela-sela acara penyerapan aspirasi di Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala Denpasar, Kamis kemarin.
Gde Agung juga berharap hotel-hotel di Bali supaya dalam melaksanakan kegiatan dan event, mereka selalui mengutamakan pariwisata budaya dan koordinasi dengan petugas keamanan. "Kalau ada event di hotel, ya event yang memang terkait dengan pariwisata budaya. Hotel di Bali jangan sembarangan menerima atau menggelar acara melibatkan massa yang dapat memancing suasana tidak kondusif," tegas tokoh dari Puri Ageng Mengwi, Badung ini.
Sementara, anggota Komisi III DPR RI (membidangi keamanan, hukum, HAM), I Wayan Sudirta, meminta pihak berwenang yang menerbitkan perijinan Hotel Princess Keisha untuk melakukan evaluasi. Pasalnya, Bali hampir kecolongan karena ulah pihak hotel dalam mengadakan kegiatan di tempat usahanya.
Sudirta mengingatkan, Hotel Princess Keisha seharusnya mengedepankan kerukunan dan budaya paras paros sagilik saguluk sarpanaya di Bali dalam menjalankan usahanya. "Pemilik Hotel Princess ini tidak menjiwai budaya Bali, tdak berupaya menjaga kerukunan hidup umat beragama di Bali. Harusnya, mereka pegang prinsip ‘di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung’. Bagaimana pariwisata budaya bisa berjalan kalau kenyamanan terganggu?" kritik politisi PDIP asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Karangasem ini, Kamis kemarin.
Sudirta berharap kasus Hotel Princess menjadi yang pertama dan terakhir di Bali, bahkan di Indonesia. Sudirta pun memuji jajaran Polda Bali yang sigap melakukan penanganan, sehingga ketegangan tidak meluas. Sudirta berharap Polda Bali ke depan supaya terus melakukan antisipasi. Bahkan, secepatnya mengumpulkan pihak pengelola dan pemilik hotel di Bali, seraya memberikan arahan sebagai tindakan preventif.
"Sebagai anggota Komisi III DPR RI, saya mendesak Kapolda Bali bisa kumpulkan pemilik hotel untuk bersama-sama mengantisipasi supaya kejadian serupa tidak terulang di masa datang," tegas mantan anggota DPD RI Dapil Bali dua periode ini.
"Hotel yang mengizinkan kegiatan yang berpeluang menimbulkan konflik horizontal, harus jadi perhatian dan atensi pemerintah. Sebab, pengelola hotel sebesar Hotel Princess Keisha harusnya punya pengetahuan dan pengalaman, bagaimana kegiatan organisasi sejenis yang dibubarkan polisi bisa diantensi. Masa dia tidak tahu akan dampaknya?"
Sudirta pun meminta proses perizinan dan Badan Hukum Hotel Princess Keisha ditelusuri lagi. Sebagai perusahaan yang memiliki badan hukum, Hotel Princess harus dicek oleh Kemenkum HAM. Harus ada pengecekan terkait dengan legalitasnya.
"Kalau bentuknya PT, pihak berwenang yang memberikan perizinan harus mengevaluasi izinnya. Walaupun hotel ini perlu keuntungan, tetapi harusnya lebih antisipatif urusan pariwisata Bali yang nyaman," kata Sudirta.
Menurut Sudirta, masyarakat Bali merasa terusik dan terganggu, bahkan banyak yang kaget, kok peristiwa seperti ini bisa terjadi? Kita khawatir apakah pemilik hotel ada keterkaitan dengan organisasi yang menyewa hotelnya? Ini kan kasus yang beritanya dibaca di seluruh dunia. Kalau pemilik hotel tidak mengizinkan kegiatan, maka kejadian ini nggak terjadi,” tegas Sudirta. *nat,pol
Dalam doa untuk Palestina dan Uighur hari itu, pihak penyelenggara mendatangkan beberapa ustadz dari Jakarta, seperti Haikal Hasan, dan pentolan 212 lainnya. Terjadilah ketegangan dengan Ormas Patriot Garda Nusantara (PGN) pimpinan Gus Yadi, yang hendak menghadang kegiatan doa tersebut. Beruntung, bentrokan bisa dielakkan, setelah massa PGN dibubarkan polisi.
Menurut Cok Ace selaku Ketua PHRI Bali, peristiwa di Hotel Princess Keisha itu sangat sensitif. "Mereka yang terlibat di Hotel Princess semuanya saudara kita. Tetapi, tolong dong jangan Bali jadi korban. Kita semua sensitif dengan masalah keamanan. Jangan karena pertentangan kelompok, malah Bali dijadikan kurusetra (ajang perang saudara) antara sesama saudara dan anak bangsa. Yang rugi, ya krama Bali," pinta Cok Ace di Denpasar, Kamis (26/12).
Cok Ace meminta pengusaha hotel di Bali lebih selektif menerima kegiatan yang melibatkan massa. Apalagi, untuk kegiatan yang memang sensitif memancing suasana tidak kondusif. "Saya akan minta secara resmi nanti anggota PHRI lebih selektif menerima acara pertemuan melibatkan massa di hotel-hotel. Harus jelas kegiatannya. Izin dari pihak keamanan juga harus jelas,” jelas Cok Ace yang juga Wakil Gubernur Bali.
Cok Ace menyebutkan peristiwa di Hotel Princess nyaris menimbulkan gesekan dan mengancam kondusivitas Bali. Beruntung, petugas keamanan lebih cepat dan sigap, sehingga diambil tindakan yang tepat. "Saya apresiasi pihak keamanan, karena telah mengambil langkah tepat, sehingga kejadian yang tak diinginkan dapat dicegah," kata tokoh pariwisata asal Pur Agung Ubud, Gianyar ini.
Peristiwa ketegangan di Hotel Princess juga mendapat atensi anggota Komite III DPD RI (yang membidangi pariwisata) Dapil Bali, AA Gde Agung. Menurut Gde Agung, Bali tidak melarang kegiatan apa pun di hotel, sepanjang ada izin dari pihak keamanan dan pihak terkait. Apalagi, Bali hidup dari pariwisata.
"Tapi, kegiatan itu harus mengikuti petuah leluhur kita, bahwa ‘di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung’. Kalau sudah memancing situasi tidak kondusif, kita sangat sayangkan," ujar mantan Bupati Badung (2005-2010, 2010-2015) ini di sela-sela acara penyerapan aspirasi di Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala Denpasar, Kamis kemarin.
Gde Agung juga berharap hotel-hotel di Bali supaya dalam melaksanakan kegiatan dan event, mereka selalui mengutamakan pariwisata budaya dan koordinasi dengan petugas keamanan. "Kalau ada event di hotel, ya event yang memang terkait dengan pariwisata budaya. Hotel di Bali jangan sembarangan menerima atau menggelar acara melibatkan massa yang dapat memancing suasana tidak kondusif," tegas tokoh dari Puri Ageng Mengwi, Badung ini.
Sementara, anggota Komisi III DPR RI (membidangi keamanan, hukum, HAM), I Wayan Sudirta, meminta pihak berwenang yang menerbitkan perijinan Hotel Princess Keisha untuk melakukan evaluasi. Pasalnya, Bali hampir kecolongan karena ulah pihak hotel dalam mengadakan kegiatan di tempat usahanya.
Sudirta mengingatkan, Hotel Princess Keisha seharusnya mengedepankan kerukunan dan budaya paras paros sagilik saguluk sarpanaya di Bali dalam menjalankan usahanya. "Pemilik Hotel Princess ini tidak menjiwai budaya Bali, tdak berupaya menjaga kerukunan hidup umat beragama di Bali. Harusnya, mereka pegang prinsip ‘di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung’. Bagaimana pariwisata budaya bisa berjalan kalau kenyamanan terganggu?" kritik politisi PDIP asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Karangasem ini, Kamis kemarin.
Sudirta berharap kasus Hotel Princess menjadi yang pertama dan terakhir di Bali, bahkan di Indonesia. Sudirta pun memuji jajaran Polda Bali yang sigap melakukan penanganan, sehingga ketegangan tidak meluas. Sudirta berharap Polda Bali ke depan supaya terus melakukan antisipasi. Bahkan, secepatnya mengumpulkan pihak pengelola dan pemilik hotel di Bali, seraya memberikan arahan sebagai tindakan preventif.
"Sebagai anggota Komisi III DPR RI, saya mendesak Kapolda Bali bisa kumpulkan pemilik hotel untuk bersama-sama mengantisipasi supaya kejadian serupa tidak terulang di masa datang," tegas mantan anggota DPD RI Dapil Bali dua periode ini.
"Hotel yang mengizinkan kegiatan yang berpeluang menimbulkan konflik horizontal, harus jadi perhatian dan atensi pemerintah. Sebab, pengelola hotel sebesar Hotel Princess Keisha harusnya punya pengetahuan dan pengalaman, bagaimana kegiatan organisasi sejenis yang dibubarkan polisi bisa diantensi. Masa dia tidak tahu akan dampaknya?"
Sudirta pun meminta proses perizinan dan Badan Hukum Hotel Princess Keisha ditelusuri lagi. Sebagai perusahaan yang memiliki badan hukum, Hotel Princess harus dicek oleh Kemenkum HAM. Harus ada pengecekan terkait dengan legalitasnya.
"Kalau bentuknya PT, pihak berwenang yang memberikan perizinan harus mengevaluasi izinnya. Walaupun hotel ini perlu keuntungan, tetapi harusnya lebih antisipatif urusan pariwisata Bali yang nyaman," kata Sudirta.
Menurut Sudirta, masyarakat Bali merasa terusik dan terganggu, bahkan banyak yang kaget, kok peristiwa seperti ini bisa terjadi? Kita khawatir apakah pemilik hotel ada keterkaitan dengan organisasi yang menyewa hotelnya? Ini kan kasus yang beritanya dibaca di seluruh dunia. Kalau pemilik hotel tidak mengizinkan kegiatan, maka kejadian ini nggak terjadi,” tegas Sudirta. *nat,pol
Komentar