Sudikerta Dipotong, AA Ngurah Agung Tetap
Vonis PT Denpasar Kasus Penipuan dan TPPU Rp 150M
“Kami tetap melakukan kasasi atas putusan PT Denpasat untuk terdakwa Sudikerta dan AA Ngurah Agung,”
DENPASAR, NusaBali
AA Ngurah Agung, 66, yang turut menjadi terdakwa bersama mantan Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta, 53, dalam kasus penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Rp 150 miliar bernasib kurang beruntung. Jika Sudikerta mendapat potongan hukuman setengahnya menjadi 6 tahun, Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar justru menguatkan putusan PN Denpasar untuk terdakwa AA Ngurah Agung yaitu 6 tahun penjara.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Ketut Sujaya yang dikonfirmasi Jumat (13/3) mengatakan untuk terdakwa AA Ngurah Agung putusan PT Denpasar konfirm dengan putusan PN Denpasar yaitu pidana 6 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Untuk pasalnya juga sama yaitu Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Pasal 5 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. “PT Denpasar menguatkan putusan PN Denpasar sebelumnya,” tegas jaksa senior Kejati Bali ini.
Disebutkan, meski putusan PT Denpasar sama dengan PN Denpasar, namun hasil koordinasi Tim JPU memutuskan untuk tetap melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Apalagi putusan 6 tahun penjara ini masih dibawah tuntutan JPU yaitu 8 tahun penjara. “Kami tetap melakukan kasasi atas putusan PT Denpasat untuk terdakwa Sudikerta dan AA Ngurah Agung,” lanjutnya.
Sementara itu, AA Ngurah Jambe yang merupakan anak terdakwa juga membenarkan terkait turunnya putusan PT Denpasar ini. Namun dia mengaku belum menerima salinan putusan resmi. “Untuk salinan putusan resmi belum kami terima,” ujarnya saat dihubungi Jumat sore.
Dalam penyidikan dibeber, Anak Agung Ngurah Agung dan Wayan Wakil (terpidana dalam berkas terpisah) berperan sebagai alat penggerak untuk menarik PT Maspion. Keduanya berperan aktif sejak dari awal proses penjualan dua bidang tanah kepada PT Maspion Group. Selain itu keduanya juga menerima aliran dari PT Maspion Group. Mereka dinilai terlibat persekongkolan jahat.
Kedua tersangka ini sebenarnya sudah tahu bahwa sertifikat yang mereka gunakan dalam proses jual beli itu adalah sertifikat palsu. Keduanya dipercaya sama orang Puri tetapi mereka mempermainkan kepercayaan itu. Dari uang yang sejumalah hampir Rp 150 miliar itu yang diserahkan ke puri hanya Rp 36 miliar.
Kasus ini sendiri berawal pada 2013 lalu saat Maspion Grup melalui anak perusahaannya PT Marindo Investama ditawarkan tanah seluas 38.650 m2 (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 m2 (SHM 16249/Jimbaran) yang berlokasi di Desa Balangan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung oleh Sudikerta. Tanah ini disebut berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, dimana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini menjabat selaku Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama dijabat Gunawan Priambodo.
Setelah melewati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar. Transaksi pun dilakukan pada akhir 2013. Nah, beberapa bulan setelah transaksi barulah diketahui jika SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 m2 merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 m2 sudah dijual lagi ke pihak lain. Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama mengalami kerugian Rp 150 miliar. *rez
Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Ketut Sujaya yang dikonfirmasi Jumat (13/3) mengatakan untuk terdakwa AA Ngurah Agung putusan PT Denpasar konfirm dengan putusan PN Denpasar yaitu pidana 6 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Untuk pasalnya juga sama yaitu Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Pasal 5 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. “PT Denpasar menguatkan putusan PN Denpasar sebelumnya,” tegas jaksa senior Kejati Bali ini.
Disebutkan, meski putusan PT Denpasar sama dengan PN Denpasar, namun hasil koordinasi Tim JPU memutuskan untuk tetap melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Apalagi putusan 6 tahun penjara ini masih dibawah tuntutan JPU yaitu 8 tahun penjara. “Kami tetap melakukan kasasi atas putusan PT Denpasat untuk terdakwa Sudikerta dan AA Ngurah Agung,” lanjutnya.
Sementara itu, AA Ngurah Jambe yang merupakan anak terdakwa juga membenarkan terkait turunnya putusan PT Denpasar ini. Namun dia mengaku belum menerima salinan putusan resmi. “Untuk salinan putusan resmi belum kami terima,” ujarnya saat dihubungi Jumat sore.
Dalam penyidikan dibeber, Anak Agung Ngurah Agung dan Wayan Wakil (terpidana dalam berkas terpisah) berperan sebagai alat penggerak untuk menarik PT Maspion. Keduanya berperan aktif sejak dari awal proses penjualan dua bidang tanah kepada PT Maspion Group. Selain itu keduanya juga menerima aliran dari PT Maspion Group. Mereka dinilai terlibat persekongkolan jahat.
Kedua tersangka ini sebenarnya sudah tahu bahwa sertifikat yang mereka gunakan dalam proses jual beli itu adalah sertifikat palsu. Keduanya dipercaya sama orang Puri tetapi mereka mempermainkan kepercayaan itu. Dari uang yang sejumalah hampir Rp 150 miliar itu yang diserahkan ke puri hanya Rp 36 miliar.
Kasus ini sendiri berawal pada 2013 lalu saat Maspion Grup melalui anak perusahaannya PT Marindo Investama ditawarkan tanah seluas 38.650 m2 (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 m2 (SHM 16249/Jimbaran) yang berlokasi di Desa Balangan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung oleh Sudikerta. Tanah ini disebut berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, dimana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini menjabat selaku Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama dijabat Gunawan Priambodo.
Setelah melewati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar. Transaksi pun dilakukan pada akhir 2013. Nah, beberapa bulan setelah transaksi barulah diketahui jika SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 m2 merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 m2 sudah dijual lagi ke pihak lain. Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama mengalami kerugian Rp 150 miliar. *rez
1
Komentar