Limbah Industri Fiber Makin Parah
Kerajinan ini menggunakan bahan baku utama jenis zat kimia berupa fiber, rezin, dan katalis.
GIANYAR, NusaBali
Industri kerajinan perabot upacara berbahan campuran fiber, katalis, rezin, dan lainnya kini makin jadi dilema bagi masyarakat Desa Bresela, Kecamatan Payangan, Gianyar. Industri ini terbukti berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di lain sisi, masyarakat makin panik karena limbah industri makin merusak lingkungan.
Hal itu diakui Perbekel Desa Bresela Made Budiasa SH saat dihubungi, Kamis (15/9). Kata dia, pihaknya dan para perajin industri rumah tangga ini belum punya teknologi tepat untuk penanganan dampak kerusakan lingkungan akibat limbah industri. Kata dia, industri ini sangat terkenal khususnya di Bali dalam menghasilan barang kerajinan berupa perabotan upacara yang khas, unik, indah, dan menawan. Antara lain, pelbagai rupa dulang, bokor, bakul, dan sarana upacara berukir khas ukiran Bali. Penekun industri ini sekitar 90 – 100 KK dengan serapan tenaga kerja sekitar 300 lebih. Tenaga kerja ini untuk mencetak, tukang cat, prada, hingga pengepul. Penduduk di Desa Bresela mencapai 534 KK/2.500 jiwa.
Kata Budiasa, kerajinan ini menggunakan bahan baku utama jenis zat kimia berupa fiber, rezin, dan katalis. Menurut keterangan ahli kesehatan lingkungan yang pernah dijajaki, diantara tiga zat kimia hanya katalis atau zat untuk pemadat bahan baku perabotan itu yang mengandung racun berbahaya. Bahayanya karena zat ini bisa menyerang bagian pernafasan, dan organ tubuh lainnya. Sedangkan fiber dan rezin tak mengandung racun, namun sangat sulit diurai zat renik pada tanah hingga merusak lingkungan. ‘’Zat kimia fiber dipakai perajin untuk perekat dan resin untuk adonan cair sebelum dicetak dari calon perabotan berukir itu,’’ jelasnya.
Budiasa menyatakan, pihaknya terus mencari teknologi tepat guna untuk mencegah kerusakan lingkungan akibat limbah industri ini. Antara lain, ia telah mendatangi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Gianyar, dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Gianyar. Ia pun kini sedang menunggu konfirmasi pakar daur ulang limbah industri dari ITB Bandung. Pakar ini akan didatangkan ke Bresela. ‘’Jika teknologi daur ulang limbah ini sudah tepat, kami akan anggarkan pengelolaan limbah ini pada APBDes 2017. Karena ini persoalan serius di desa kami,’’ jelasnya.
Dihubungi terpisah, Kepala BLH Gianyar AA Ari Brahmanta mengatakan, pihaknya telah menerima laporan tentang pencemaran lingkungan di Desa Bresela akibat industri rumah tangga berbahan baku zat kimia aktif itu. Pihaknya pun telah menurunkan staf untuk survei, lanjut mengkaji kondisi yang ada. Dari koordinasi pihak BLH dan pihak desa setempat, disepakati industri ini tak mungkin dihentikan meski terbukti limbahnya merusak lingkungan. Pihak desa dan BLH sepakat untak mencari solusi dengan mendaur ulang limbah industri tersebut. ‘’Salah satunya kami masih menunggu pakar daur ulang limbah dari ITB untuk penanganan limbah ini. Mudah-mudah tahun 2017 nanti, limbah industri ini mulai bisa ditangani,’’ jelasnya. * lsa
Hal itu diakui Perbekel Desa Bresela Made Budiasa SH saat dihubungi, Kamis (15/9). Kata dia, pihaknya dan para perajin industri rumah tangga ini belum punya teknologi tepat untuk penanganan dampak kerusakan lingkungan akibat limbah industri. Kata dia, industri ini sangat terkenal khususnya di Bali dalam menghasilan barang kerajinan berupa perabotan upacara yang khas, unik, indah, dan menawan. Antara lain, pelbagai rupa dulang, bokor, bakul, dan sarana upacara berukir khas ukiran Bali. Penekun industri ini sekitar 90 – 100 KK dengan serapan tenaga kerja sekitar 300 lebih. Tenaga kerja ini untuk mencetak, tukang cat, prada, hingga pengepul. Penduduk di Desa Bresela mencapai 534 KK/2.500 jiwa.
Kata Budiasa, kerajinan ini menggunakan bahan baku utama jenis zat kimia berupa fiber, rezin, dan katalis. Menurut keterangan ahli kesehatan lingkungan yang pernah dijajaki, diantara tiga zat kimia hanya katalis atau zat untuk pemadat bahan baku perabotan itu yang mengandung racun berbahaya. Bahayanya karena zat ini bisa menyerang bagian pernafasan, dan organ tubuh lainnya. Sedangkan fiber dan rezin tak mengandung racun, namun sangat sulit diurai zat renik pada tanah hingga merusak lingkungan. ‘’Zat kimia fiber dipakai perajin untuk perekat dan resin untuk adonan cair sebelum dicetak dari calon perabotan berukir itu,’’ jelasnya.
Budiasa menyatakan, pihaknya terus mencari teknologi tepat guna untuk mencegah kerusakan lingkungan akibat limbah industri ini. Antara lain, ia telah mendatangi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Gianyar, dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Gianyar. Ia pun kini sedang menunggu konfirmasi pakar daur ulang limbah industri dari ITB Bandung. Pakar ini akan didatangkan ke Bresela. ‘’Jika teknologi daur ulang limbah ini sudah tepat, kami akan anggarkan pengelolaan limbah ini pada APBDes 2017. Karena ini persoalan serius di desa kami,’’ jelasnya.
Dihubungi terpisah, Kepala BLH Gianyar AA Ari Brahmanta mengatakan, pihaknya telah menerima laporan tentang pencemaran lingkungan di Desa Bresela akibat industri rumah tangga berbahan baku zat kimia aktif itu. Pihaknya pun telah menurunkan staf untuk survei, lanjut mengkaji kondisi yang ada. Dari koordinasi pihak BLH dan pihak desa setempat, disepakati industri ini tak mungkin dihentikan meski terbukti limbahnya merusak lingkungan. Pihak desa dan BLH sepakat untak mencari solusi dengan mendaur ulang limbah industri tersebut. ‘’Salah satunya kami masih menunggu pakar daur ulang limbah dari ITB untuk penanganan limbah ini. Mudah-mudah tahun 2017 nanti, limbah industri ini mulai bisa ditangani,’’ jelasnya. * lsa
Komentar