Bayi Bibir Sumbing Dambakan Uluran Tangan
Kelahiran bayi dengan kelainan berupa bibir sumbing kembali terjadi di Buleleng.
SINGARAJA, NusaBali
Kasus terakhir terjadi pada Maret 2016, pada bayi laki-laki pasutri (pasangan suami istri) Ketut Setiawan,45,- Luh Sri Merta,23, warga Kelurahan Banyuning, Buleleng.
Kasus sama kembali terjadi pada bayi pasutri Wayan Sudarsana,34,- Nengah Supartini,29, warga Banjar Dinas Antapura, Desa/Kecamatan Tejakula, Buleleng.
Bayi malang tersebut lahir, Sabtu (17/9) pukul 18.50 Wita pada praktik bidan desa setempat. Setelah lahir dan mengetahui bayinya mengalami kecacatan bidan pun menyarankan untuk dirujuk ke RSUD Buleleng untuk mendapatkan pelayanan gizi. Pasca dilahirkan, kata Supartini yang ditemui NusaBali di ruang NICU RSUD Buleleng, Senin (19/9) siang, bayinya tidak dapat menyusui dengan baik. “Karena saya panik, tidak tahu bagaimana caranya memberikan ASI, bu bidan juga menyarankan ke rumah sakit karena disini (rumah sakit) ada alatnya,” katanya.
Bayi Supartini ini anak kedua dengan berat 3,3 kilogram dan panjang 48 sentimeter dengan persalinan normal. Ia dan suami bekerja sebagai buruh genting ini tidak tahu harus berbuat bagaimana agar anaknya dapat selamat. Mereka pun terus mengupayakan perawatan dari tim medis, meski kondisi perekonomiannya kurang mampu. Ia mengandalkan kartu Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) untu perawatan di RSUD Buleleng untuk mendapatkan asupan gizi sejak Sabtu (17/9) pada pukul 23.45 Wita.
Saat ini bayi itu dipasangi zoned atau selang dari hidung yang dihubungkan ke lambung, sehingga air susu melalui selang tersebut masuk dengan aman ke saluran pencernaan. Ia mengaku tidak menyangka bahwa anak keduanya akan mengalami kecacatan. Semasa hamil sembilan bulan, ia tidak merasakan gangguan sedikitpun. Supartini pun rajin mengontrol kandungan ke bidan dan bidan menyatakan bayi dalam kandungannya sehat.
Kelainan tersebut pun tidak terdeteksi, karena ia dan suaminya tidak pernah memeriksakan bayinya dengan USG. “Karena penghasilan kami terbatas jadi tidak sempat untuk periksa USG, hanya kontrol ke bidan saja,” ungkapnya.
Ia sangat mengharapkan uluran tangan yang dapat membantu operasi bibir sumbing buah hatinya. Dirut RSUD Buleleng dr Gede Wiartana mengatakan saat ini bayi tersebut masih diobservasi secara keseluruhan. Sebab saat diterima awal di rumah sakit kondisinya sangat bagus. Hanya saja ibu bayi tidak dapat mengetahui bagaimana memberikan asupan gizi kepada bayinya dengan kondisi bibir sumbing tersebut. Pihaknya pun memastikan jika kondisi tersebut stabil dua sampai tiga hari bayi Supartini itu sudah dapat dipulangkan. Sembari menunggu ibunya menguasai teknik pemberian asi (air susu ibu) melalui zonde.
Ia menjelaskan secara teori kedokteran cacat bawaan yang diderta oleh bayi biasanya dipengaruhi kekurangan gizi saat masa kehamilan ibunya. Terutama pada periode tiga bulan pertama atau semester I, yang merupakan waktu pembentukan organ dan anggota badan lainnya dengan sejumlah kandungan gizi yang sangat beragam. Nah jika satu saja gizi yang kurang akan terjadi pembentukan organ yang tidak sempurna.
Hingga saat ini kasus yang sama di Buleleng selalu terjadi setiap tahunnya. Begitu juga dengan kelainan bawaan seperti kelainan jantung, tidak memiliki anus dan sebagainya. “Setiap tahunnya ada saja, tetapi angkanya tidak tinggi. Selama ini kalau ada kasus begitu kami rujuk ke RSUP Sanglah karena alat dan dokter ahlinya kami belum punya,” jelasnya.
Khusus untuk penanganan bayi kelainan dan cacat bawaan, akan diberikan rekomendasi untuk menghubungi yayasan sosial yang dapat membantu proses operasi. * k23
Kasus sama kembali terjadi pada bayi pasutri Wayan Sudarsana,34,- Nengah Supartini,29, warga Banjar Dinas Antapura, Desa/Kecamatan Tejakula, Buleleng.
Bayi malang tersebut lahir, Sabtu (17/9) pukul 18.50 Wita pada praktik bidan desa setempat. Setelah lahir dan mengetahui bayinya mengalami kecacatan bidan pun menyarankan untuk dirujuk ke RSUD Buleleng untuk mendapatkan pelayanan gizi. Pasca dilahirkan, kata Supartini yang ditemui NusaBali di ruang NICU RSUD Buleleng, Senin (19/9) siang, bayinya tidak dapat menyusui dengan baik. “Karena saya panik, tidak tahu bagaimana caranya memberikan ASI, bu bidan juga menyarankan ke rumah sakit karena disini (rumah sakit) ada alatnya,” katanya.
Bayi Supartini ini anak kedua dengan berat 3,3 kilogram dan panjang 48 sentimeter dengan persalinan normal. Ia dan suami bekerja sebagai buruh genting ini tidak tahu harus berbuat bagaimana agar anaknya dapat selamat. Mereka pun terus mengupayakan perawatan dari tim medis, meski kondisi perekonomiannya kurang mampu. Ia mengandalkan kartu Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) untu perawatan di RSUD Buleleng untuk mendapatkan asupan gizi sejak Sabtu (17/9) pada pukul 23.45 Wita.
Saat ini bayi itu dipasangi zoned atau selang dari hidung yang dihubungkan ke lambung, sehingga air susu melalui selang tersebut masuk dengan aman ke saluran pencernaan. Ia mengaku tidak menyangka bahwa anak keduanya akan mengalami kecacatan. Semasa hamil sembilan bulan, ia tidak merasakan gangguan sedikitpun. Supartini pun rajin mengontrol kandungan ke bidan dan bidan menyatakan bayi dalam kandungannya sehat.
Kelainan tersebut pun tidak terdeteksi, karena ia dan suaminya tidak pernah memeriksakan bayinya dengan USG. “Karena penghasilan kami terbatas jadi tidak sempat untuk periksa USG, hanya kontrol ke bidan saja,” ungkapnya.
Ia sangat mengharapkan uluran tangan yang dapat membantu operasi bibir sumbing buah hatinya. Dirut RSUD Buleleng dr Gede Wiartana mengatakan saat ini bayi tersebut masih diobservasi secara keseluruhan. Sebab saat diterima awal di rumah sakit kondisinya sangat bagus. Hanya saja ibu bayi tidak dapat mengetahui bagaimana memberikan asupan gizi kepada bayinya dengan kondisi bibir sumbing tersebut. Pihaknya pun memastikan jika kondisi tersebut stabil dua sampai tiga hari bayi Supartini itu sudah dapat dipulangkan. Sembari menunggu ibunya menguasai teknik pemberian asi (air susu ibu) melalui zonde.
Ia menjelaskan secara teori kedokteran cacat bawaan yang diderta oleh bayi biasanya dipengaruhi kekurangan gizi saat masa kehamilan ibunya. Terutama pada periode tiga bulan pertama atau semester I, yang merupakan waktu pembentukan organ dan anggota badan lainnya dengan sejumlah kandungan gizi yang sangat beragam. Nah jika satu saja gizi yang kurang akan terjadi pembentukan organ yang tidak sempurna.
Hingga saat ini kasus yang sama di Buleleng selalu terjadi setiap tahunnya. Begitu juga dengan kelainan bawaan seperti kelainan jantung, tidak memiliki anus dan sebagainya. “Setiap tahunnya ada saja, tetapi angkanya tidak tinggi. Selama ini kalau ada kasus begitu kami rujuk ke RSUP Sanglah karena alat dan dokter ahlinya kami belum punya,” jelasnya.
Khusus untuk penanganan bayi kelainan dan cacat bawaan, akan diberikan rekomendasi untuk menghubungi yayasan sosial yang dapat membantu proses operasi. * k23
Komentar