Sapi Bali Dinyatakan Bebas Penyakit
Sebelum Dikirim ke Jawa Sudah Diperiksa Lengkap
Penyakit Jembrana yang dikhawatirkan dinyatakan sudah 15 tahun tidak ditemukan, sehingga kekhawatiran daerah lain dinilai terlalu berlebihan.
DENPASAR, NusaBali
Kabar ditolaknya sapi Bali dalam jual-beli di Semarang (NusaBali, 24 Juli 2020), ditanggapi oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali. Pasalnya, alas an penolakan itu terkait dengan bahaya penyakit menular yang dibawa oleh sapi yang didatangkan dari Bali. Kekhawatiran itu pun langsung ditepis lantaran sebelum dilakukan pengiriman, semua sapi dari Bali dipastikan dalam keadaan sehat karena sudah melalui pengecekan dan pemeriksaan kesehatan ternak.
“Pengiriman (sapi) sesuai dengan prosedur, bahwa sapi yang keluar harus bebas dari penyaki. Secara klinis tidak ditemukan adanya penyakit menular,” ujar Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Ketut Gede Nata Kesuma, Jumat (24/7). “Khawatir boleh saja, namun jangan berlebihan,” tandas dokter hewan yang juga sudah doktor ini.
Khusus terkait penyakit Jembrana, Nata Kesuma menyatakan secara klinis sejak 15 tahun terakhir sudah tidak lagi ditemukan adanya indikasi penyakit tersebut. Demikian juga berdasarkan pemeriksaan uji laboratorium atau zerologis dalam 2 tahun terakhir tidak ditemukan adanya indikasi penyakit menular pada sapi Bali. “Berdasarkan uji klinis dan lab tidak menemukan itu atau nihil,” ujarnya. Uji lab sendiri kata Nata Kesuma dilakukan berkerjasama dengan Balai Besar Veteriner Denpasar.
Terpisah Kasi Kesehatan Hewan Balai Karantina Denpasar I Gede Widiarsa menyatakan hal senada. Sapi yang dikirim ke luar daerah dipastikan merupakan ternak sehat. Karena itulah pemeriksaan dilakukan sesuai dengan SOP pemeriksaan kesehatan hewan. Mulai dari pemeriksaan dokumen seperti perizinan sampai dengan pengecekan fisik. “Setelah dokumen lengkap baru dilakukan cek fisik,” ujarnya.
Cek fisik mulai dari pemeriksaan jenis kelamin dan memastikan sapi atau ternak itu sehat. Jika semua persyaratan tersebut terpenuhi barulah lolos untuk dikirim. “Jadi semua dilakukan sesuai SOP,” tegasnya.
Akademisi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Unud Prof Dr I Ketut Puja menegaskan hal serupa. “Memang baik berdasarkan pemeriksaan klinis dan lab tidak ditemukan lagi adanya indikasi penyakit khususnya penyakit jembrana pada sapi Bali,” pria yang juga anggota Komisi Ahli Kesehatan Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Karantina Hewan Ditjen PKH Kementan. Karena itulah tidak perlu kekhawatiran yang berlebihan. Apalagi sebelum dikirim ke luar, pemeriksaan kesehatan terhadap sapi Bali telah dilakukan secara ketat.”Saya kira itu,” tandas Ketua DPD Ikatan Dokter Hewan Indonesia (IDHI) Bali.
Sementara pengiriman sapi Bali ke luar daerah khusus dengan tujuan Jawa mengalami peningkatan jelang Idul Adha. Sepanjang pengetahuannya, kata Nata Kesuma, tujuan pengiriman adalah Bekasi dan Jakarta. Sapi yang dikirim merupakan sapi potong, bukan jenis sapi lain. Karena setelah tiba di tempat tujuan biasanya langsung dipotong.
Karena permintaan sapi Bali yang tinggi itulah, kata Nata Kesuma dilakukan upaya untuk memperbanyak populasi sapi Bali. Salah satunya lewat Program Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Induk Wajib Bunting).
Pada bulan Januari hingga Juli ini Bali telah mengirim sekitar 45 ribu ekor sapi potong keluar daerah khususnya Jawa, yakni Jakarta dan sekitarnya. Sementara untuk tahun 2020 kuota pengiriman sapi Bali ke luar daerah sebanyak 50 ribu ekor. Kuota tersebut meningkat dari tahun 2019 sebanyak 47 ribu ekor. Selain itu baik Nata Kesuma maupun Gede Widiarsa, menyatakan sapi Bali juga mulai dipelihara di luar Bali, karena keunggulan yang dimiliki. *k17
“Pengiriman (sapi) sesuai dengan prosedur, bahwa sapi yang keluar harus bebas dari penyaki. Secara klinis tidak ditemukan adanya penyakit menular,” ujar Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Ketut Gede Nata Kesuma, Jumat (24/7). “Khawatir boleh saja, namun jangan berlebihan,” tandas dokter hewan yang juga sudah doktor ini.
Khusus terkait penyakit Jembrana, Nata Kesuma menyatakan secara klinis sejak 15 tahun terakhir sudah tidak lagi ditemukan adanya indikasi penyakit tersebut. Demikian juga berdasarkan pemeriksaan uji laboratorium atau zerologis dalam 2 tahun terakhir tidak ditemukan adanya indikasi penyakit menular pada sapi Bali. “Berdasarkan uji klinis dan lab tidak menemukan itu atau nihil,” ujarnya. Uji lab sendiri kata Nata Kesuma dilakukan berkerjasama dengan Balai Besar Veteriner Denpasar.
Terpisah Kasi Kesehatan Hewan Balai Karantina Denpasar I Gede Widiarsa menyatakan hal senada. Sapi yang dikirim ke luar daerah dipastikan merupakan ternak sehat. Karena itulah pemeriksaan dilakukan sesuai dengan SOP pemeriksaan kesehatan hewan. Mulai dari pemeriksaan dokumen seperti perizinan sampai dengan pengecekan fisik. “Setelah dokumen lengkap baru dilakukan cek fisik,” ujarnya.
Cek fisik mulai dari pemeriksaan jenis kelamin dan memastikan sapi atau ternak itu sehat. Jika semua persyaratan tersebut terpenuhi barulah lolos untuk dikirim. “Jadi semua dilakukan sesuai SOP,” tegasnya.
Akademisi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Unud Prof Dr I Ketut Puja menegaskan hal serupa. “Memang baik berdasarkan pemeriksaan klinis dan lab tidak ditemukan lagi adanya indikasi penyakit khususnya penyakit jembrana pada sapi Bali,” pria yang juga anggota Komisi Ahli Kesehatan Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Karantina Hewan Ditjen PKH Kementan. Karena itulah tidak perlu kekhawatiran yang berlebihan. Apalagi sebelum dikirim ke luar, pemeriksaan kesehatan terhadap sapi Bali telah dilakukan secara ketat.”Saya kira itu,” tandas Ketua DPD Ikatan Dokter Hewan Indonesia (IDHI) Bali.
Sementara pengiriman sapi Bali ke luar daerah khusus dengan tujuan Jawa mengalami peningkatan jelang Idul Adha. Sepanjang pengetahuannya, kata Nata Kesuma, tujuan pengiriman adalah Bekasi dan Jakarta. Sapi yang dikirim merupakan sapi potong, bukan jenis sapi lain. Karena setelah tiba di tempat tujuan biasanya langsung dipotong.
Karena permintaan sapi Bali yang tinggi itulah, kata Nata Kesuma dilakukan upaya untuk memperbanyak populasi sapi Bali. Salah satunya lewat Program Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Induk Wajib Bunting).
Pada bulan Januari hingga Juli ini Bali telah mengirim sekitar 45 ribu ekor sapi potong keluar daerah khususnya Jawa, yakni Jakarta dan sekitarnya. Sementara untuk tahun 2020 kuota pengiriman sapi Bali ke luar daerah sebanyak 50 ribu ekor. Kuota tersebut meningkat dari tahun 2019 sebanyak 47 ribu ekor. Selain itu baik Nata Kesuma maupun Gede Widiarsa, menyatakan sapi Bali juga mulai dipelihara di luar Bali, karena keunggulan yang dimiliki. *k17
Komentar