Donasi Handphone dan Laptop Bekas
Bantu Ratusan Siswa untuk Belajar Online
Siswa yang paling banyak tidak memiliki gadget untuk mendukung sekolah online berada di kawasan Seraya, Karangasem dan Tejakula, Buleleng
DENPASAR, NusaBali
Belajar dari rumah melalui sistem dalam jaringan (daring) atau online tidak bisa membuat semua siswa dapat melaksanakannya. Apalagi dalam pembelajaran daring, siswa wajib harus memiliki gadget agar bisa mengikuti proses belajar. Beberapa siswa bahkan ada yang tidak memiliki gadget yang mengharuskan mereka mengikuti pembelajaran luar jaringan (luring).
Melihat kondisi beberapa siswa yang kesulitan belajar daring membuat Yayasan Kemanusiaan Ibu Pertiwi berinisiatif untuk membuka ruang donasi Handphone (HP) maupun laptop bekas bagi masyarakat yang ingin membantu siswa untuk belajar online. Kegiatan tersebut sudah dilakukan oleh yayasan ini sejak 2 pekan lalu.
Dari donasi tersebut, pihak yayasan sudah menerima sebanyak 4 handphone dan 3 unit laptop. "Dari catatan, ada sebanyak 500 anak asuh kami, sebanyak 100-an anak tak memiliki gadget untuk ikut pembelajaran online ini dari jenjang SD hingga SMA. Jadi kami berupaya meringankan beban mereka dengan membuka donasi bagi donatur yang mau membantu," ujar pengurus Bidang Komunikasi Yayasan Kemanusiaan Ibu Pertiwi, Ketut Gede Cakra saat ditemui di kantornya yang berlokasi di Jalan Bypass Ngurah Rai, Gang Mina Utama Nomor 1 Denpasar, Rabu (29/7).
Dikatakan Cakra, siswa yang paling banyak tidak memiliki gadget untuk mendukung sekolah online berada di kawasan Seraya, Karangasem dan Tejakula, Buleleng. Selain itu juga ada di kawasan Gianyar, bahkan Denpasar. "Mereka tidak punya handphone ataupun laptop penunjang pembelajaran online sehingga mereka harus meminjam dari tetangga, ataupun saudaranya," ungkapnya.
Dengan kondisi tersebut, kata Cakra, pihaknya melakukan pengumpulan handphone maupun laptop bekas untuk bisa membantu mereka. Untuk handphone yang diterima minimal android yang bisa mendukung pembelajaran, sedangkan laptop dengan OS Windows. Dikatakannya, handphone dan laptop ini rencananya akan diserahkan pada pertengahan Agustus 2020 bersamaan dengan penyerahan alat tulis.
"Kami targetnya bisa mengumpulkan seratus. Kalau kurang kami siasati dengan sistem kelompok bagi siswa yang terdekat. Untuk laptop kami berikan kepada siswa SMA,” kata Cakra. Selain mengumpulkan laptop dan handphone bekas, pihak yayasan juga memberikan uang kuota kepada 500 anak asuhnya. “Ini sebenarnya uang jajan mereka yang kami berikan dulu. Karena belajar di rumah, jadi uangnya kami minta agar dibelikan kuota," imbuhnya.
Untuk jenjang SMA, kata Cakra, masing-masing mendapat Rp 100 ribu, jenjang SMP dan SD Rp 75 ribu perbulan. Selain gadget, anak asuh dari yayasan ini yang kebanyakan kurang mampu juga kesulitan sinyal bagi yang berada di perbukitan. Sehingga selama ini mereka harus turun ke pusat desa untuk bisa belajar online atau mengirim tugas.
Dikatakannya, yayasan ini berdiri tahun 2002 yang awalnya untuk membantu korban bom Bali. Anak yang orangtuanya meninggal akibat kejadian itu dibantu sekolah hingga universitas. Tahun 2004, yayasan ini kembali membuat program kembali ke sekolah. Tujuannya, membantu siswa yang putus sekolah untuk bisa bersekolah kembali.
"Progran kembali ke sekolah ini membantu biaya sekolah anak-anak SMP dan SMA. Kami bantu juga peralatan sekolah, tas, sepatu, alat tulis, dan uang saku. Kalau untuk SD hanya peralatan sekolah dan uang saku," ujarnya.
Pihak yayasan pun mencari donatur untuk bisa melakukan program ini. Anak asuh yayasan tersebar di Denpasar, Badung, Gianyar, Karangasem, Buleleng, dan Bangli. Untuk melakukan survei, pihak yayasan bekerjasama dengan Dinas Sosial maupun pihak desa setempat. "Saat ini yang terbanyak di Karangasem. Hampir 100 orang. Kami dapat data awal, lalu dilakukan survei untuk menentukan kelayakannya," kata Cakra.
Untuk memberikan bantuan pihak yayasan melihat kondisi sosial ekonomi dan nilai raportnya. Setelah tamat SMA mereka dibiayai untuk pelatihan setara D1. Jika berprestasi akan dibiayai ke jenjang universitas selama 3 hingga 4 tahun. Hingga kini yayasan ini sudah membantu ribuan siswa untuk bisa sekolah yang tersebar di seluruh Bali. *mis
Melihat kondisi beberapa siswa yang kesulitan belajar daring membuat Yayasan Kemanusiaan Ibu Pertiwi berinisiatif untuk membuka ruang donasi Handphone (HP) maupun laptop bekas bagi masyarakat yang ingin membantu siswa untuk belajar online. Kegiatan tersebut sudah dilakukan oleh yayasan ini sejak 2 pekan lalu.
Dari donasi tersebut, pihak yayasan sudah menerima sebanyak 4 handphone dan 3 unit laptop. "Dari catatan, ada sebanyak 500 anak asuh kami, sebanyak 100-an anak tak memiliki gadget untuk ikut pembelajaran online ini dari jenjang SD hingga SMA. Jadi kami berupaya meringankan beban mereka dengan membuka donasi bagi donatur yang mau membantu," ujar pengurus Bidang Komunikasi Yayasan Kemanusiaan Ibu Pertiwi, Ketut Gede Cakra saat ditemui di kantornya yang berlokasi di Jalan Bypass Ngurah Rai, Gang Mina Utama Nomor 1 Denpasar, Rabu (29/7).
Dikatakan Cakra, siswa yang paling banyak tidak memiliki gadget untuk mendukung sekolah online berada di kawasan Seraya, Karangasem dan Tejakula, Buleleng. Selain itu juga ada di kawasan Gianyar, bahkan Denpasar. "Mereka tidak punya handphone ataupun laptop penunjang pembelajaran online sehingga mereka harus meminjam dari tetangga, ataupun saudaranya," ungkapnya.
Dengan kondisi tersebut, kata Cakra, pihaknya melakukan pengumpulan handphone maupun laptop bekas untuk bisa membantu mereka. Untuk handphone yang diterima minimal android yang bisa mendukung pembelajaran, sedangkan laptop dengan OS Windows. Dikatakannya, handphone dan laptop ini rencananya akan diserahkan pada pertengahan Agustus 2020 bersamaan dengan penyerahan alat tulis.
"Kami targetnya bisa mengumpulkan seratus. Kalau kurang kami siasati dengan sistem kelompok bagi siswa yang terdekat. Untuk laptop kami berikan kepada siswa SMA,” kata Cakra. Selain mengumpulkan laptop dan handphone bekas, pihak yayasan juga memberikan uang kuota kepada 500 anak asuhnya. “Ini sebenarnya uang jajan mereka yang kami berikan dulu. Karena belajar di rumah, jadi uangnya kami minta agar dibelikan kuota," imbuhnya.
Untuk jenjang SMA, kata Cakra, masing-masing mendapat Rp 100 ribu, jenjang SMP dan SD Rp 75 ribu perbulan. Selain gadget, anak asuh dari yayasan ini yang kebanyakan kurang mampu juga kesulitan sinyal bagi yang berada di perbukitan. Sehingga selama ini mereka harus turun ke pusat desa untuk bisa belajar online atau mengirim tugas.
Dikatakannya, yayasan ini berdiri tahun 2002 yang awalnya untuk membantu korban bom Bali. Anak yang orangtuanya meninggal akibat kejadian itu dibantu sekolah hingga universitas. Tahun 2004, yayasan ini kembali membuat program kembali ke sekolah. Tujuannya, membantu siswa yang putus sekolah untuk bisa bersekolah kembali.
"Progran kembali ke sekolah ini membantu biaya sekolah anak-anak SMP dan SMA. Kami bantu juga peralatan sekolah, tas, sepatu, alat tulis, dan uang saku. Kalau untuk SD hanya peralatan sekolah dan uang saku," ujarnya.
Pihak yayasan pun mencari donatur untuk bisa melakukan program ini. Anak asuh yayasan tersebar di Denpasar, Badung, Gianyar, Karangasem, Buleleng, dan Bangli. Untuk melakukan survei, pihak yayasan bekerjasama dengan Dinas Sosial maupun pihak desa setempat. "Saat ini yang terbanyak di Karangasem. Hampir 100 orang. Kami dapat data awal, lalu dilakukan survei untuk menentukan kelayakannya," kata Cakra.
Untuk memberikan bantuan pihak yayasan melihat kondisi sosial ekonomi dan nilai raportnya. Setelah tamat SMA mereka dibiayai untuk pelatihan setara D1. Jika berprestasi akan dibiayai ke jenjang universitas selama 3 hingga 4 tahun. Hingga kini yayasan ini sudah membantu ribuan siswa untuk bisa sekolah yang tersebar di seluruh Bali. *mis
Komentar