Sejumlah Seniman Ditawar 'Harga Corona'
Ada Rasa Tak Nyaman Saat Pentas
"Memang otomatis ada seperti itu (ditawar, red), karena situasi lagi begini. Mungkin ada turun 30 persen"
DENPASAR, NusaBali
Sudah tujuh bulan berlalu, pandemi Covid-19 masih belum musnah dari bumi. Pulau Dewata termasuk salah satu yang ‘menderita’. Tidak hanya pekerja pariwisata, seniman yang turut mengais rezeki lewat seni budaya (basic-nya pariwisata di Bali) juga ikut kalang kabut. Mereka juga banting stir dan hanya bisa mengandalkan sisa-sisa tabungan yang ada.
Memasuki bulan Agustus beberapa seniman mulai menerima satu hingga dua job pentas seni dalam sebulan. Meski sudah ada geliatnya, mereka juga harus tetap memperhatikan protokol pencegahan Covid-19 seperti memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan. Peningkatan kasus Covid-19 di Bali tidak bisa dihindari. Dalam kondisi seperti ini seniman pun merasa sedikit tidak nyaman saat beraksi di panggung.
“Biasanya sentuhan, seru-seruan sama penonton. Sekarang jaga jarak, gak ada interaksi dengan penonton. Ya ngerasa gak nyaman juga. Terus sekarang kemana-mana bawa hand sanitizer, pulang langsung mandi dan keramas. Pakaian nari juga langsung dicuci,” ujar seniman Liku (salah satu peran dalam kesenian arja), Komang David Darmawan alias Gek Kinclong, saat dihubungi via Direct Message (DM) instagram, Senin (14/9).
Meski mulai menggeliat, namun kondisinya cukup berbeda. Mulai dari penerapan protokol hingga soal harga yang ditawar ‘harga corona’. Gek Kinclong mengakui hal tersebut memang terjadi. Meski demikian, dia dan kawan-kawan tetap saling memahami situasi, di mana perekonomian Bali sedang merosot tajam.
“Memang otomatis ada seperti itu (ditawar, red), karena situasi lagi begini. Mungkin ada turun 30 persen. Tapi kita lihat juga dalam artian bukan menjatuhkan harga sekali. Toh kita juga perlu mencari bahan untuk mengisi diri kita. Jadi kalau pun ditawar, kita gak asal menjatuhkan harga,” ungkap seniman asal Pegok, Sesetan, Denpasar ini.
Hal yang sama juga dialami grup Bondres asa Buleleng, Rare Kual. Mereka yang baru mendapat dua kali job ngebondres di Bulan Agustus juga ditawar harga yang sama, bahkan pernah ditawar setengah harga. “Memang ada yang nawar begitu. Namun karena situasi kayak gini, ya kita jalan saja. Semua dalam situasi bertahan sekarang,” terang Ngurah Indra, salah satu pentolan grup bondres Rare Kual.
Diakui, kondisi Covid-19 memang ‘melumpuhkan’ aktivitas sebagian besar masyarakat Bali yang bergantung pada pariwisata dan menjadi seniman. Rare Kual yang digawangi Ngurah Indra Wijaya, Made Sukantara Arpin, Made Artana, dan Kadek Agus Ria Arnawan ini sejak pandemi melanda Bali sudah membatalkan sebanyak 30 job ngebondres. “Pada awal pandemi, bahkan lebih dari 30 job dicancel. Sudah ada yang DP, terpaksa kami kembalikan uangnya. Agustus ini kami baru terima job sebanyak dua kali. Itu pun acaranya naur sesangi (membayar kaul). Disyukuri saja,” ceritanya.
Gek Kinclong pun demikian. Jika situasi normal, dalam sebulan dia bisa mendapatkan 10-15 job. Namun di masa pandemi, hampir tidak ada sama sekali orang yang ngupah. “Masuk bulan ke-4 pandemi, ada 1 kali show sebulan. Masuk bulan ke-5 dan ke-6, ada lah job 1-2 kali sebulan. Teman-teman seniman juga ada yang saya lihat beberapa sudah mulai show,” tuturnya.
Menurut Gek Kinclong, situasi selama 7 bulan pandemi ini sulit untuk dijelaskan. Dia dan kawan-kawan seniman lainnya kerap saling curhat bagaimana bertahan tetap bertahan hidup. Mereka mulai banting stir, mengambil apa saja yang bisa dikerjakan, dan mencoba bertahan dengan sisa tabungan yang ada. “Gak cuma saya pribadi, banyak teman-teman seniman saling curhat. Karena anggap saja payuk jakan kita bergantung pada aktivitas kesenian. Sampai kapan ya akan begini,” kata Gek Kinclong.
Sampai saat ini Gek Kinclong mengaku belum pernah tersentuh bantuan pemerintah. Grup Rare Kual mengaku pernah mendapat sekali saja. Setelah itu mereka harus berjuang dengan caranya sendiri. Tidak hanya Gek Kinclong, sebagian seniman tua dan yang sudah senior pun tidak mendapat bantuan dari pemerintah. Kata dia pemerintah lebih memperhatikan seniman di masa tuanya.
“Jangan dilihat saya yang masih baru. Tapi seniman yang sudah jauh lebih senior supaya lebih diperhatikan. Setidaknya berikan asuransi perawatan kesehatan di masa tua mereka. Karena mereka juga mengharumkan seni budaya Bali agar tetap ajeg,” harap Gek KInclong. *ind
Memasuki bulan Agustus beberapa seniman mulai menerima satu hingga dua job pentas seni dalam sebulan. Meski sudah ada geliatnya, mereka juga harus tetap memperhatikan protokol pencegahan Covid-19 seperti memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan. Peningkatan kasus Covid-19 di Bali tidak bisa dihindari. Dalam kondisi seperti ini seniman pun merasa sedikit tidak nyaman saat beraksi di panggung.
“Biasanya sentuhan, seru-seruan sama penonton. Sekarang jaga jarak, gak ada interaksi dengan penonton. Ya ngerasa gak nyaman juga. Terus sekarang kemana-mana bawa hand sanitizer, pulang langsung mandi dan keramas. Pakaian nari juga langsung dicuci,” ujar seniman Liku (salah satu peran dalam kesenian arja), Komang David Darmawan alias Gek Kinclong, saat dihubungi via Direct Message (DM) instagram, Senin (14/9).
Meski mulai menggeliat, namun kondisinya cukup berbeda. Mulai dari penerapan protokol hingga soal harga yang ditawar ‘harga corona’. Gek Kinclong mengakui hal tersebut memang terjadi. Meski demikian, dia dan kawan-kawan tetap saling memahami situasi, di mana perekonomian Bali sedang merosot tajam.
“Memang otomatis ada seperti itu (ditawar, red), karena situasi lagi begini. Mungkin ada turun 30 persen. Tapi kita lihat juga dalam artian bukan menjatuhkan harga sekali. Toh kita juga perlu mencari bahan untuk mengisi diri kita. Jadi kalau pun ditawar, kita gak asal menjatuhkan harga,” ungkap seniman asal Pegok, Sesetan, Denpasar ini.
Hal yang sama juga dialami grup Bondres asa Buleleng, Rare Kual. Mereka yang baru mendapat dua kali job ngebondres di Bulan Agustus juga ditawar harga yang sama, bahkan pernah ditawar setengah harga. “Memang ada yang nawar begitu. Namun karena situasi kayak gini, ya kita jalan saja. Semua dalam situasi bertahan sekarang,” terang Ngurah Indra, salah satu pentolan grup bondres Rare Kual.
Diakui, kondisi Covid-19 memang ‘melumpuhkan’ aktivitas sebagian besar masyarakat Bali yang bergantung pada pariwisata dan menjadi seniman. Rare Kual yang digawangi Ngurah Indra Wijaya, Made Sukantara Arpin, Made Artana, dan Kadek Agus Ria Arnawan ini sejak pandemi melanda Bali sudah membatalkan sebanyak 30 job ngebondres. “Pada awal pandemi, bahkan lebih dari 30 job dicancel. Sudah ada yang DP, terpaksa kami kembalikan uangnya. Agustus ini kami baru terima job sebanyak dua kali. Itu pun acaranya naur sesangi (membayar kaul). Disyukuri saja,” ceritanya.
Gek Kinclong pun demikian. Jika situasi normal, dalam sebulan dia bisa mendapatkan 10-15 job. Namun di masa pandemi, hampir tidak ada sama sekali orang yang ngupah. “Masuk bulan ke-4 pandemi, ada 1 kali show sebulan. Masuk bulan ke-5 dan ke-6, ada lah job 1-2 kali sebulan. Teman-teman seniman juga ada yang saya lihat beberapa sudah mulai show,” tuturnya.
Menurut Gek Kinclong, situasi selama 7 bulan pandemi ini sulit untuk dijelaskan. Dia dan kawan-kawan seniman lainnya kerap saling curhat bagaimana bertahan tetap bertahan hidup. Mereka mulai banting stir, mengambil apa saja yang bisa dikerjakan, dan mencoba bertahan dengan sisa tabungan yang ada. “Gak cuma saya pribadi, banyak teman-teman seniman saling curhat. Karena anggap saja payuk jakan kita bergantung pada aktivitas kesenian. Sampai kapan ya akan begini,” kata Gek Kinclong.
Sampai saat ini Gek Kinclong mengaku belum pernah tersentuh bantuan pemerintah. Grup Rare Kual mengaku pernah mendapat sekali saja. Setelah itu mereka harus berjuang dengan caranya sendiri. Tidak hanya Gek Kinclong, sebagian seniman tua dan yang sudah senior pun tidak mendapat bantuan dari pemerintah. Kata dia pemerintah lebih memperhatikan seniman di masa tuanya.
“Jangan dilihat saya yang masih baru. Tapi seniman yang sudah jauh lebih senior supaya lebih diperhatikan. Setidaknya berikan asuransi perawatan kesehatan di masa tua mereka. Karena mereka juga mengharumkan seni budaya Bali agar tetap ajeg,” harap Gek KInclong. *ind
Komentar