Impor Gula Capai Tiga Juta Ton
Bertekad bisa swasembada gula pada tahun 2020, tapi kenyataannya dari waktu ke waktu gula impor yang masuk ke Indonesia jumlahnya makin besar.
JAKARTA, NusaBali
Menurut Direktur Esekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Agus Pakpahan, impor gula besar-besaran ke Indonesia mencapai 3 juta ton. Jumlah tersebut terbesar semenjak reformasi.
Tahun 1999 silam, impor gula maksimal 500 ribu ton. Kemudian berkembang menjadi 2 juta ton. Sekarang mencapai lebih dari 3 juta ton. Mereka pun melakukan kajian terhadap data BPS tahun 1985, 1995, 2005 dan 2010 untuk mengetahui dampak impor dalam skala besar.
Menurut Agus, dampak impor besar-besaran menyebabkan pengangguran 2,26 juta orang. "Dampak impor 3 juta ton menyebabkan pengangguran 2,26 juta orang dan sekitar 700 off farm," ujar Agus saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) AGI, Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) dengan Komisi VI DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Kamis (13/10).
Agus menegaskan, sebuah fakta kalau Indonesia mendatangkan gula dari luar negeri. Hal ini akibat implikasi dari industri gula yang hidup subur tanpa dukungan tebu. Berbeda dengan Brasil yang mampu memanfaatkan tebu. Mereka menjadikan etanol sehingga tidak hanya memperoleh gula. Lalu pucuk tebu mereka jadikan pakan ternak. Alhasil mereka surplus sapi. "Kami ingin sampaikan, ke depan perlu menciptakan lapangan kerja lewat industri gula berbasis tebu," katanya.
Dengam begitu, bisa menyerap tenaga kerja banyak sehingga pengangguran bisa berkurang. Tak ketinggalan mengembangkan pabrik gula seperti model Thailand. Di Thailand, terjadi spesialisasi. Pengusaha besar memiliki pabrik, sedangkan kebun kepunyaan petani.
Luas kebun mencapai 9-10 hektar yang nantinya menghasilkan gula 10 ton. Mereka bisa menghasilkan gula sebanyak itu tak terlepas dari bantuan pengusaha gula pula dalam hal bibit dan pembiayaan. Dilain sisi undang-undang mereka juga mendukung. Jarak pabrik gula diatur, tidak boleh kurang dari 80 km agar tidak terjadi kompetisi yang mematikan. UU tersebut, sambung Agus, akan diperbaiki guna melipatkan produksi gula Thailand untuk 5-10 tahun mendatang. "Kami tertarik mengembangkan model Thailand agar petani tidak menjadi gurem dan industri berkembang. Lalu tebu bisa menjadi unggulan sehingga gula dapat dikembangkan," jelas Agus.
Sayang lahan tebu di Indonesia belum terjamin. Agus menyatakan, bila Indonesia ingin mengembangkan gula berbasis tebu harus mulai menunjuk daerah tertentu untuk menanam tebu. Itu pun harus daerah yang cocok ditanami tebu. k22
Menurut Direktur Esekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Agus Pakpahan, impor gula besar-besaran ke Indonesia mencapai 3 juta ton. Jumlah tersebut terbesar semenjak reformasi.
Tahun 1999 silam, impor gula maksimal 500 ribu ton. Kemudian berkembang menjadi 2 juta ton. Sekarang mencapai lebih dari 3 juta ton. Mereka pun melakukan kajian terhadap data BPS tahun 1985, 1995, 2005 dan 2010 untuk mengetahui dampak impor dalam skala besar.
Menurut Agus, dampak impor besar-besaran menyebabkan pengangguran 2,26 juta orang. "Dampak impor 3 juta ton menyebabkan pengangguran 2,26 juta orang dan sekitar 700 off farm," ujar Agus saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) AGI, Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) dengan Komisi VI DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Kamis (13/10).
Agus menegaskan, sebuah fakta kalau Indonesia mendatangkan gula dari luar negeri. Hal ini akibat implikasi dari industri gula yang hidup subur tanpa dukungan tebu. Berbeda dengan Brasil yang mampu memanfaatkan tebu. Mereka menjadikan etanol sehingga tidak hanya memperoleh gula. Lalu pucuk tebu mereka jadikan pakan ternak. Alhasil mereka surplus sapi. "Kami ingin sampaikan, ke depan perlu menciptakan lapangan kerja lewat industri gula berbasis tebu," katanya.
Dengam begitu, bisa menyerap tenaga kerja banyak sehingga pengangguran bisa berkurang. Tak ketinggalan mengembangkan pabrik gula seperti model Thailand. Di Thailand, terjadi spesialisasi. Pengusaha besar memiliki pabrik, sedangkan kebun kepunyaan petani.
Luas kebun mencapai 9-10 hektar yang nantinya menghasilkan gula 10 ton. Mereka bisa menghasilkan gula sebanyak itu tak terlepas dari bantuan pengusaha gula pula dalam hal bibit dan pembiayaan. Dilain sisi undang-undang mereka juga mendukung. Jarak pabrik gula diatur, tidak boleh kurang dari 80 km agar tidak terjadi kompetisi yang mematikan. UU tersebut, sambung Agus, akan diperbaiki guna melipatkan produksi gula Thailand untuk 5-10 tahun mendatang. "Kami tertarik mengembangkan model Thailand agar petani tidak menjadi gurem dan industri berkembang. Lalu tebu bisa menjadi unggulan sehingga gula dapat dikembangkan," jelas Agus.
Sayang lahan tebu di Indonesia belum terjamin. Agus menyatakan, bila Indonesia ingin mengembangkan gula berbasis tebu harus mulai menunjuk daerah tertentu untuk menanam tebu. Itu pun harus daerah yang cocok ditanami tebu. k22
Komentar