Beragam Kejutan di Album Kedua Demiglace
DENPASAR, NusaBali
Demiglace, grup musik yang baru terbentuk pada Mei 2020 dan merilis album pertamanya pada Juli 2020, kini kembali merilis album keduanya pada September 2020.
Album kedua yang terdiri dari lima lagu ini telah dapat dinikmati melalui berbagai platform musik, seperti YouTube, Spotify, dan platform lainnya. Bahkan, meski baru menapaki jejaknya dalam industri musik, namun grup beranggotakan Made Windu Segara Senet (gitar), Dwi Putra Negara (drum), Gilang Zulfikar Pratama (bass), dan Muhammad Rido Wibowo (vokal), ini kini tengah dalam penggarapan album ketiga.Rupanya, band ini memang tengah fokus berkarya, dengan misi untuk merilis album challenge setiap bulannya agar di tahun 2020 mereka memiliki tujuh album.
Tak hanya ngebut, band dengan lagu-lagu berjudul Can You Imagine, Clown, A Train From Distance, Society Part I, dan Society Part II ini menyimpan sejumlah kejutan lainnya, yang diungkapkan dalam wawancara bersama NusaBali, Kamis (29/9).
Album kedua yang berisikan lima lagu memiliki tajuk utama tentang sosial media. Setiap member dalam band ini terungkap memiliki pandangannya tersendiri dalam kehidupan bersosial media.
“Anggaplah kita buka Instagram. Kan kita punya banyak teman. Di sana itu banyak yang kita lihat. Dari mulai yang sesuai dengan hobi kita, dan bahkan sampai menyimpang dari kehidupan kita. Itu yang membuat orang menyerap terlalu banyak informasi, jadi bingung, itu kan mempengaruhi kehidupan,” jelas sang drummer, Dwi Putra.
Seperti pada album kedua, Demiglace juga memiliki tema tertentu pada album pertamanya. Dilihat dari judul-judul lagunya, seperti pada Grilling, Get a Burger, dan Morning Coffee, maka bisa ditebak, bahwa album perdana ini punya tema makanan. Untuk selanjutnya, album challenge ketiga Demiglace yang ditargetkan bulan Oktober bakal mengusung tema pendidikan.
Bukan hal yang mengherankan, mengingat keempat personil ini memiliki satu persamaan, yakni sama-sama menggandrungi musik era tahun tersebut. Mulai dari The Beatles, Led Zeppelin, hingga Jimi Hendrix.
“Kebetulan memang kita berempat acuan band yang kita idolakan ini sama. Masih satu era, jadi sangat gampang untuk mendelivery satu konsep pada teman-teman,” jelas Windu Segara Senet
Bahkan, dalam lagu Society Part I yang dibawakan dalam bentuk puisi, menggunakan teknik aransemen seperti yang digunakan oleh Jimi Hendrix yang telah mulai digunakan di tahun 60an.
Teknik aransemen ini berupa pengolahan suara sehingga suara memiliki sejumlah efek tersendiri, yang akan terasa terutama ketika pendengar menggunakan headphones. Beberapa efek ini seperti suara yang berpindah-pindah ke kanan dan kiri, hingga menimbulkan sensasi seolah penyanyi hadir langsung saat musik diputar.
Jika pada band atau proses rekaman lagu pada umumnya memerlukan waktu untuk dalam proses penciptaan dan perekamannya, maka tak demikian dengan Windu cs. Grup Demiglace berkeinginan menciptakan musik yang jujur. Maka, proses pengerjaan lagu diwarnai dengan unsur spontanitas.
Biasanya, proses ini dimulai dari Windu yang membuat draft musik dalam gitar, dan mendiskusikannya melalui grup WhatsApp. Kemudian, personil yang lain akan membuat komponen musik lainnya, termasuk bagian lirik yang dikerjakan oleh Rido.
Bak dikejar deadline, grup ini punya waktu dua jam perjalanan sebelum melakukan proses rekaman. Ini berarti, proses rekaman menjadi tempat pertama kalinya komponen-komponen musik ini bertemu. Bisa dibilang, musik yang dihasilkan merupakan hasil karya spontanitas.
Proses rekamannya pun, tidak mengambil tempat di studio seperti proses rekaman pada umumnya, kecuali untuk rekaman drum yang mesti dilakukan di sebuah studio di Jimbaran. Proses rekaman dapat dilakukan di mana saja, dengan menggunakan gawai laptop.
Dengan cara ini, Demiglace bisa menguji diri sendiri untuk berkreasi, sehingga tak ada alasan seperti ‘tidak punya inspirasi’ untuk berkarya. “Kalau kita alasannya berkarya itu cari inspirasi, inspirasi tidak akan datang. Tapi pada akhirnya, kita mengajak teman-teman, coba bikin karya yang bisa kita push. Jadi inspirasi itu kita berikan timeline, kita berikan batasan-batasan supaya tidak terlalu lama,” tandas pria yang juga merupakan pebisnis kuliner ini.*cr74
Tak hanya ngebut, band dengan lagu-lagu berjudul Can You Imagine, Clown, A Train From Distance, Society Part I, dan Society Part II ini menyimpan sejumlah kejutan lainnya, yang diungkapkan dalam wawancara bersama NusaBali, Kamis (29/9).
Album kedua yang berisikan lima lagu memiliki tajuk utama tentang sosial media. Setiap member dalam band ini terungkap memiliki pandangannya tersendiri dalam kehidupan bersosial media.
“Anggaplah kita buka Instagram. Kan kita punya banyak teman. Di sana itu banyak yang kita lihat. Dari mulai yang sesuai dengan hobi kita, dan bahkan sampai menyimpang dari kehidupan kita. Itu yang membuat orang menyerap terlalu banyak informasi, jadi bingung, itu kan mempengaruhi kehidupan,” jelas sang drummer, Dwi Putra.
Seperti pada album kedua, Demiglace juga memiliki tema tertentu pada album pertamanya. Dilihat dari judul-judul lagunya, seperti pada Grilling, Get a Burger, dan Morning Coffee, maka bisa ditebak, bahwa album perdana ini punya tema makanan. Untuk selanjutnya, album challenge ketiga Demiglace yang ditargetkan bulan Oktober bakal mengusung tema pendidikan.
Bukan hal yang mengherankan, mengingat keempat personil ini memiliki satu persamaan, yakni sama-sama menggandrungi musik era tahun tersebut. Mulai dari The Beatles, Led Zeppelin, hingga Jimi Hendrix.
“Kebetulan memang kita berempat acuan band yang kita idolakan ini sama. Masih satu era, jadi sangat gampang untuk mendelivery satu konsep pada teman-teman,” jelas Windu Segara Senet
Bahkan, dalam lagu Society Part I yang dibawakan dalam bentuk puisi, menggunakan teknik aransemen seperti yang digunakan oleh Jimi Hendrix yang telah mulai digunakan di tahun 60an.
Teknik aransemen ini berupa pengolahan suara sehingga suara memiliki sejumlah efek tersendiri, yang akan terasa terutama ketika pendengar menggunakan headphones. Beberapa efek ini seperti suara yang berpindah-pindah ke kanan dan kiri, hingga menimbulkan sensasi seolah penyanyi hadir langsung saat musik diputar.
Jika pada band atau proses rekaman lagu pada umumnya memerlukan waktu untuk dalam proses penciptaan dan perekamannya, maka tak demikian dengan Windu cs. Grup Demiglace berkeinginan menciptakan musik yang jujur. Maka, proses pengerjaan lagu diwarnai dengan unsur spontanitas.
Biasanya, proses ini dimulai dari Windu yang membuat draft musik dalam gitar, dan mendiskusikannya melalui grup WhatsApp. Kemudian, personil yang lain akan membuat komponen musik lainnya, termasuk bagian lirik yang dikerjakan oleh Rido.
Bak dikejar deadline, grup ini punya waktu dua jam perjalanan sebelum melakukan proses rekaman. Ini berarti, proses rekaman menjadi tempat pertama kalinya komponen-komponen musik ini bertemu. Bisa dibilang, musik yang dihasilkan merupakan hasil karya spontanitas.
Proses rekamannya pun, tidak mengambil tempat di studio seperti proses rekaman pada umumnya, kecuali untuk rekaman drum yang mesti dilakukan di sebuah studio di Jimbaran. Proses rekaman dapat dilakukan di mana saja, dengan menggunakan gawai laptop.
Dengan cara ini, Demiglace bisa menguji diri sendiri untuk berkreasi, sehingga tak ada alasan seperti ‘tidak punya inspirasi’ untuk berkarya. “Kalau kita alasannya berkarya itu cari inspirasi, inspirasi tidak akan datang. Tapi pada akhirnya, kita mengajak teman-teman, coba bikin karya yang bisa kita push. Jadi inspirasi itu kita berikan timeline, kita berikan batasan-batasan supaya tidak terlalu lama,” tandas pria yang juga merupakan pebisnis kuliner ini.*cr74
Komentar