Bendesa Adat Kubutambahan Bantah Tudingan Tilep Uang Desa
SINGARAJA, NusaBali
Polemik lahan calon lokasi pembangunan bandara internasional di Bali Utara di Kubutambahan terus bergulir.
Setelah sebelumnya konflik antara pihak yang ingin tetap mempertahankan status tanah duwen Pura Desa Adat Kubutambahan dan pihak lain ingin tanah itu dialihstatuskan ke tanah negara melalui pembelian, kini muncul persoalan baru.
Hal ini ditandai dengan munculnya pihak yang mempersoalkan sewa menyewa tanah tersebut. Kelompok yang menamakan diri Penyelamat Aset Desa Adat (PADA) menuding Bendesa Adat Kubutambahan, Jero Pasek Ketut Warkadea, tidak terbuka soal uang desa adat kepada krama desa.
Sebelumnya, pihak yang menamakan diri PADA menuding Jero Warkadea tidak terbuka soal uang sewa lahan seluas 370 hektare lebih milik Desa Adat Kubutambahan yang disewa oleh PT Pinang Propertindo (PP) selama 30 tahun dan dapat diperpanjang hingga 2091. Tudingan ini disampaikan oleh perwakilan PADA, Ketut Ngurah Mahkota.
"Kalau tidak ada soal rencana bandara mungkin saja kebohongan ini terus tertutupi. Ada jumlah uang yang terkirim Rp 5,55 miliar dan sudah terlunasi oleh PT PP. Namun yang masuk dalam kas desa adat hanya Rp 2,4 miliar. Dan dibilang sisanya memang belum terbayarkan. Katanya Desember 2020 akan dilunasi," sebut Ngurah Mahkota.
Tudingan tersebut pun dibantah Bendesa Jero Warkadea. Dia menyesalkan tudingan yang mengarah kepada dirinya dan menganggap tudingan tersebut tak memiliki dasar. "Mereka tidak punya dasar membicarakan aset Desa Adat Kubutambahan yang dikontrak oleh PT Pinang Propertindo," katanya, Minggu (15/11) siang kepada NusaBali.
Dia menegaskan, dirinya memiliki catatan rinci penggunaan uang sewa lahan tersebut untuk kepentingan desa adat. Bahkan, uang sewa lahan milik desa adat masih ada yang belum diselesaikan pihak PT PP kepada Desa Adat Kubutambahan, yakni sebanyak Rp 2,169 miliar lebih. Rinciannya, uang sisa sewa sebesar Rp 1,5 miliar lebih dan royalti sebesar Rp 667,5 juta.
Jero Pasek Ketut Warkadea mengaku geram dengan adanya tudingan dari sejumlah krama tersebut. "Kalau ada bilang saya menilep uang sewa sudah dibayar lunas, itu tidak benar," tegas Jero Warkadea, yang saat itu didampingi Penyarikan Desa Adat, Made Putu Kerta, dan tokoh masyarakat Kubutambahan, Gede Anggastia.
Untuk saat ini terhadap tudingan negatif yang mengarah kepada dirinya, Jero Warkadea mengaku sudah menyerahkan kepada pihak kepolisian, dari laporan yang sudah dilayangkannya beberapa waktu lalu di Polres Buleleng. "Ya, saya masih menunggu tindak lanjut laporan waktu ini," kata Jero Warkadea yang juga Staf Ahli di Pemkab Buleleng ini. *cr75
Hal ini ditandai dengan munculnya pihak yang mempersoalkan sewa menyewa tanah tersebut. Kelompok yang menamakan diri Penyelamat Aset Desa Adat (PADA) menuding Bendesa Adat Kubutambahan, Jero Pasek Ketut Warkadea, tidak terbuka soal uang desa adat kepada krama desa.
Sebelumnya, pihak yang menamakan diri PADA menuding Jero Warkadea tidak terbuka soal uang sewa lahan seluas 370 hektare lebih milik Desa Adat Kubutambahan yang disewa oleh PT Pinang Propertindo (PP) selama 30 tahun dan dapat diperpanjang hingga 2091. Tudingan ini disampaikan oleh perwakilan PADA, Ketut Ngurah Mahkota.
"Kalau tidak ada soal rencana bandara mungkin saja kebohongan ini terus tertutupi. Ada jumlah uang yang terkirim Rp 5,55 miliar dan sudah terlunasi oleh PT PP. Namun yang masuk dalam kas desa adat hanya Rp 2,4 miliar. Dan dibilang sisanya memang belum terbayarkan. Katanya Desember 2020 akan dilunasi," sebut Ngurah Mahkota.
Tudingan tersebut pun dibantah Bendesa Jero Warkadea. Dia menyesalkan tudingan yang mengarah kepada dirinya dan menganggap tudingan tersebut tak memiliki dasar. "Mereka tidak punya dasar membicarakan aset Desa Adat Kubutambahan yang dikontrak oleh PT Pinang Propertindo," katanya, Minggu (15/11) siang kepada NusaBali.
Dia menegaskan, dirinya memiliki catatan rinci penggunaan uang sewa lahan tersebut untuk kepentingan desa adat. Bahkan, uang sewa lahan milik desa adat masih ada yang belum diselesaikan pihak PT PP kepada Desa Adat Kubutambahan, yakni sebanyak Rp 2,169 miliar lebih. Rinciannya, uang sisa sewa sebesar Rp 1,5 miliar lebih dan royalti sebesar Rp 667,5 juta.
Jero Pasek Ketut Warkadea mengaku geram dengan adanya tudingan dari sejumlah krama tersebut. "Kalau ada bilang saya menilep uang sewa sudah dibayar lunas, itu tidak benar," tegas Jero Warkadea, yang saat itu didampingi Penyarikan Desa Adat, Made Putu Kerta, dan tokoh masyarakat Kubutambahan, Gede Anggastia.
Untuk saat ini terhadap tudingan negatif yang mengarah kepada dirinya, Jero Warkadea mengaku sudah menyerahkan kepada pihak kepolisian, dari laporan yang sudah dilayangkannya beberapa waktu lalu di Polres Buleleng. "Ya, saya masih menunggu tindak lanjut laporan waktu ini," kata Jero Warkadea yang juga Staf Ahli di Pemkab Buleleng ini. *cr75
Komentar