Sekolah Tatap Muka Akan Dimulai Januari 2021
DENPASAR, NusaBali
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Nadiem Anwar Makarim, baru saja mengeluarkan kebijakan terkait sekolah tatap muka di tengah pandemi.
Nadiem kini memperbolehkan pembelajaran tatap muka di sekolah mulai Januari 2021. Pernyataan tersebut dikeluarkan Nadiem dalam siaran YouTube Kemendikbud RI, Jumat (20/11). Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali, Ketut Ngurah Boy Jayawibawa, mengatakan persetujuan orangtua dan kesiapan protokol kesehatan dari sekolah tetap menjadi kunci utama dalam membolehkan pembelajaran tatap muka atau tidak.
“Dari kementerian mengatakan memperbolehkan tatap muka, tapi bukan wajib. Kalau dulu masih berdasarkan zona daerah (zona terkait Covid-19, red), tapi sekarang tidak melihat zona. Tapi meski demikian, prokes (protokol kesehatan) akan sangat ketat. Selain itu, persetujuan orangtua masih tetap memegang peranan penting,” ujarnya dikonfirmasi kemarin malam.
Sebelumnya, Gubernur Bali, Wayan Koster telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pola Pembelajaran Tatap Muka Pada Masa Pandemi Covid-19 di Provinsi Bali yang dikeluarkan pada 18 Agustus 2020. Pada SE tersebut dikatakan bahwa sekolah yang boleh melaksanakan pembelajaran tatap muka hanya sekolah yang berada di zona hijau dan kuning saja.
Ketentuan lainnya kemudian tertuang dalam juknis yang dibuat oleh Disdikpora Provinsi Bali, seperti kesiapan sekolah melaksanakan prokes, kesiapan tenaga pengajar, hingga persetujuan orangtua yang mengizinkan anaknya belajar di sekolah apa tidak.
Menurut Kadis Boy, secara substansi kebijakan terbaru Menteri Nadiem sama seperti yang sudah disusun pada juknis sebelumnya. Hanya saja saat ini lebih dilonggarkan terkait zona daerah yang terkena covid-19. “Pada bulan September sebenarnya kami sudah akan melaksanakan kebijakan tatap muka itu. Ada 10-15 sekolah yang sudah mengajukan untuk dicek kesiapannya. Tapi pada September 2020, tren kasus positif di Bali meningkat. Sekolah yang sempat mengajukan tatap muka, akhirnya mengurungkan niat. Selain karena zona, orangtua murid ternyata masih belum mengizinkan karena situasi covid-19 di Bali masih tinggi,” ungkap Kadis Boy.
Meski demikian, Disdikpora Provinsi Bali tetap akan melakukan konsolidasi dengan Disdikpora Kabupaten/Kota, serta membahas ini dengan para kepala sekolah yang berada di bawah tanggung jawabnya antara lain tingkat SMA, SMK, dan SLB. “Minggu depan kami akan koordinasi dengan kepala sekolah, konsolidasi, dengan Disdikpora Kabupaten/Kota, apakah perlu ditindaklanjuti dengan SE atau cukup siaran pers dari Pak Menteri saja. Masih ada waktu sebulan, tapi tidak masalah karena juknis sudah kami susun sebelumnya, dan tidak jauh berbeda,” katanya.
Di sisi lain, Kadis Boy mengungkapkan pembelajaran tatap muka di SMK se-Bali, terutama mata pelajaran yang mewajibkan praktik di SMK sudah mulai berlangsung, dan tidak terhalang oleh zona. Mengingat praktik di SMK merupakan keahlian inti, maka tatap muka diperbolehkan, namun dengan protokol kesehatan yang ketat. Salah satunya, disiplin menerapkan protokol kesehatan, pembatasan durasi pertemuan, menjaga jarak, dan setiap pembelajaran dibagi shift, siswa hanya 50 persen dari jumlah total.
“Secara inti SMK itu harus praktik. Bahkan pemberlakuannya sudah dari bulan September, khususnya siswa kelas 12. Karena dikhawatirkan jika tidak ada tatap muka, khususnya yang memerlukan praktik), 6 bulan kemudian saat mau tamat mereka tidak tahu apa. Kami sudah tegaskan ke kepala sekolah, agar anak sehabis pembelajaran tidak ada yang nongkrong lagi, harus langsung pulang,” tandasnya. *ind
“Dari kementerian mengatakan memperbolehkan tatap muka, tapi bukan wajib. Kalau dulu masih berdasarkan zona daerah (zona terkait Covid-19, red), tapi sekarang tidak melihat zona. Tapi meski demikian, prokes (protokol kesehatan) akan sangat ketat. Selain itu, persetujuan orangtua masih tetap memegang peranan penting,” ujarnya dikonfirmasi kemarin malam.
Sebelumnya, Gubernur Bali, Wayan Koster telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pola Pembelajaran Tatap Muka Pada Masa Pandemi Covid-19 di Provinsi Bali yang dikeluarkan pada 18 Agustus 2020. Pada SE tersebut dikatakan bahwa sekolah yang boleh melaksanakan pembelajaran tatap muka hanya sekolah yang berada di zona hijau dan kuning saja.
Ketentuan lainnya kemudian tertuang dalam juknis yang dibuat oleh Disdikpora Provinsi Bali, seperti kesiapan sekolah melaksanakan prokes, kesiapan tenaga pengajar, hingga persetujuan orangtua yang mengizinkan anaknya belajar di sekolah apa tidak.
Menurut Kadis Boy, secara substansi kebijakan terbaru Menteri Nadiem sama seperti yang sudah disusun pada juknis sebelumnya. Hanya saja saat ini lebih dilonggarkan terkait zona daerah yang terkena covid-19. “Pada bulan September sebenarnya kami sudah akan melaksanakan kebijakan tatap muka itu. Ada 10-15 sekolah yang sudah mengajukan untuk dicek kesiapannya. Tapi pada September 2020, tren kasus positif di Bali meningkat. Sekolah yang sempat mengajukan tatap muka, akhirnya mengurungkan niat. Selain karena zona, orangtua murid ternyata masih belum mengizinkan karena situasi covid-19 di Bali masih tinggi,” ungkap Kadis Boy.
Meski demikian, Disdikpora Provinsi Bali tetap akan melakukan konsolidasi dengan Disdikpora Kabupaten/Kota, serta membahas ini dengan para kepala sekolah yang berada di bawah tanggung jawabnya antara lain tingkat SMA, SMK, dan SLB. “Minggu depan kami akan koordinasi dengan kepala sekolah, konsolidasi, dengan Disdikpora Kabupaten/Kota, apakah perlu ditindaklanjuti dengan SE atau cukup siaran pers dari Pak Menteri saja. Masih ada waktu sebulan, tapi tidak masalah karena juknis sudah kami susun sebelumnya, dan tidak jauh berbeda,” katanya.
Di sisi lain, Kadis Boy mengungkapkan pembelajaran tatap muka di SMK se-Bali, terutama mata pelajaran yang mewajibkan praktik di SMK sudah mulai berlangsung, dan tidak terhalang oleh zona. Mengingat praktik di SMK merupakan keahlian inti, maka tatap muka diperbolehkan, namun dengan protokol kesehatan yang ketat. Salah satunya, disiplin menerapkan protokol kesehatan, pembatasan durasi pertemuan, menjaga jarak, dan setiap pembelajaran dibagi shift, siswa hanya 50 persen dari jumlah total.
“Secara inti SMK itu harus praktik. Bahkan pemberlakuannya sudah dari bulan September, khususnya siswa kelas 12. Karena dikhawatirkan jika tidak ada tatap muka, khususnya yang memerlukan praktik), 6 bulan kemudian saat mau tamat mereka tidak tahu apa. Kami sudah tegaskan ke kepala sekolah, agar anak sehabis pembelajaran tidak ada yang nongkrong lagi, harus langsung pulang,” tandasnya. *ind
Komentar