Berbhineka, Harus Jaga Lidah
Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menegaskan perlu mengedepankan bhineka tunggal ika, lantaran Indonesia memiliki keragaman, namun tetap bersatu.
JAKARTA, NusaBali
Untuk itu harus saling menghargai dan menghormati. Ia menyayangkan jika ada pemimpin melakukan penistaan agama, karena hal tersebut menandakan yang bersangkutan tidak respek.
"Apalagi sampai membawa-bawa surat dari kitab suci. Kalau bicara mengenai agama harus hati-hati, tidak boleh menistakan. Saling hormat menghormati dan menghargai. Bila kita berpatokan pada empat konsensus bernegara dan menjalankannya, ini tidak bakal terjadi," ujar Zulkifli, Selasa (1/11).
Bagi Zulkifli bicara SARA merupakan sebuah kemunduran. Soal SARA sudah selesai 71 tahun lalu sehingga seharusnya ini tidak terjadi. "Menjadi pemimpin perlu menjaga lidah. Hormati satu sama lain, karena kita berbhineka," tegasnya. Pilkada, katanya, merupakan hal biasa yang berlangsung setiap lima tahun sekali. Tapi tidak perlu memainkan isu SARA. Justru seorang pemimpin yang baik menjaga persatuan dan kesatuan serta menjaga bicara di depan publik.
Adanya demo terkait masalah tersebut pada 4 November nanti, Zulkifli menilai karena ada sesuatu yang tidak tersampaikan dan tidak ada kepercayaan. Ia tak masalah bila ada sebagian masyarakat melakukan demo, karena itu adalah hak konstitusi seseorang untuk menyampaikan aspirasi.
Ia berharap, demo tidak anarkis dan merusak lingkungan sekitar. Melainkan dapat berjalan teduh dan damai. Terlebih kita sudah sepakat demokrasi Indonesia adalah demokrasi Pancasila. "Dalam demokrasi boleh melakukan apapun, tetapi jangan anarkis dan langgar konstitusi," paparnya. Selain bicara Bhineka Tunggal Ika, Zulkifli juga bicara tentang Pancasila. Khususnya sila ke empat dan kelima. Menurutnya, musyawarah mufakat saat ini sudah tidak ada lagi.
Indikasinya sekarang lebih mengutamakan jajak pendapat ketimbang musyawarah mufakat. Alhasil musyawarah mufakat tidak dipakai lagi, hanya berada di kepala dan tidak dijadikan budaya. Padahal itu merupakan nilai luhur yang diwarisi ke kita.
Sila kelima mengenai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, lanjut Zulkifli, sudah lemah dan menjauh. Padahal politik dan ekonomi harus bersinergi agar negara maju dan berjaya. Disini perlu peranan pemimpin yang lebih mengutamakan kepentingan bersama dan negara daripada kepentingan golongan tertentu.
Plus ada kepercayaan rakyat terhadap pemimpin sehingga mereka bisa membawa negara lebih maju lagi. Peranan perguruan tinggi pun dibutuhkan untuk membangun karakter dan bela bangsa. "Bila kita kembali kepada nilai luhur Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945, kita bisa besar dan maju," imbuh Zulkifli. k22
"Apalagi sampai membawa-bawa surat dari kitab suci. Kalau bicara mengenai agama harus hati-hati, tidak boleh menistakan. Saling hormat menghormati dan menghargai. Bila kita berpatokan pada empat konsensus bernegara dan menjalankannya, ini tidak bakal terjadi," ujar Zulkifli, Selasa (1/11).
Bagi Zulkifli bicara SARA merupakan sebuah kemunduran. Soal SARA sudah selesai 71 tahun lalu sehingga seharusnya ini tidak terjadi. "Menjadi pemimpin perlu menjaga lidah. Hormati satu sama lain, karena kita berbhineka," tegasnya. Pilkada, katanya, merupakan hal biasa yang berlangsung setiap lima tahun sekali. Tapi tidak perlu memainkan isu SARA. Justru seorang pemimpin yang baik menjaga persatuan dan kesatuan serta menjaga bicara di depan publik.
Adanya demo terkait masalah tersebut pada 4 November nanti, Zulkifli menilai karena ada sesuatu yang tidak tersampaikan dan tidak ada kepercayaan. Ia tak masalah bila ada sebagian masyarakat melakukan demo, karena itu adalah hak konstitusi seseorang untuk menyampaikan aspirasi.
Ia berharap, demo tidak anarkis dan merusak lingkungan sekitar. Melainkan dapat berjalan teduh dan damai. Terlebih kita sudah sepakat demokrasi Indonesia adalah demokrasi Pancasila. "Dalam demokrasi boleh melakukan apapun, tetapi jangan anarkis dan langgar konstitusi," paparnya. Selain bicara Bhineka Tunggal Ika, Zulkifli juga bicara tentang Pancasila. Khususnya sila ke empat dan kelima. Menurutnya, musyawarah mufakat saat ini sudah tidak ada lagi.
Indikasinya sekarang lebih mengutamakan jajak pendapat ketimbang musyawarah mufakat. Alhasil musyawarah mufakat tidak dipakai lagi, hanya berada di kepala dan tidak dijadikan budaya. Padahal itu merupakan nilai luhur yang diwarisi ke kita.
Sila kelima mengenai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, lanjut Zulkifli, sudah lemah dan menjauh. Padahal politik dan ekonomi harus bersinergi agar negara maju dan berjaya. Disini perlu peranan pemimpin yang lebih mengutamakan kepentingan bersama dan negara daripada kepentingan golongan tertentu.
Plus ada kepercayaan rakyat terhadap pemimpin sehingga mereka bisa membawa negara lebih maju lagi. Peranan perguruan tinggi pun dibutuhkan untuk membangun karakter dan bela bangsa. "Bila kita kembali kepada nilai luhur Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945, kita bisa besar dan maju," imbuh Zulkifli. k22
Komentar